info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Babak Kehidupan Baru di Tambora

Suwanto 27 November 2014

Keputusan untuk menjadi Pengajar Muda agaknya bisa dibilang sebuah keputusan yang berani, lebih tepat kalau disebut sinting.

Awal berkenalan dengan Indonesia Mengajar ketika menjadi relawan Kelas Inspirasi di Pekanbaru pada Februari 2013. Berkesan. Dan hari-hari berikutnya seperti biasa disibukkan dengan rutinitas keseharian di kantor. Sampai suatu hari saya diberi tahu salah seorang teman untuk membaca buku karya salah satu alumni PM (Bayu Adi Persada) berjudul “Anak-Anak Angin”. Buku bersampul kuning yang bercerita pengalamannya menjadi PM di Halmahera Selatan, saya baca menjelang tidur. Saya menikmati setiap halamannya, saya seperti menjadi Bayu ketika berada di tanah Maluku. Sampai tidak terasa saya menghabiskan buku itu dalam semalam. Kecepatan baca super cepat, jika mau dibilang (hiperbolis) mendekati kecepatan cahaya. Timbul pertanyaan, “Kalau Bayu bisa begitu, kenapa saya tidak bisa?”

Secara impulsif, saya memberitahu teman tentang ketertarikan menjadi Pengajar Muda.

Speechless”, katanya dalam sebuah pesan singkat.

 Beberapa teman dekat kurang lebih merespon hal yang sama: kaget, bengong, tapi mendukung. Orang tua sengaja tidak saya kasih kabar, akan berefek bertanya setiap kali saya telepon tentunya.

Saya memberanikan untuk mengisi formulir pendaftaran PM Angkatan VIII. Cukup melelahkan. Beberapa pertanyaan harus mengorek-orek memori lebih dalam karena sudah ditumpuki banyak files baru.Saya pencet tombol enter, dan terkirimlah aplikasi pendaftaran PM. Sampai hari pengumuman untuk mengikuti seleksi berikutnya, tidak ada perasaaan yang menggebu-gebu. Tidak ada perasaan terbebani untuk lolos menjadi PM. Semuanya berjalan normal.

Setiap tahapan proses seleksi selalu saya informasikan ke penyelia saya. Alhamdulillah penyelia mendukung niat saya, termasuk mengizinkan saya untuk mengikuti DA (Direct Assessment) dan MCU (Medical Check Up) – dua tahapan seleksi setelah pengumuman tahap seleksi pertama. Satu hal yang saya rasakan selama mengikuti setiap tahapan seleksi ini adalah saya menjalaninya lancar-lancar saja, sampai akhirnya saya dinyatakan sebagai CPM VIII. Saya hubungi orang tua, awalnya alot akhirnya menyetujui. Ketika memberi tahu teman tentang keputusan ini, ada yang merespon “Yakin kamu mau jadi guru?” atau “Serius kamu mau meninggalkan pekerjaanmu?”, tapi tak jarang yang bilang “Saya mendukung!”

Terkadang dalam hati kecil muncul juga pernyataan: “Apa saya sudah gila mengambil keputusanku ini? Salahkah saya mengambil keputusan ini?”

Pelan-pelan saya menemukan jawaban dari pertanyaan di atas. Pelatihan intensif dua bulan sebelum penempatan banyak membukaan cakrawala pikir saya, terlebih dalam aspek pedagogis, psikologis, dan kepemimpinan. Saya yang selama ini kebanyakan bercengkerama dengan ilmu alam dan angka-angka harus putar haluan mengunyah dan menelan ilmu sosial sampai remah-remahnya.

Sekarang sudah 5 bulan lebih di penempatan. Saya menikmati setiap jejak kaki melangkah. Saya bertemu dengan anak-anak yang dididik dengan alam – yang energinya tidak ada habisnya: lari sana, lari sini, loncat, tiba-tiba sudah di atas pohon, bergelantungan di ranting. Saya bertemu masyarakat yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai bermasyarakat seperti gotong royong. Saya menikmati alam Indonesia dan gemerlap bintang di langit yang indah tanpa polusi udara dan cahaya. Saya bisa menikmati minum kopi hampir di setiap kali kunjungan ke rumah warga.

Saya belajar banyak disini. Tak dipungkiri hidup disini tidak melulu soal kebahagiaan dan keindahan. Tapi saya belajar untuk menghadapi sendiri masalah dan menyelesaikannya. Saya belajar bermasyarakat, belajar memahami budaya baru, dan belajar menjadi orang tua yang harus menghadapi berbagai tingkah-polah anak-anak.

Pada akhirnya saya bersyukur menjadi bagian dari Indonesia Mengajar. Bahwa anak-anak itu adalah bintang yang harus terus  dipantik energinya agar terus bersinar. Bahwa anak-anak itu adalah cerminan masa depan Indonesia yang harus dibina bersama. Ini adalah tanggung jawab bersama bangsa Indonesia.

Pelan-pelan saya seperti berkaca pengalaman masa kecil ketika melihat tingkah polah anak-anak: berlari dan berguling dalam debu, bergelantungan sana-sini, bermain karet dan kelereng.

Indahnya masa anak-anak!


Cerita Lainnya

Lihat Semua