info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

"Entrepreniur Cilik itu Yani”

Doni Purnawi Hardiyanto 27 November 2014

Saat ini adalah lima bulan aku berada di penempatan, tempat yang banyak membuat aku belajar dan juga memahami arti setiap langkah yang akan aku putuskan. Tentunya selama lima bulan ini bukan berarti semua yang aku lalui semua sesuai dengan skenario dalam pikiranku. Banyak hal yang terkadang tidak bisa diterima oleh akal sehatku namun itu menjadi hal yang sangat unik untuk selalu aku kenang.

Perjalanan dalam mencari arti sebuah pengalaman tentunya terus aku lakukan, disini bukan berarti ketika aku datang dari kota semua yang aku bawa adalah hal-hal yang mereka tidak ketahui, dari sebuah refleksi dan meditasi yang aku lakukan di setiap malam sebelum tidur akhirnya aku dapat memahami. Sebab akibat yang menuntunku berada di tengah-tengah  mereka. Kali ini aku akan bercerita tentang kisah dan memori yang pernah aku alami saat aku sekolah dasar dulu.

Sebut saja dia adalah entrepreniur cilik dari Oi Marai. Dia adalah siswi kelas lima dan namanya adalah Yani. Sehari-hari memiliki semangat dan keceriaan yang sama dengan teman-teman yang lainnya. Namun perbedaan dengan teman-teman yang lainnya adalah bawaannya saat ke sekolah. Biasanya anak-anak hanya membawa satu tas yang disandang dibelakang atau di samping namun Yani berbeda dengan anak-anak lainnya. Ember yang berisi dandang kecil itu selalu diletakan di atas kepalanya. Bahkan tidak hanya dandang, bumbu tambahan untuk menikmati makanan ini selalu dibawa di atas kepalanya.

Yani adalah anak ke dua dari tiga bersaudara, apa yang dilakukan bukan semata karena orang tua yang menyuruhnya untuk berjualan melainkan kemauanya sendiri untuk belajar membantu orang tuanya dan menambah uang jajannya juga. Saat pelajaran mengenai cita-cita dia pernah menulis sebuah surat impian untuk menjadi pedagang yang sukses. Mungkin yang dia tahu sesorang yang kerjanya berjualan adalah pedagang. Akhirnya aku jelaskan tentang cita-cita menjadi pengusaha. Yani sempat binggung pada awalnya dengan kata wirausaha, namun setelah aku jelaskan dengan bahasa yang sederhana akhirnya dia bisa memahaminya.

Aktifitas jual beli yang biasa Yani lakukan ternyata memberikan dampak yang positif untuk keterampilannya dalam pelajaran. Saat teman-temannya yang kurang mampu mengingat dan menghafal perkalian, Yani mampu menghafal dan menjawab dengan lebih cepat soal yang aku lakukan. Setelah itu aku menjelaskan hal positif itu kepada siswa-siswa yang lain bagaimana proses pembelajaran itu sebenarnya tidak hanya sekedar apa yang Bapak atau Ibu guru berikan, namun mereka bisa mendapatkannya melalui hal-hal yang sering mereka lakukan salah satunya berjualan.

Sebenarnya sudah ada beberapa siswa yang ikut mendagangkan makanan saat di sekolah, namun kesungguhan dan impian yang tersimpan dari ember yang dibawa Yani ini menjadi kekuatan tersendiri bahwa dia akan menjadi anak yang sukses karena apa yang dia tanam saat ini akan menuai buah di masa yang akan datang.  Tidak hanya di sekolah, saat pulang sekolah dia tetap berkeliling menjual daganganya ke rumah warga dan saat waktu les tambahan sering membawa makanan yang akan dijualnya.

Kali ini aku menemukan semangat entrepreniur dari Yani. Dahulunya saat aku melakukan hal yang sama dengan Yani, aku hanya berfikir bahwa apa yang dilakukan hanya mencari uang untuk jajan. Namun Yani saat ini sudah mengerti sedikit arti perjuangan yang dia lakukan dan aku disini juga belajar mengenai semangat dari anak ini. Semagat untuk mencapai semua impian dengan setiap apa yang dikerjakanya. Kata-kata ini mungkin sering kita dengar namun saat keluar dari mulut kecillnya akan jauh berbeda “Saya tidak malu Pak, yang penting halal”, jawaban yang lugu dan jujur tanpa rasa malu.

Semua adalah belajar dan seorang Yani saja ingin belajar untuk menjadi anak yang berbakti dengan membantu orang tuanya. Aku menyadari disini tidak hanya sekedar apa yang bisa aku berikan namun menerima, menerima setiap ucapan yang muncul dari mulut jujur mereka tentang arti sebuah cita-cita. Salam hangat dari Oi Marai.

 

 


Cerita Lainnya

Lihat Semua