Home Sweet Home

Wahyu Setioko 27 Januari 2013

 “Selama 22 tahun, baru hari ini aku benar-benar mengerti rasanya ‘pulang kampung’. Ternyata, indah sekali. ^_^

                6 Januari 2013. Liburan semester ganjil berakhir. Kami pun kembali dari persinggahan sementara kami di kota besar. Hari ini kami telah tiba di Gresik lagi. Kami Bersiap. Menata hati. Memantapkan diri. Untuk kembali menunaikan kehormatan kami sebagai guru bantu di pulau kecil nun jauh di seberang lautan sana. Sayang, alam belum berpihak pada kami. Angin masih bertiup kencang, gelombang laut pun kian meninggi. Kapal laut yang biasa membawa kami pun harus tertambat membisu di pinggir pelabuhan. Aktivitas pelayaran lumpuh hingga berhari-hari.

                15 Januari 2013. Sebelas hari sudah kami terdampar di pulau besar ini, Pulau Jawa. Ternyata kami tak sendiri, ribuan warga Bawean-nya pun terdampar disini. Belum dapat pulang ke pulau mereka, pulau kami juga. Tapi pemerintah tak tinggal diam. Setiap harinya, ratusan nasi bungkus dibagikan gratis untuk warga-warga Bawean yang terdampar di Gresik, sudah sejak beberapa hari yang lalu. Alhamdulillah, setidaknya mengurangi beban warga Bawean yang juga harus menyewa penginapan berminggu-minggu.

Penantian kami berbuah manis. Hari ini ada titik cerah. Ya, pemerintah bilang, “Besok ada kapal, 2 kali, subuh dan sore hari”. Ucapan itu membuat kami dan warga Bawean lainnya bahagia sekali. Sungguh. Bahagia itu sederhana. Bukan perihal harta, bukan perihal kerja. Hanya sebuah kesempatan bertemu keluarga, di rumah tercinta, di seberang lautan sana. Itu kebahagiaan yang kami rindukan.

                Kami pun mengantri di loket pelabuhan. Dari pukul 3 sore hingga 9 malam kami setia bergantian mengantri di depan loket. Dan akhirnya perjuangan kami berakhir dengan.....tragis. Tinggal 6 orang menuju loket, dan tiketpun habis. Sekali lagi, habis!. Aaaarrrggghhh. Esoknya, penjualan tiket dibuka kembali untuk kapal yang kedua. Perjuangan kami tak sia-sia. Tiket pun berhasil kami dapatkan. Perasaan lega tiada tara menyelimuti hati kami. Akhirnya, kami pulang. Ya, pulang. Bukan berangkat.

                17 Januari 2013, dini hari. Waktu menunjukkan pukul 00.30 WIB. Kapal besar yang membawa ratusan warga Bawean merapat di dermaga pulau kecil ini. Tujuh jam perjalanan mengarungi 120 mil laut Jawa tak terasa sama sekali bagi kami. Puluhan -mungkin ratusan- warga Bawean lainnya sudah menunggu setia di dermaga. Menanti kedatangan keluarga mereka. Melepas rindu yang sempat tertunda karena cuaca.

                Aku bergegas keluar dari kapal, berjejalan di tengah kerumunan orang dan pasokan barang-barang. Keluar dari kapal pun bukan berarti keluar dari kerumunan orang. Pasalnya, di pelabuhan juga sudah berkerumun orang-orang yang menjemput keluarganya. Termasuk Bapak angkatku dan pemuda desa yang sudah ada disana menjemputku, di tengah malam.

                Terbebas dari kerumunan, aku duduk sejenak di pinggir dermaga. Menikmati semilir angin yang membawa pergi bulir-bulir keringatku hasil dari berjejalan tadi. Aku memandang sekeliling, laut yang menghitam kehilangan cahayanya, lampu-lampu ‘kota’ putih-oranye yang jaraknya berjauhan, dan tentu saja puluhan motor beserta hiruk pikuk orang-orang menjemput keluarganya. Teriakan dan percakapan dalam bahasa Bawean pun mulai terdengar kembali di telingaku. Aku tersenyum melihat pemandangan ini. Akhirnya aku disini, di Bawean. Aku pulang. :)

                Hp-ku bergetar, Bapak angkatku menelepon. Singkat cerita, aku bertemu Bapak angkatku dan 2 pemuda desaku. Kami pulang ke desa yang berjarak 25 km dari pelabuhan, dengan 2 motor beriringan. Melewati pintu gerbang pelabuhan, mataku tertuju ke papan iklan besar yang tak bercahaya malam itu. Namun mataku masih dapat menangkap tulisan di papan itu, “Selamat Datang di Pulau Bawean”. Masih seperti mimpi rasanya bisa disini lagi.

                Malam itu aku begitu menikmati perjalananku menuju desa. Aku memejamkan mata seraya menghirup nafas dalam-dalam. Aku merasakan molekul-molekul oksigen dari stomata-stomata pepohonan di sekelilingku perlahan memasuki hidungku, bergerak masuk lebih dalam mengisi ruang-ruang alveolus dalam paru-paruku. Udara segar ini, aku rindu sekali. Mataku terbuka. Tampak di depan mataku hamparan sawah yang luas layaknya sebuah halaman dari rangkaian bukit-bukit yang berdiri gagah di belakangnya. Aku memalingkan pandanganku ke sisi yang satunya. Lagi, sejauh mata memandang hanya terlihat lautan luas yang berujung pada langit yang tak kalah luasnya. Gemericik air laut mendayu-dayu di telingaku. Dari sisi satunya, suara jangkrik berirama padu dengan air laut. Krik krik.. cessss..ssuurrr..krik krik...cesss. Begitu paduan suara alam yang terdengar di telingaku. Namun keindahan ini belum berakhir sampai disitu. Aku menatap ke atas, ke langit. Ya, seperti yang selalu aku katakan, ‘Langit Pulau Bawean Yang Indah’. Malam ini pun langit seakan menyambut kedatanganku. Taburan bintang-bintang setia menemani perjalananku malam itu. Bintang-bintang ini, yang selalu bersembunyi saat aku di kota besar, kini menampakkan diri kembali di hadapanku, seakan ia hanya mau bertemu denganku di langit ini, langit Pulau Bawean. Subhanallah. Aku cinta tanah ini, aku cinta pulau ini, aku cinta negeri ini. Negeri yang akan aku junjung dimanapun, sampai kapanpun. Negeriku tercinta, INDONESIA. Senaaaaang sekali rasanya bisa kembali berada di pelosok negeri yang indah ini. Indah sekali rasanya pulang ke ‘rumah’. Home Sweet Home. Rumahku, Istanaku. ^_^

 

*) Ditulis dari dalam bilik sederhana, di dusun yang sunyi, di bawah langit pulau kecil di tengah laut, di malam yang pekat, dan masih di temani oleh taburan bintang-bintang yang setia bersinar hingga fajar menjelang.

 

Bawean, 17 Januari 2013, pukul 02.58 WIB.

WS.

SELAMAT PAGI NUSANTARA !


Cerita Lainnya

Lihat Semua