info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Sahabat Talang

Syamrotun Faudiyah 12 Oktober 2014

Bagi saya dan Hanif Azhar, Pengajar Muda (PM) di SDN 10 Rambang, kini ada tugas tambahan selain mengajar di sekolah tempat kami ditugaskan. Kini, kami juga menjadi bapak dan ibu post, perantara bagi murid-murid kami untuk saling berkirim surat.

Saling berkirim surat dan bersahabat pena, bagi para murid di sekolah penempatan PM bukanlah hal baru. Di sekolah kami, banyak terpajang foto-foto dari Maluku Tenggara Barat. Ya, mereka telah terbiasa saling berkirim surat dengan kawan-kawan di timur Indonesia sana. Saling bercerita bagaimana rasanya hidup di antara perkebunan karet dan begitu antusias untuk mendengar cerita anak-anak pulau. Pun begitu kiranya murid-murid di berbagai sekolah penempatan PM.

Sama seperti kita, orang dewasa, anak-anak memiliki antusiasme sama besarnya ketika bertemu orang baru. Antusiasme itulah, barangkali, yang pada akhirnya membawa mereka untuk saling berkirim surat, dengan cukup intens. Kian sering bertanya, kapan Pak Hanif ke talang atau kapan saya ke Airguci, talang Hanif. Ingin mengirim surat, sekaligus deg-degan menunggu balasan.

Surat balasan atau surat baru juga begitu cepat jadi. Pagi hari saya kasih mereka surat, siang hari surat balasan sudah menumpuk. Siap diantarkan segera. Walaupun tentu saja, waktu itu akan datang kalau saya dan Hanif bertemu, entah kapan. Mungkin dua hari lagi, mungkin seminggu lagi, mungkin dua minggu lagi, atau mungkin sebulan lagi.

Secara jarak, lokasi penempatan saya dan Hanif tidak terlalu jauh. Kami sama-sama tinggal di talang, perkampungan di tengah perkebunan karet, hanya berbeda dusun saja. Pada musim kemarau seperti sekarang, ketika jalanan begitu nyaman untuk dilewati, jarak tempuh talang saya ke talang Hanif hanya sekitar satu jam. Melewati jalan dusun yang sedikit berputar ataupun melewati jalan kebun, yang hanya lurus saja namun rawan kesasar dan kehilangan arah, tetap sama-sama sekitar satu jam. Sangat dekat, bahkan.

Sejak PM angkatan awal, kami sudah terbiasa untuk saling berkunjung. Dengan ataupun tanpa mengajak anak-anak. Ketika mengajak anak-anak, biasanya telah disiapkan semacam kompetisi ataupun permainan untuk dilakukan bersama-sama. Mulai dari pertandingan bola voly, sepak bola, juga kemah bersama. Tapi sepertinya, bagi anak-anak yang kini sedang gandrung berkirim surat itu, persahabatan mereka terjalin lebih akrab ketika kami mengajak mereka saling bermalam pada kegiatan pesantren Ramadan beberapa bulan lalu.

Dalam kegiatan pesantren Ramadan yang juga diinisasi oleh teman-teman Relawan Peduli Pendidikan (RPP) itu, kami sengaja ingin mengajak anak murid kami untuk ikut serta. Tentu ini sangat menyenangkan, saya akan mengajak anak-anak saya bermalam di talang Hanif dan mereka juga antusias. Mengingat sebelumnya, anak-anak talang Airguci sudah pernah berkemah bersama di talang kami. Pertanyaan selanjutnya muncul, jika sebelumnya mereka mendirikan tenda, kini di mana mereka akan tinggal? Pilihan pertama tentu masjid, karena memang kegiatan pesantren Ramadan-nya juga berpusat di masjid talang. Tapi kemudian ide itu datang, Hanif menyiapkan tempat tinggal untuk bermalam di rumah murid-muridnya. Saya hanya perlu memastikan berapa jumlah anak perempuan dan berapa jumlah anak laki-laki, serta meminta izin pada orang tua anak-anak.

Sejak itulah, mereka menjadi lebih saling mengenal. Terlebih ketika kegiatan yang sama juga dilakukan di talang saya. Hanif mengajak serta anak-anak muridnya. Dan serunya, tanpa saya minta, anak-anak langsung mengajukan diri, mengajak kawan-kawannya dari Airguci untuk bermalam di rumahnya. Kedekatan mereka tak dapat dilawan lagi. Kini mereka kian erat bersahabat.

Tidak banyak perbedaan di lingkungan saya dan Hanif tinggal. Pun bagi anak-anak, tak banyak perbedaan pada keseharian mereka. Mereka bermain permainan-permainan yang sama, mereka merasakan kemarau yang sama, mereka juga pergi ke kalangan (pasar) yang sama. Tapi justru itulah yang menjadi menarik dari persahabatan mereka. Mereka akan menemukan lebih banyak kawan untuk saling bercerita. Lebih nyata, lebih sederhana.

Jika ditanya apa isi surat mereka, kapan hari saya pernah iseng bertanya, macam-macam. Ada yang saling bertukar semangat untuk lebih giat belajar, menceritakan mimpi dan cita-cita mereka, saling bertanya ketika besar nanti mau jadi apa, menceritakan kegiatan sehari-hari mereka, dan ada juga yang saling jatuh cinta (eah!), menuliskan nama mereka diantara tanda hati, serta ada pula yang saling mengingatkan untuk tidak dulu berpacaran.

Saya kira hal itu wajar saja. Mengingat mereka yang saling berkirim surat memang murid-murid kelas besar yang sudah mulai saling suka dan paham perbedaan antara anak laki-laki dan perempuan. Saya senang ketika mereka menceritakan atau bahkan menunjukkan surat yang mereka dapat. Mereka bercerita, kalau kawannya mengingatkan untuk giat belajar atau untuk datang lagi ke sana. “Ayo Bu, kita ke Airguci lagi Bu, lomba badminton Bu?” ajak mereka. Atau kadang kami tertawa bersama ketika ada yang tersipu-sipu malu karena di suratnya banyak tanda cinta, sambil saya berkata, “Itu biar kamu semangat belajar. Nah, sekarang lebih semangat nggak?” Dan lalu dia akan menjawab, “Iya Bu...” sambil terus tersipu-sipu malu dan mengulum senyum.

Pada akhirnya, sama bagi setiap orang, seorang teman, kawan, sahabat, atau apa pun istilahnya, hadir untuk saling memberi semangat. Mungkin seperti kita yang membuka pesan di aplikasi chat dan menemukan kawan-kawan kita mengirim kalimat semangat, membuatkan gambar, atau juga mengirimkan lagu, agar kita lebih semangat lagi. Bahkan sekedar komentar, “Ditunggu ceritanya lagi!”, di media sosial ataupun blog ketika kita mengunggah foto atau tulisan tentang daerah penempatan, bisa membuat kita pulang ke dusun dengan senyum sumringah tak sabar masuk kelas, setelah sebelumnya sudah suntuk dan tak tahu harus apa ketika buru-buru pergi ke kota. 

Melalui selembar dua lembar tulisan ataupun gambar, anak-anak di sekolah saya dan Hanif sedang berkirim semangat yang sama. Kadang kami bercanda dengan para guru lain, jangan kaget kalau sepuluh atau beberapa belas tahun lagi banyak orang tua di talang kita saling berbesanan. Tapi lebih dari itu, diam-diam kami menyimpan harapan, agar persahabatan mereka terus menguat hingga tak terbatas waktu. Kami membayangkan, jika hingga besar nanti mereka terus bertukar semangat seperti sekarang.  

Kini mereka sedang saling mengingatkan belajar untuk Ulangan Tengah Semester (UTS). Bukan tidak mungkin, besok mereka akan mengingatkan untuk lebih giat belajar menjelang Ujian Akhir Semester (UAS), Ujian Sekolah, dan lalu saling memberi dorongan untuk melanjutkan ke SMP atau untuk terus berprestasi. Bahkan hingga lebih besar lagi, mereka terus bersahabat. Saling mengingatkan apa cita-cita mereka sejak kecil. Saling mendorong untuk menggapai mimpi dan cita-cita itu. Dan tentu, yang paling kami harapkan adalah, ketika mereka kelak melakukan hal-hal yang lebih lagi. Apapun itu. Hal-hal yang tidak dapat saya bayangkan sekarang. Karena bisa jadi hal-hal itu akan menjadi terlalu naif dan terlampau besar. Hal-hal yang cukup diucapkan dalam doa dan dibagi dengan orang-orang terdekat dan kawan-kawan mereka nanti.  Tak lain tak bukan, kawan-kawan mereka kini. Kawan-kawan di antara bangku-bangku mereka, kawan bermain mereka, dan juga kawan-kawan yang selalu mereka baca suratnya.

Semoga. Semoga.


Cerita Lainnya

Lihat Semua