Belajar manajemen keuangan dari Sidik

Tri Susanto 15 Maret 2015

“menteng....menteng...!!! buah menteng murah pak bu Cuma dua ribu satu bungkus...” teriak nya dihari minggu dibawah terik sinar matahari tanpa alas kaki

Muhammad Sidik namanya murid saya kelas V yang paling rajin masuk sekolah ini bahkan dia selalu menjemput saya di pagi hari padahal jam tangan masih menunjukan angka 06.15 WIB kalau dipikir-pikir rumah sidik lumayan jauh melewati 2 desa terlebih dahulu dengan jalan rusak dan becek.

Saya sudah menyarankan dia untuk menunggu disekolah saja, tapi tetap saja kalau tidak menunggu saya didepan pintu dia tunggu di gang masuk sekolah.

Menteng yang dijualnya tidak laku jelas saya buah yang asem ini kalah pamor dengan buah rambutan dan duku yang sedang musim.

Menteng yang dijualnya adalah titipin tetangganya yang mempunyai kebon, sidik selalu berusaha untuk bisa membantu keluarganya, dirumah ia hanya tinggal dengan nenek serta kakaknya yg sekarang berada di kelas VII SMP, bapak ibu nya kerja di rangkas. Kadang kakaknya menyusul kerangkas hanya untuk meminta Uang walau terkadang dengan tangan hampa.

Bukan sidik namanya kalau ia bergantung pada ibu bapaknya yang jarang menjenguknya didesa. Sidik sepulang sekolah membantu nenek disawah milik orang lain,ngangon kambing orang lain,bahkan warga yang mempunyai kebun selalu meminta sidik untuk menjual hasil panen, mulai dari jatake,daun dangder,kelapa, rambutan, duku dan bahkan sidik kalau tidak ada yang menitip jualan ia mencari belut dan bungkreng (ikan kecil2) untuk dijual.uangnya ia kumpulin untuk jajan dan keperluan sekolah.

Sidik jajan tidak menentu jika ada uang ia jajan namun jika tidak dia hanya minum air yg selalu dibawanya saat sekolah, biasanya kalau ia tidak jajan teman-temanya membagi jajananya.

Saya kagum dengan sidik ketika ada salah satu orang tua murid kena musibah dan tim pengumpulan dana sumbangan masuk ke kelas V untuk meminta sumbangan sukarela sidik mengeluarkan uangnya dan memasukan kedalam kotak amal

Setelah tim pengumpulan dana yang beranggotakan kelas VI saya mendekati sidik. “sidik punya jajan kan?” tanyaku pelan

“ punya pak nih gopek buat beli gorengan”jawab sidik pelan

“ emang bawa berapa?” tanyaku penasaran

“Cuma seribu pak”jawabnya lagi

“oooohhh begitu”

“tenang pak saya udah biasa g jajan kok pak, mungkin uang tadi lebih dibutuhkan ke yg meninggal”

Rasanya adem sekali mendengar komentar ini padahal saya melihat ada banyak anak yang jajan dengan nominal lebih besar tapi tidak menyumbang.

Kelas V selalu mengumpulkan uang kas sebesar Rp 500,- perminggu nya, uang kas digunakan untuk keperluan pratikum, sampai untuk kunjungan kalau ada teman yang sakit. Setiap saya melihat laporanya saya melihat sidik selalu lunas bahkan ketika iuran seribu sehari untuk membeli atribut dia lah murid yang konsisten membayar seribu sehari sampai sepuluh hari.sebenarnya saya bisamelunasin utang sidik tapi sidik menolak nya.

Ketika saya tanya uang dari mana  dia menjawab kalau dapat uang dari bapaknya yang dititipkan keneneknya dan hasilpenjualan langsung dibayarkan  karena atribut dan uang kas itu  dianggap hutang olehnya dan harus dilunasin sisanya baru untuk jajan. Bahkan sidik tidak pernah pinjam alat tulis ke siapa pun karena dia mempunyai lengkap.beda dengan teman yg lain yg lebih memilih jajan ketimbang membeli alat tulis.

“kata bapak saya kalau keperluan sekolah itu nomor satu harus dilunasin pak, karena hutang harus dibayar terlebih dahulu,sisanya baru untuk jajan dan ditabung  “jawabnya Haaaaa....nak bapak malu bahkan bapak suka mengulurkan waktu jika ada utang bahkan lupa kalau tidak diingatkan. Sidik juga tipikal orang yang hemat jika dapat uang tidak langsung dihabiskan beda dengan gurunya ..ah jadi malu lagi loh dik...bapak ini

 

Oh iyah sidik ini jawara kedisplinan dan kebersihan loh dikelas V kalau ada sampah tanpa disuruh diambil dan bersihkan walaupun dia tidak piket.

Terimakasih sidik 


Cerita Lainnya

Lihat Semua