Gustab

Ramadhani 29 Agustus 2017

Sebagai seorang Pengajar Muda (PM) saya mendapatkan tugas untuk menjadi seorang guru di sebuah sekolah dasar di Kampung Marau, Distrik Yapen Barat, Kab. Kep. Yapen. Nama sekolah tersebut adalah SD YPK Solagratia Marau. Kampung Marau merupakan kampung yang hanya bisa diakses melalui laut, tidak ada listrik, serta alat komunikasi di sini tidak berguna. Warga kampung yang terdiri dari sekitar 200-300 orang beragama Kristen, membuat saya serta beberapa tukang (kebetulan ada beberapa tukang yang sedang bertugas membangun gereja kampung) menjadi pemeluk Islam minoritas di kampung tersebut.

Mungkin itu cukup menjadi gambaran awal mengenai kampung tempat saya bertugas. Kali ini saya akan bercerita mengenai Gustab Mareriu atau biasa disapa Gustab. Dia adalah salah satu adik angkat dalam keluarga piara saya. Marga Mareriu bukan marga asli kampung kami. Mareriu merupakan marga asli dari Kampung Makiroan yang terletak di sebelah utara Pulau Yapen. Marga keluarga angkatku sendiri adalah Pairie.

Karena terdapat hubungan keluarga, maka Gustab diajak ke kampung kami untuk bersekolah. Di kampung asalnya, bocah sebelas tahun ini tidak bersekolah dan hanya bermain-main di pantai. Saat ini Gustab baru naik kelas 2. Beginilah potret dari masyarakat yang masih kurang sadar akan pentingnya pendidikan dan tugas kami sebagai Pengajar Muda untuk merubah hal tersebut. Kembali ke cerita mengenai Gustab. Bocah ini sangat aktif. Sering berlari di pinggir pantai ketika air laut sedang meti (surut) dan senang bermain kelereng.

Ada satu momen lucu yang pernah kualami yang disebabkan oleh bocah lincah ini. Ketika itu diriku sedang duduk di depan rumah bersama Mama Nyora (panggilan untuk istri kepala sekolah) yang kebetulan juga adalah ibu piaraku.

“Ko bawa kayu bakar, Gustab? (kau bawa kayu bakar, Gustab?)” Tanya Mama Nyora kepada Gustab yang kebetulan lewat di kolong rumah.

“Tidak.” Jawab Gustab sambil menenteng tumpukan kayu bakar di tangan.

“Ko bawa berapa? (Kau bawa berapa?)”

Lanjut Mama Nyora yang masih bingung dengan jawaban Gustab sebelumnya.

“Yo! (Ya!)” Sahut Gustab lagi tanpa menoleh sedikitpun.

Kami pun tertawa dengan jawaban Gustab yang tidak jelas.


Cerita Lainnya

Lihat Semua