Yaya, Si Pelanggan Setia Perpustakaan

Wahyu Setioko 1 Agustus 2012

     Gadis kecil itu mengendap-endap masuk dari depan pagar menuju teras rumah orangtua angkatku. Ia dan seorang temannya mengintip malu ke dalam rumah. Aku melihatnya selama beberapa detik dan sontak ia berlari keluar pagar. Selang beberapa detik kemudian ia kembali mengendap-endap masuk ke teras rumah ketika aku memalingkan pandanganku. Aku kehilangan sosoknya saat mencoba melihat keluar kembali. Aku semakin penasaran mencari kemana perginya dan apa maunya gadis kecil itu. Beruntungnya aku, dari balik jendela aku melihat rambut panjangnya yang terjuntai sepanjang pinggang. Ia merunduk, kedua tangannya menutup wajahnya yang memerah. Sementara temannya menarik-narik lengannya seraya mengajaknya masuk ke rumahku. Namun ia bertahan sekuat tenaga. Aku membuka pintu perlahan dan ia berlari tiba-tiba begitu melihat batang hidungku.

     “Ah menggemaskan sekali gadis kecil ini”, gumamku. Lalu suara ibu angkatku seakan memecah atmosfer misterius antara aku dan gadis kecil itu. “Namanya Yaya, dia rajin minjam buku di perpus, bisa 2 hari sekali, itu pasti mau minjam buku lagi”, kata ibu angkatku setengah berteriak dengan logat Bawean-nya yang khas. Mendengar perkataan ibu, aku pun langsung keluar untuk membujuk Yaya masuk ke dalam dan mencari buku yang ia inginkan. Yaya sangat pemalu. Aku membutuhkan waktu beberapa menit untuk dapat membujuknya masuk ke perpustakaan mini yang ada di dalam rumah ibu angkatku, Taman Pintar Dusun Panyal Pangan namanya.

     Berbeda dengan temannya, di dalam ruang Taman Pintar pun Yaya masih dengan malu-malu memilah-milah buku yang ia inginkan. Satu langkah saja aku maju mendekatinya, ia langsung meletakkan buku yang sedang ia pegang dan seketika itu juga ia sudah berada di sudut ruangan. Aku mengernyitkan dahi dan tersenyum. Akhirnya aku memutuskan untuk mundur dan kembali melakukan aktivitasku di ruangan lain. Saat aku kembali ke ruangan Taman Pintar, aku kembali dikagetkan dengan tingkah Yaya. Kali ini ia sedang terduduk membaca buku di sudut ruangan. Tubuhnya terbalut rapi oleh tirai jendela. Matanya sesekali mengintip dari balik tirai yang ia lilitkan sendiri ke tubuh mungilnya itu. Jika ia mendapati sosokku disana, maka ia akan menutup rapat-rapat tirai itu. Jika aku tidak ada (sebenarnya aku mengintip dari tempat lain), Yaya melanjutkan membaca bukunya dengan posisi siaga dibalik bungkusan tirai jendela. Akupun semakin bingung. Apa ada yang salah dengan diriku?

     Beberapa menit kemudian, aku keluar rumah untuk menumpang ke kamar mandi di rumah tetangga. Baru beberapa langkah, suara teriakan temannya Yaya membuatku tersenyum dan membalikkan badan kembali. “Pak Koko, Yaya mau pulang katanya”, teriak Fatma, temannya Yaya. Aku pun mengurungkan niatku untuk ke kamar mandi dan memutuskan untuk kembali ke Taman Pintar. Saat aku masuk, aku mendapati Yaya di kolong meja bersama buku yang sedang ia baca. Ia tersipu dan menyunggingkan senyuman khas-nya saat sedang malu-malu. Aku mendengar Yaya bersuara pelan dengan bahasa Bawean kepada temannya. “Katanya nanti kalau Pak Koko ngga ada, Yaya mau pulang”, kata Fatma yang dengan sukarela menerjemahkan bahasa Bawean yang diucapkan Yaya.

     Akhirnya aku memberikan dua buah buku cerita untuk Yaya baca di rumahnya dan membolehkan gadis kecil itu pulang. Sepuluh menit kemudian Yaya kembali ke rumahku untuk mengembalikan buku yang aku berikan. Ia telah selesai membacanya. Akupun memberikan buku lainnya untuk dibaca oleh Yaya, tentu saja melalui temannya, karena Yaya masih malu-malu dan lari ngumpet setiap kali berpapasan denganku, sampai sekarang. Hufh. Tapi setidaknya kini Yaya dapat ke perpustakaan dengan leluasa karena aku telah memindahkan perpustakaan ke sekolah, tidak lagi di rumah orangtua angkatku. Nah, kalau begitu, selamat membaca buku Yaya, si pelanggan perpustakaan.

*) Maaf belum dapat menampilkan foto Yaya, karena sejauh ini kecepatan larinya Yaya masih lebih cepat dari kecepatan kameraku dalam menangkap gambar.


Cerita Lainnya

Lihat Semua