Uban dan Pisau

Ramadhani 29 Agustus 2017

Tulisan kedua mengenai pengalaman yang kuperoleh di Tanah Papua nan indah ini yaitu mengenai uban a.k.a rambut putih dan pisau. Di suatu sore yang agak mendung sambil bermain dengan adik-adik angkat di ruang depan rumah, diriku dengan iseng meminta untuk dicarikan rambut putih (dicarikan rambut putih itu bisa bikin mengantuk soalnya. Hehehe)

“ kakak, rambut putih kalau dicabut bisa makin banyak” protes Yelea a.k.a “kamera” Pairie  (dia mendapat panggilan ini sebab kamera pertama yang masuk ke Kampung Marau digunakan pertama kali untuk memotret anak ini ketika masih bayi)

“ Tarapapa, cabut sudah” balasku (kebetulan di tempat kelahiranku juga memiliki kepercayaan yang sama terkait uban)

“Iyo kakak” timpal Ema.

“Tarapapa, cari sudah” sambil mulai tengkurap di lantai papan.

Proses mencari rambut putih pun dimulai

“Rambut kakak lolong (panjang) dan tebal sampe” ujar Sambelina.

“Aish, susah dicabut kakak!” Timpal Ema.

“Sa ambil pisau dulu e” lanjut Ema.

“Pisau!?, untuk?” jawabku dalam kebingungan

Tidak berapa lama, Ema datang dengan sebuah pisau dapur di tangan. Proses mencabut rambut putih pun dilanjutkan dengan menggunakan pisau dapur tersebut. Sayup-sayup terdengar di telinga suara rambut yang di potong. Akhirnya diriku hanya dapat pasrah menuai keisengan diri dengan sesuatu yang agak absurd.

“kakak ini ada satu” lanjut Ema sambil memberikan satu buah rambut putih ditemani beberapa rambut hitam


Cerita Lainnya

Lihat Semua