Pengalaman adalah Piala Mereka yang Tak Terbeli
Ade Putri Verlita Maharani 10 September 2017“Ibu, aku nak pulang, dem nggak kuat lagi (re: Ibu, aku mau pulang, sudah tidak kuat lagi),” rengek Neni, salah satu murid yang mabuk kendaraan selama perjalanan menuju lomba PBB tingkat kecamatan. Peluh di mukanya sudah penuh dan tangannya memegang erat tanganku, meminta pertolongan.
Kejadian mabuk darat ini dialami hampir setengah pleton anak muridku yang berangkat lomba ke kecamatan tanggal 16 Agustus 2017. Selama ini, mereka jarang sekali bepergian ke luar desa. Di samping itu, ini adalah pengalaman pertama mereka mengikuti lomba tingkat kecamatan. Bahkan sebagian dari anak-anak ada yang belum tahu rupa kantor kecamatan mereka seperti apa.
Lomba PBB tingkat kecamatan sebagai peringatan HUT RI ke-72 ini diumumkan cukup mendadak, H-3 sebelum pengadaan. Sehingga tidak banyak persiapan yang bisa kami lakukan. Tapi beruntung waktu itu, karena kami sudah latihan PBB hampir setiap hari selama sebulan terakhir untuk persiapan upacara kemerdekaan. Pada waktu itu, kepala sekolah sempat ragu untuk mengirimkan para murid untuk mengikuti lomba ini karena alasan akomodasi yang tidak memungkinkan dan waktu yang terlalu mepet. Saya dan salah satu guru honorer berusaha meyakinkan bahwa sebaiknya anak-anak tetap dikirimkan sehingga bisa merasakan pengalaman lomba.
Dengan persiapan intensif kurang dari sehari, keesokan harinya berangkat-lah 2 pleton murid SDN Kembang Tanjung. Satu pleton laki-laki dan 1 pleton perempuan, berjumlah keseluruhan 25 orang. Mereka menuju kecamatan menggunakan mobil box semi terbuka pinjaman dari kepala desa. Jarak desa ke kecamatan sekitar 2 jam dengan keadaan jalan sebagian beraspal dan sebagian masih jalan tanah. Di awal keberangkatan, mereka masih sempat menyanyikan lagu-lagu nasional bersama di atas mobil. Tapi setengah perjalanan akhir menuju kecamatan, pemandangan anak-anak muntah menemeni perjalanan kami.
Sebelum berangkat lomba, saya sempat berpesan sungguh-sungguh kepada mereka. Bahwa tujuan kita kali ini bukan untuk menang, tapi untuk merasakan pengalaman dan mencari teman sebanyak-banyaknya, mengamati dan belajar banyak hal dari apa yang mereka lihat dan alami selama mengikuti lomba. Benar saja, di sana mereka melihat para peserta dari SD lain berpakaian lebih necis dan menarik, gerakan mereka lebih kompak, dan yel-yel mereka begitu menakjubkan. Tapi hal ini justru membuat mereka berceloteh riang sepulang dari lomba, berbagi pengalaman dan pengetahuan yang mereka dapatkan selama di kecamatan.
Sudah lewat 3 minggu setelah Lomba PBB diadakan, tapi belum ada pengumuman resmi dari kecamatan. Anak-anak penasaran menanyakan bagaimana hasil lomba mereka. Kemudian, tibalah sebuah piala ke sekolah, bertuliskan “Juara 3 PBB Putri”. Piala perdana kami tahun ini. Bukan main senangnya anak-anak, begitu juga saya. Ternyata begini indah rasanya, melihat anak-anak didik saya bisa menang lomba. Meski masih di tingkat kecamatan. Dan ternyata mendapatkan sesuatu tanpa diharapkan bisa mendatangkan syukur yang lebih mendalam.
Tapi di sisi lain, saya yakin jauh sebelum piala itu datang, anak-anak ini sudah menang. Menang melawan rasa penasaran mereka mengikuti lomba, menang melawan ketakutan mereka akan mabuk kendaraan, menang untuk menjadi percaya diri di antara para peserta lomba sekolah-sekolah lain, dan kemenangan-kemenangan lain yang dialami dari pengalaman mereka yang sangat subyektif, yang tidak bisa disebut satu persatu.
Jika boleh jujur, saya lebih memilih anak-anak ini bisa tumbuh menjadi pribadi yang bijak karena merasa dan kaya dengan berbagai pengalaman ketimbang menjadi pribadi yang kompetitif dalam menjalani hidup. Karena persaingan seringkali membawa kegelisahan, sedangkan pengalaman bisa mengantarkan mereka ke mana saja mereka mau.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda