Bernyanyi Bersama Pak Jali

Syamrotun Faudiyah 13 April 2015

Pak Jali datang membawa gitar. Tak lama kemudian, “Jreeeng...” panjang terdengar. “Payo kite belatih (ayo kita berlatih),” lanjutnya. Ia menarik kursi, duduk, memangku gitar berwarna cokelat tua. Anak-anak perempuan datang mendekat, berjajar rapi membentuk formasi.

 

 

Jangan Durhake

 

Gi kecik, waktu kite masih gi kupek

Ditimang-timang, dimanja-manja

Disayang-sayang, leh endong ngan bapang

 

La besak, mangke kite sekendak-kendak

Marah-marah, ngegak-ngegak

Gara-gara, dek dituhuti kendak

 

Gi kecik, waktu kite masih gi kupek

 

Ndai dalam kandungan

Kite disayang-sayang

Ndai kita dek kenyang

Ilok die dek makan

 

Besak pengorbanannye

Le ndak ngidupi kite

Jangan sampe kite

Nyakiti hatinye...

 

Jangan sampai kite jadi anak durhake

 

(lihat penampilang Jangan Durhake - Siswa SDN 03 Rambang (Kelas Jauh) & Pak Mujali Taufik di https://youtu.be/do5i-5NQ6fQ )  

 

Demikian lirik lagu ciptaan Pak Jali, guru di SDN 3 Rambang (Kelas Jauh). Sebuah lagu yang manis dalam Bahasa Rambang. “Jangan Durhake” bercerita tentang kasih sayang orang tua ketika merawat dan membesarkan buah hatinya. Karena besarnya kasih sayang orang tua itulah, tak semestinya anak-anak menjadi “durhake” pada orang tua.

Jika diterjamahkan dalam Bahasa Indonesia, seperti ini maknanya: Ketika kecil, ketika masih bayi// Ditimang-timang, dimanja-manja// Disayang-sayang, oleh Ibu dan Ayah// Setelah besar, kita bertingkah semaunya// Marah-marah dan membentak// Gara-gara, ingin tak terpenuhi// Ketika kecil, ketika masih bayi//  Sejak dalam kandungan, kita disayang-sayang// Bila kita tak kenyang, bisa dia tak makan// Besar pengorbanannya, untuk menghidupi kita// Jangan sampai kita menyakiti hatinya// Jangan sampai kita jadi anak durhaka...//

Awalnya, lagu ini diciptkan oleh Pak Jali untuk acara pesta adat Rambang yang mestinya diselenggarakan di talang kami. Namun karena satu hal, acara pesta adat urung terselenggara. Lagu “Jangan Durhake” dibuat Pak Jali khusus untuk dinyanyikan oleh anak-anak. Tak heran, dalam lagu berirama melayu ini isinya sarat akan makna indah untuk menyayangi dan menghormati orangtua.

Tak perlu waktu lama sebelum “Jangan Durhake” menjadi hit paling populer di antara anak-anak di Talang Tebatrawas. Anak-anak mulai menghafalnya hingga di luar kepala. Sempat kecewa karena Pesta Adat dibatalkan pihak panitia. Tapi semangat muncul kembali, ketika kabar Ibu Shinta Paramitha, istri Bupati Muara Enim Muzakir Sai Sohar sekaligus Ketua Penggerak PKK Muara Enim akan datang ke Tebatrawas. Anak-anak akan menyambut kedatangan Bu Shinta dengan lagu mereka.

 

Pak Jali

Guru bernama lengkap Mujali Taufik ini memang biasa menciptakan lagu. Terutama lagu-lagu dalam Bahasa Rambang. Dua lagunya, “Gadis Gaul” dan “Manisan Cinta” pernah masuk dalam CD Kompilasi Lagu-lagu Daerah Rambang bersama penyanyi-penyanyi daerah lainnya. Dalam kompilasi ini, lagu-lagunya kebanyakan bercerita tentang kehidupan sehari-hari warga, baik dalam tema-tema general seperti cinta ataupun kehidupan sebagai petani karet alam.

“Manisan Cinta” misalnya, lagu ini bercerita tentang perjuangan seorang bujang untuk mendapatkan gadis pujaannya yang ternyata berakhir sia-sia karena si gadis memilih bujang yang lebih kaya. Ada pula lagu “Bujang Sareh”, yang bercerita tentang seorang bujang petani bagi hasil yang tak jua mendapatkan gadis impian, terlebih ketika harga karet jatuh perlahan-lahan.

Mendengar lagu-lagu dalam Bahasa Rambang menjadi satu pengalaman tersendiri yang unik. Karena memang saya besar dalam kehidupan Jawa yang kental, rasanya seperti mendengar lagu-lagu campursari yang lugas bercerita tentang apa saja. Jujur tanpa pretensi apa-apa selain bercerita tentang kehidupan sehari-hari sekaligus merayakan hari dengan bernyanyi. Bedanya, cengkok melayu yang kental memberi rasa tersendiri yang menyenangkan. Tak terkecuali ketika mendengar Pak Jali bernyanyi dan berlatih bersama anak-anak. Ada yang begitu khas dari Tebatrawas.

Di sekolah, Pak Jali mengajar anak-anak di Kelas 1. Ia sangat luwes menghadapi anak-anak yang beberapa di antaranya masih berusia 5 tahun. Sekali waktu ia bernyanyi-nyanyi, mengajak anak-anak bermain-main mengelilingi sekolah, namun tetap disegani anak-anak karena ketegasan dan disiplin yang diterapkannya. Selama masa berlatih dengan anak-anak, Pak Jali juga banyak mengoreksi kekompakan nada anak-anak dengan sloroh-sloroh lucu yang memantik tawa.

Selebihnya, “Jangan Durhake” seperti menjadi satu pengingat penting bagi anak-anak di sini, yaitu agar tidak menjadi anak durhaka dan menghormati orangtua. Saya ingat, ketika dinyanyikan untuk pertama kalinya, beberapa anak meneteskan air mata. Mereka terharu.

Siang itu, kami dari sekolah merasa bangga dapat menampilkannya ketika Ibu Shinta datang. Alasannya, anak-anak yang telah lama berlatih itu diapresiasi oleh tamu istimewa hari itu. Lebih bangga lagi, ketika lagu mereka disukai dan mereka dapat lepas bernyanyi. Bagi saya, hal ini lebih mengharukan. Kami membayangkan, bagi mereka, hari itu tak akan terlupakan.

Dan pasti juga bagi Pak Jali. []


Cerita Lainnya

Lihat Semua