Titik Terendah Kesehatan

Wahyu Setioko 18 Agustus 2012

     Malam minggu, 11 Agustus 2012, merupakan malam ke-57 aku disini. Sudah akhir bulan ke-2 ternyata aku menjalankan tugas sebagai Pengajar Muda di Pulau Bawean ini. Malam ini juga bertepatan dengan malam ke-23 di bulan Ramadhan 1433 H, tujuh hari lagi menuju hari raya Idul Fitri. Malam ini juga malam dimana aku dapat istirahat dengan tenang karena hari ini adalah hari terakhir sekolah. Besok sudah mulai libur hari raya selama 2 minggu ke depan. Dan malam ini juga, malam dimana kesehatanku memasuki titik terendah pertama (dan semoga yang terakhir) selama 1 tahun aku disini.

     Aku tak menyangka, akhir-akhir ini sedang intens-intens nya keseharianku ditemani oleh sebuah kata, pe-nya-kit. Aku yang dahulu begitu jarang terserang penyakit, kini malah setiap hari ditemani olehnya. So sweet. Berat badanku yang tadinya naik drastis disini, kini pun turun secara (hampir) drastis pula. Dan jujur, ini membuat aku sedih karena aku sedang dalam program penggemukan badan disini. J. Usut punya usut, ternyata penyakit-penyakit itu datang menghinggapi tubuhku karena dua dalang yang bersemayam dibaliknya, yaitu kelelahan dan kebersihan.

     Kelelahan menjadi aktor utama penyebab timbulnya penyakit-penyakit di tubuhku. Bagaimana tidak, di bulan puasa seperti ini aku sudah berada di sekolah dari jam 7 hingga jam setengah 12. Aku ‘mampir’ ke rumah untuk rebahan sebentar, shalat Zuhur, lalu berangkat kembali mengajar MTs hingga Ashar. Habis Ashar biasanya anak-anak kelas 6 sudah menanti untuk les. Selepas les, aku sampai di rumah sudah hampir magrib. Jika malaikat sedang ramai di sekelilingku, maka aku akan mandi, namun jika tidak, yasudahlah toh besok pagi aku mandi lagi :p. Selesai mandi aku berbuka puasa sambil berbincang-bincang dengan orangtua angkatku, lalu shalat magrib, tadarus dan isya pun tiba. Aku berangkat ke langgar untuk shalat isya berjamaah dan tarawih disertai ceramah Ramadhan (kebetulan sedang ada santri KKN disini). Setelah dari langgar aku biasanya bergilir ke rumah tetangga-tetangga. Entah kebetulan atau tidak, hampir setiap hari ada selamatan di rumah tetangga (lahiran bayi, wisuda anak di pondok, 3 hari berduka cita, 7 hari, dsb). Masyarakat disini gemar sekali selamatan. Dan aku wajib datang memenuhi undangan. Sampai di rumah lagi biasanya jam setengah 10 atau jam 10. Lalu, “BRAK !!”, aku masuk kamar dan segera menempati singgasanaku (baca: kasur). Sayangnya bukan untuk tidur, tapi untuk memeriksa tugas dan jurnal murid-muridku serta mempersiapkan pelajaran untuk esok hari. Pukul 11 baru aku tertidur dan bangun kembali untuk sahur jam 3. Setiap hari seperti itu. Hari normalku. Saat tidak normal adalah saat dimana aku harus turun gunung untuk menghadiri rapat-rapat di kecamatan dan berkoordinasi dengan Pengajar Muda lainnya. Dan percayalah, itu lebih melelahkan lagi.

     Hari-hari seperti itu membuat daya tahan tubuhku melemah. Aku mudah terserang penyakit meskipun hanya penyakit-penyakit klasik seperti masuk angin, demam dan flu. Namun itu setiap hari, dan semakin hari semakin memburuk. Setiap pagi aku harus keluar kamar dan beraktivitas seharian sambil berpura-pura sehat 100%. Tak ada yang tahu aku sakit, kecuali orang-orang sensitif yang menebak-nebak aku sakit, yaitu ibu angkatku dan teman-teman Pengajar Muda disini. Ya, seperti itulah seyogyanya Pengajar Muda, sang Edutainer yang harus selalu tersenyum dan bersemangat melayani masyarakat melalui bidang pendidikan. Dan tubuhku ternyata masih harus beradaptasi lebih lanjut untuk menjalankan tugas ini -yang bahkan belum mencapai puncaknya-. Semua rencanaku disini akan aku laksanakan secara total dan habis-habisan selepas libur hari raya. Semoga tubuhku mengerti dan sudah lebih kuat saat itu.

     Selain penyakit dalam, tubuhku juga dihinggapi penyakit luar akibat faktor kebersihan. Bentol-bentol merah yang perih dan beberapa bahkan bernanah satu persatu mulai muncul di beberapa bagian tubuhku. Aku tidak peduli apa nama penyakitnya. Namun saat tidak sengaja tersentuh benar-benar membuatku mengernyitkan dahi. Bukan aku saja ternyata, adik angkatku pun seperti itu, dan beberapa muridku juga ternyata mengalaminya. Entah sudah terbiasa atau apa, mereka tampak biasa-biasa saja dengan makhluk-makhluk kecil di tubuhnya itu. Sepertinya aku harus terbiasa juga.

     Aku mencoba menganalisis (dengan sok tahu) penyebab timbulnya penyakit kulit itu. Aku instropeksi diri. Ternyata masyarakat disini mandi sampai 3 atau 4 kali sehari. Tapi anak-anak kecilnya malas mandi, hanya 1 kali saat mau berangkat sekolah. Dan ternyata, kelakuan anak-anak itu sama dengan aku. Hehe. Aku mandi 2 kali sehari saja sudah hebat, apalagi 3 atau 4 kali seperti umumnya orang-orang dewasa disini. Kalau boleh membela diri, aku jarang mandi karena memang jarang ada air di kamar mandi. Sementara mereka nyaman-nyaman saja mandi di dulang. Dulang adalah sebuah pancuran dari pipa di tengah sawah yang harusnya berfungsi untuk irigasi, namun kadang dibuka sambungannya untuk mandi atau mencuci pakaian oleh masyarakat. Air di dulang tidak berhenti mengalir siang dan malam. Tapi aku masih berpikir dua kali untuk mandi disana, karena selain harus berjalan kaki cukup jauh, aku juga masih takut diintip oleh Jaka Tarub. Hehe.

     Selain jarang mandi, aku pikir penyakit kulit ini juga muncul karena aku sering melakukan kontak fisik dengan anak-anak tersebut. Maaf bukan menyalahkan mereka, tapi siapa tahu (lagi-lagi sok tahu) ternyata penyakit semacam itu memang menular. Ya sudah resiko diriku kalau begitu. Aku selalu mencuci tangan dengan sabun setiap kali tiba di kamar mandi. Walaupun begitu, aku sering garuk-garuk karena gatal, di kasur. Dan sepertinya kasurku menjadi salah satu penyebab penyakit kulit itu juga. Lagipula, sudah 2 bulan aku belum mengganti sprei. Hehe. Aku harus instropeksi diri lagi dan berusaha menjaga kebersihan tubuh demi kesehatan tubuhku yang masih dipertaruhkan 10 bulan lagi disini.

     Istirahat yang cukup dan menjaga kebersihan tubuh, adalah solusi terbaik untuk mencegah dan mengobati penyakit-penyakit yang muncul di tempat penugasan. Setidaknya, itu pelajaran yang dapat aku ambil dari titik terendah kesehatanku malam ini. Semoga seluruh Pengajar Muda di pelosok nusantara dalam keadaan sehat. Amin !


Cerita Lainnya

Lihat Semua