Kitong Pu PORA Penghibur Lara di Ampimoi!

Tsani Nur Famy 31 Agustus 2017

Apa yang terlintas di benakmu ketika bulan Agustus tiba? Mungkin saat ini banyak hal berlalu-lalang di benakmu ketika pertanyaan tersebut di lontarkan. Tapi, ada satu hari yang pasti secara spontan tengah muncul di benakmu, ya, 17 Agustus! Jika ditanya mengapa, jawabannya mungkin karena sedari kecil kita telah terbiasa dengan perayaan hari kemerdekaan Indonesia. Entah menyaksikan siaran bernuansa penuh perayaan tujuh-belasan di televisi nasional, maupun melaksanakan upacara bendera setiap 17 Agustus di lapangan sekolah atau halaman perkantoran. Namun, pernahkah terbayang olehmu bagaimana suasana perayaan hari kemerdekaan Indonesia di daerah yang letaknya jauh dari pusat ibukota Negara? Dulu tidak sedikitpun terbayangkan oleh saya yang dibesarkan dan tinggal menetap di salah satu kota besar di Provinsi Jawa Barat. Tetapi tahun ini, lain ceritanya!

Pada 17 Agustus lalu, langit pagi bak sedang bermuram durja. Hujan disertai angin kencang belum berhenti mengguyur Distrik Teluk Ampimoi sejak semalam. Perahu-perahu yang belum sempat di pindah tempatkan ke tengah laut pun kandas karena sedang meti besar (laut surut sekali). Waktu menunjukkan pukul 09.00 WIT ketika hujan perlahan reda. Saya dan murid-murid SDN Ampimoi bersiap menaiki perahu di depan rumah Bapa Desa untuk menuju ke Kampung Randawaya, pusat Distrik Teluk Ampimoi, tempat dilaksanakannya upacara bendera pada tanggal 17 Agustus 2017.

Tidak semua cerita dapat berakhir dengan sukacita. Pada akhirnya, di hari itu kami tidak dapatĀ  mengikuti upacara bendera karena terlambat sampai di pusat distrik. Sebenarnya Kampung Karai-Ampimoi tempat kami tinggal, letaknya tidak terlalu jauh dari Pusat Distrik Randawaya. Kurang lebih 15 sampai 20 menit saja menggunakan perahu motor. Namun, ketika tiba di Waitayar (jembatan) Randawaya, kami terjebak oleh air Kali yang terlalu meti (surut) sehingga perahu tidak dapat mengantarkan sampai tempat tujuan. Akhirnya, untuk menghindari kandasnya perahu, kami pun berjalan menyebrangi Kali. Pada saat mobilisasi itu lah waktu yang kami miliki banyak termakan.

Anak-anak murid SDN Ampimoi cukup kecewa ketika kami tidak dapat mengikuti upacara bendera. Sementara ini, hanya upacara bendera-lah satu-satunya acara yang dapat memberikan nuansa peringatan hari kemerdekaan Indonesia di Teluk Ampimoi. Belum ada perayaan berupa lomba-lomba berhadiah antar sekolah atau antar warga kampung serta panggung pertunjukan kesenian beserta musik dan tarian seperti yang biasanya diadakan atau biasa kita bayangkan. Belum ada aliran listrik sampai di Kampung Ampimoi, distrik yang satu ini pun sama sekali belum terjamah oleh signal untuk berkomunikasi dengan dunia diluar kampung ini sendiri. Karena itu, berkumpul dan melaksanakan upacara bendera bersama-sama di pusat distrik merupakan kegiatan yang sangat berharga untuk terlewatkan. Keesokan harinya saat di sekolah, sebagai upaya membangkitkan kembali semangat ber-Agustus-an kami, saya dan seluruh murid sepakat untuk mengadakan Pekan Olah Raga Ampimoi (PORA)!

Di dalam kelas rangkap, saya dan anak-anak merancang dan menyepakati susunan acara PORA yang dilaksanakan mulai tanggal 21 sampai dengan 26 Agustus 2017. Ya, seminggu penuh! Perlombaan bermacam jenis olahraga pun dipilah dan dipilih secara musyawarah. Terpilih lah pertandingan baik bagi putra maupun putri yaitu pertandingan sepak bola, voli, sarben (sarang benteng), adu lari (alias sprint beberapa ratus meter di lapangan sekolah) dan lomba gacok karena anak-anak sedang begitu menggandrungi permainan karet yang satu ini. Panitia dan penanggung jawab setiap sesi perlombaan pun dibentuk dengan cara voting. Terpilih lah tiga orang panitia inti, yaitu Fales Jules Manobi kelas 6, Pilep Valdio Worumi, dan Tepanus Elieser Reba keduanya kelas 5. Panitia inti bertugas mengelola peserta PORA dan melaporkan jalannya acara PORA. Seperti susunan anggota tim sepak bola atau tim voli yang akan bertanding.

Hari itu, dengan penuh semangat kami membuat beragam poster bertemakan PORA. Kelas besar yang telah mempunyai kemampuan yang baik dalam menulis bertanggung jawab membuat tulisan dalam poster. Sementara murid dari kelas kecil berkontribusi dalam menghias poster dengan menggambar dan mewarnai poster supaya poster lebih meriah dan berwarna. Peserta ajar di SDN Ampimoi sendiri saat ini memang belum terlampau banyak. Sekitar 65 kepala saja dari kelas 1 sampai kelas 6. Fakta menarik bahwa seluruh anak murid di SDN Ampimoi adalah sanak saudara, mulai dari kelas kecil hingga kelas besar, membuat semua anak mempunyai hubungan yang akrab. Ada yang membuat poster PORA, poster pendukung Tim yang bertanding, dan atribut lainnya untuk kapten, wasit, maupun juri.

Selain bertujuan menanamkan dan mempertahankan nilai-nilai gotong royong serta musyawarah kepada anak-anak. Sebagai seorang pengajar muda, saya memiliki harapan dengan adanya pembiasaan berpikir terstruktur dalam kegiatan sehari-hari kami di lingkungan sekolah, anak-anak murid saya di SDN Ampimoi dapat terus mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pemecahan masalah.

O iya, salah satu hal yang unik selama tinggal menetap di Kampung Ampimoi turut tertuang pula dalam kegiatan PORA kemarin. Anak-anak murid saya membuat poster pendukung tim bertuliskan darat dan laut. Sejak tinggal di Kepulauan Yapen, hal ini menjadi salah satu hal baru bagi saya. Dimana masyarakat yang tinggal di perairan Pulau Yapen seluruhnya menggunakan istilah darat dan laut untuk menunjukkan arah. Bagi saya, ada kiri-kanan, depan-belakang, atas-bawah. Namun bagi masyarakat dimana saya tinggal saat ini, semuanya cukup ditunjukkan dengan istilah darat dan laut.

Hampir seluruh anak-anak murid saya merupakan anak yang diberkati kecerdasan kinestetik yang luar biasa, tipikal kecerdasan yang dimiliki oleh sebagian besar anak-anak dari daerah Timur Indonesia. Kegiatan PORA kemarin merupakan wadah untuk meluapkan kebutuhan anak-anak untuk bergerak bebas.

Salutnya, tidak terlontar sedikitpun dari anak-anak murid saya pertanyaan mengenai hasil yang didapat jika memenangi perlombaan atau hadiah. Selain karena begitu polos, anak-anak di SDN Ampimoi sendiri merupakan anak-anak yang mudah dalam menemukan jalan untuk berbahagia. Sebagai pengajar muda, seorang guru kelas, sering kali saya tersipu malu karena terlalu banyak ilmu yang dimiliki oleh anak-anak murid saya. Memang bukan selalu tentang ilmu eksakta, namun ilmu dalam menjalani kehidupan. Ilmu untuk hidup dan menghidupi hidup itu sendiri. Sesederhana tertawa lepas sambil membuat PORA tanpa hadiah di akhir acara, sebagai penghibur lara dan kecewa karena tidak dapat melaksanakan upacara bendera di hari kemarin!


Cerita Lainnya

Lihat Semua