Kursi Kakek Guru, Dipagi Hari

YesayaPutra Pamungkas 4 Mei 2016

Deru tapak kaki pertanda kerumunan semangat para pencari ilmu. Senyum lepas, canda tawa tanpa beban diukirnya setiap pagi, ditemani hangatnya sang mentari yang baru menjulang tinggi di langit kalbu nan biru. Depak langkah kaki menggetarkan bumi tiada henti hingga sang pencari ilmu terus aja mengeluarkan energi positifnya. Lonceng tua berbunyi sendu, melaimbai malu mengajak semua para pencari ilmu berkumpul didepan ruang guru. Barisan sang pencari ilmu yang berani, tepatri rapi berdasarkan tingkatan mimpi. Satu langkah kedepan, mengarahkan pasukan sang pemimpin masa depan sembari berlatih mengatur. Belajar mencari ilmu bisa dari mana saja, kapan saja, dan dimana saja. Terkadang harus berjibaku didalam ruang dengan buku, bisa saja lari tertatih-tatih di alam bebas sambil memandang cakrawala yang penuh dengan nuansa rona-rona, Petangnya pelita menemani mata ini menyorot dibawah gubuk tua ditemani darah daging.

Suara lantang sang arsitek “Semua perhatian saya ambil alih, Balik kanan! Bubar Jalan”. Hore….Hore....Yeaa….(Sembari melompat kegirangan), Suasana hancur lebur oleh pecahnya suara para  pencari ilmu. Bangku – bangku tua digubuk rapuh mulai menghangat, tersengat gelora semangat. Detak jam mulai bergerak, memacu pikiran dan tingkah laku para pencari ilmu.

Sembari menunggu sang mentari melambung tinggi dilangit biru. Karena Kekosongan panggilan hati didalam gubuk, berkobaran semangat sang pencari ilmu. Kakek-kakek tua berbincang santun didalam ruang guru ditemani hangatnya kopi dan nyala api diujung tembakau. Membuka-buka memori dalam kalbu yang sudah berdebu dan kusam namun tidak lekang dimakan zaman. Memutar kisah kasih yang pernah dicumbu bersama dalam setiap getar waktu. Diiringi melodi dari putar kipas angin tua, sang kakek mulai berjenaka pada kaula muda. Ungkapnya “Selagi muda, banyaklah berlatih, menambah jam terbang dan mengasah potensi, hingga maksimal jati diri dalam raga. Cari..cari lalu temukanlah semua mimpimu.” Tercengang para kaula muda mendengar jenaka sang kakek tua (Mata tajam menatap, disambar seyum khas jaman dulu..haaa..haa..ha).

Kursi tua mulai bergoyang dan mengeluarkan dongeng-dongeng lama. Kata kakek sembari menikmati asap tembakau “Tamanku SDN Inpres Solan, Disiplin”. Disiplin lonceng pukul 07.00. Displin duduk bersama dan rapi bagi sang arsitek dimeja ruang guru setiap suara ayam berkokok. Bangku tua digubuk selalu hangat dan menelurkan karya. Tapak kaki sang pencari ilmu yang dilangkahkan tidak berkeliaran dihalaman saat jam mengunci pelajaran. Sembari menebar senyum khas “Haaa…haa…ha”, pesan tua menghujat tajam. “Haa..haa…ha… Semoga gairah kedisiplinan dan semangat para pendidik dan peserta didik dapat bergelora layaknya mengejar masa depan bangsa”. Tangan menunjuk kuat kearah kerumunan anak-anak yang masih bergeliat, tersenyum, dan melepas canda tawa, kata tua yang meluncur dari getar bibir “LIhatlah, Esok salah satu dari merekalah yang akan memimpin dimasa depan” . Itulah tugas mulia kita untuk menempa mereka. Dasar yang kuat dan benar, bagi bekal mereka. Biarkan taman ini terus menjadi tempat bermain paling membahagiakan buat buah hati kita, sembari belajar memandang keluar dan ke dalam diri, harapannya tidak hanya bunga ditaman yang mekar namun jati diri dalam raga yang akan bermekaran kian semerbak. Nikmatnya bagi semua, untuk semua dan dari semua. “Haaa…haa..ha...” (Asap ditiup melambung diangkasa). Berhenti dengan nafas tersengah-sengah didada. Kakek nenek leluhur kita sudah berjasa, kitalah jalan selanjutnya di masa kini. Teruslah bermimpi bagi Pendidikan Negeri.

Teng…teng..teng..besi tua berbunyi. Bangku hangat diruang guru mulai membeku. Hembus angin dari sudut jendela berdebu menghujani, ruang lalu sepi. Bangku kakek sudah berdebu, tinggal menunggu waktu. Tingkah laku dan tutur kata menjadi teladan guru. Guru harus bisa digugu, guru harus bisa ditiru, dan guru harus mengajar dengan hati tulus serta menjadi contoh dalam laku. Harapan sang kakek tetap digantung tinggi di langit biru. Lantun, panjat, sujud kepada sang Ilahi dipatri abadi. Buahnya harus ditunggu nanti, bukan saat hari ini. Salam dari kakek tua buat Anda dan Saya….. Ha..ha..haa (Hisapan tembakau terakhir, Nyala api mulai redup. Hembus asap kian tinggi, memudar diruang hampa)

“Mengabdilah bagi sang Ilahi, Sadari bahwa anak-anak menjadi saluran rejekimu wahai para Guru. Memang mimpi tidak membuat segalanya lantas menjadi mudah, mimpi memberi energi bagi langkah kaki kita untuk kuat mendaki. Ingatlah bahwa pendidikan itu sejatinya Belajar dan Mencari!”.

Yesaya Putra Pamungkas, 2016 (Pengajar Muda XI Kab. Banggai Indonesia Mengajar)


Cerita Lainnya

Lihat Semua