Bintang Matematika

Suwanto 27 November 2014

Namanya Arif, lengkapnya Arif Rahmatullah. Dia anak terakhir di keluarganya. Masih Kelas 3. Perawakannya tinggi kecil, suka tidak pakai sepatu. Seperti kebanyakan anak kecil lainnya, Arif suka bermain-main sepulang sekolah. Cekatan sekali kalau sudah disuruh memanjat pohon. Dia juga piawai bermain kelereng dan karet.

Pertama kali bertemu dengannya, dia memang menunjukkan sisi ke-aktif-annya. Tidak bisa diam. Sorot matanya tajam dan matanya berbinar seketika melihat deretan angka-angka. Ya, Arif Si Jago Matematika. Setidaknya (agak) mirip dengan saya yang suka angka-angka dan permasalahannya. Orang tuanya bilang kalau Arif tidak bisa dibohongi kalau urusan menghitung uang – akan terus ditanya sampai jumlahnya sesuai.

Ketika kebanyakan anak seumurannya masih belajar bagaimana menghitung penjumlahan dan pengurangan memakai jari atau alat bantu hitung lainnya, Arif sudah  bisa berhitung tanpa bantuan alat hitung. Semacam membayangkan di dunia khayalnya sambil mengarahkan bola matanya ke atas dan mulut berkomat-kamit tanpa suara. Dan tiba-tiba “cling”, terlontar jawaban dari mulutnya. Ketika anak lainnya belajar penjumlahan dan pengurangan bersusun, saya mulai mengajarinya perkalian dan pembagian sederhana. Ketika anak lainnya masih asyik menerjemahkan bangun berarsir ke dalam bentuk pecahan, Arif sudah mulai saya ajari penjumlahan dan pengurangan pecahan. Bahkan Arif dengan mudah menyerap materi KPK, yang notabene baru akan diajarkan di Kelas 4, sehingga dia dapat menyelesaikan penjumlahan dan pengurangan pecahan berpenyebut berbeda. Atau dia dapat mengaplikasikan KPK dalam penyelesaian soal cerita ‘kapan mereka bertemu kembali’.

Dari pengamatan sejauh ini dalam proses belajar dan bermain, Arif suka dengan sains. Dia aktif sekali kalau sedang belajar matematika dan IPA. Wajar jika dia bercita-cita ingin menjadi astronot.

“Pa’e, saya pengin naik roket,” celotehnya ketika bermain alat peraga di sekolah.

Semoga cita-citamu tercapai, Nak, agar bisa melihat luasnya dunia ini dengan bijak. Agar kamu bisa menjadi inspirasi teman-temanmu di Tambora dan membuktikan betapa pentingnya pendidikan untuk masa depan. Terus belajar ya, Nak, teruslah mencintai ilmu pengetahuan.

“Mari belajar deret angka, Arif!” suatu hari di tengah teriknya matahari.


Cerita Lainnya

Lihat Semua