Purnama Pertama di Papua
Dyah Ayu Kusumaningrum 1 September 2017Tubuhku tergoncang ringan ketika mobil yang kutumpangi menerjang jalanan bergelombang. Ku tengok sebelah kanan, purnama pertamaku sedang bersinar sempurna. Indah. Sinarnya membawa kesyahduan.
"Kitong su sampai di utara" suara mama piaraku membuyarkan lamunan. "Desa kita masih jauh kah mama?" Tanyaku sejenak. Kemudian mama menjelaskan dan menyebut beberapa nama desa yang sebenarnya tak begitu ku abaikan karena hari itu sudah malam, mata dan tubuhku sudah meronta minta ditidurkan. Iya, Malam itu aku berangkat menuju Sambrawai, desa yang akan kutinggali setahun kedepan. Pikiranku melayang, terbayang anak-anak yang akan menjadi murid sekaligus temanku nanti, keluarga baru yang akan menyambutku, dan warga desa yang akan menjadi tempat berbaurku.
Lagu-lagu papua mengalun merdu dari mobil yang kutumpangi. Sang sopir lihai memainkan kendali, menyebrangi sungai berpasir, tanpa jembatan. Hatiku bergejolak. Purnama pertamaku mengintip malu-malu dari balik pepohonan. Suara binatang malam tak mau kalah memekik di keheningan. Setelah melewati hutan dan sungai, "Ibu, kita su sampai" kali ini suara bapak piara sekaligus orang yang mempunyai jabatan tertinggi di sekolah tempat aku mengajar nanti, memecah keheningan. "Wah sampai kita pak, ini rumah kita?" Sahutku. "Iyo, kitong tinggal di sini" jawab bapak.
Tiba-tiba keluarga baruku menyambut hangat, membawa barang-barang masuk ke dalam rumah. Anak-anak mendekat malu-malu ingin berkenalan. Warga yang melihat kedatanganku ikut merapat. Purnama pertama di papua, berlalu sesempurna garis lengkung yang ia bentuk. Menakjubkan. Ku harapkan demikian untuk purnama-purnama selanjutnya.
Sambrawai, 9 Juni 2017.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda