Tak Ada Buku, Portable Screen-pun Jadi

Wahyu Setioko 9 Agustus 2012

     Menjadi guru di daerah terpencil itu tidak mudah. Aku mengalaminya sendiri disini, di SDN 2 Kepuh Legundi, Pulau Bawean. Fasilitas buku pelajaran di sekolahku masih minim. Buku-buku pelajaran aset sekolah hanya berjumlah kurang dari setengah jumlah siswanya. Selain itu, setiap pelajaran hanya memiliki satu jenis buku (satu pengarang), bahkan beberapa pelajaran tidak memiliki buku referensi sama sekali. Buku referensi yang ada pun menggunakan bahasa dan istilah yang terlalu tinggi untuk anak-anak dusunku yang masih kental dengan bahasa Bawean-nya. Beberapa dari mereka memang masih begitu asing dengan bahasa Indonesia. Aku seperti ‘mati gaya’ untuk menggunakan referensi yang sulit dimengerti murid-muridku itu.

     Dalam segala keterbatasan tersebut, aku teringat dengan bekal paket lengkap BSE (Buku Sekolah Elektronik) dari Indonesia Mengajar. BSE karya dinas pendidikan nasional ini menyediakan 10 buah referensi berbeda untuk satu pelajaran. Banyaknya pilihan tersebut memudahkan guru untuk memilih sumber belajar yang sesuai dengan keadaan siswa dan sekolah sehingga proses pembelajaran pun menjadi tepat sasaran. Tentu saja aku memilih beberapa BSE yang berkualitas namun dengan bahasa Indonesia yang mudah dimengerti murid-muridku.

     Adanya buku elektronik memang banyak membantu guru sepertiku, namun bagaimana cara siswa menikmatinya masih menjadi hambatan di daerah terpecil. Tidak ada jasa fotokopi untuk memperbanyak buku di desaku ini. Kalaupun ada, jaraknya mencapai 10 km dari desa dan harganya cukup mahal. Atau jika ingin meminta pengadaan BSE cetak ke dinas pendidikan di seberang pulau, harus menunggu beberapa bulan hingga buku-buku tersebut dikirim dari Jawa, sementara pembelajaran harus tetap berlangsung dengan ada atau tidak adanya buku yang sesuai untuk siswa.

     Pucuk dicinta ulam pun tiba. Peribahasa tersebut menjelma menjadi kenyataan saat aku memandang sebuah tas kain berisi Proyektor dan Portable Screen dari ACER yang dititipkan melalui Indonesia Mengajar. Tanpa pikir panjang, akupun menggunakannya dalam kegiatan belajar mengajar sebagai pengganti buku cetak. Murid-muridku kini dapat belajar dengan efektif menggunakan BSE berkualitas yang sesuai dengan kemampuan bahasa Indonesia mereka. Kini mereka dapat menikmatinya bersama melalui layar lipat berbentuk buku (baca: portable screen) yang bisa digunakan di dalam dan di luar kelas. Pembelajaran yang aku sajikan pun menjadi lebih kreatif dan tak jarang diadakan di lapangan desa atau di tengah sawah. Murid-muridku selalu bersemangat belajar dengan cara dan media yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya. Aku selalu tersenyum melihat semangat mereka. Dan dari balik senyumku, aku menggumam, “Tak ada buku, Portable Screen pun jadi”.

 

Wahyu Setioko,

Dari bawah langit Bawean yang indah.


Cerita Lainnya

Lihat Semua