TRIMO

Sianghati 2 Oktober 2015

 

Trimo salah satu warga Indonesia yang belum mengenyam pendidikan dasar di Desa Pagar Dewa kecamatam Lubai Ulu , padahal umurnya sudah  cukup untuk duduk dibangku sekolah dasar.

Awal pertemuan kami di awali  pada saat saya menghadiri salah satu perpisahan murid skelas IV yang dirangkaikan dengan acara buka puasa bersama. Saat itu lah saya pertama kali  bertemu dengan Ibu Trimo yang terlihat sangat pendiam. Saya kemudian mengajak beliau untuk berkomunikasi, walaupun akhirnya yang terjadi hanya komunikasi satu arah. Ibu Trimo lebih banyak diam atau bahkan dia tidak memahami apa yang aku maksud.

Beberapa hari setelah kejadian tersebut, aku mencoba untuk berkunjung ke rumah Trimo, rumah yang berukuran kecil di tengah lahan yang habis dibakar untuk persiapan kebun karet. Saat itu saya melihat  sesosok anak yang sedang menggunakan baju berwarna putih yang biasa digunakan ke sekolah dengan bawahan celana pendek yang terlihat lusuh, yang membuat aku berfikir dia baru datang dari sekolah.

Salam yang terucap berkali –kali dari ku tidak dibalas oleh Ibu Trimo, membuatku berfikir beliau mungkin memiliki kepercayaan yang berbeda denganku. Maka setelah di izinkan masuk kedalam rumah yang beralaskan tanah, saya melihat sebuah lukisan Dewa Wisnu yang membuatku berfikir bahwa keluarga ini beragama Hindu. Kemudian aku bertanya ibu beragama hindu??, seketika ibu nya mengeluarkan suara “Islam”, sambil senyum yang terlihat seperti malu-malu.

Hasil dari kunjungan singkat ini menjelaskan bahwa Trimo belum bersekolah, dengan alasan dana dan kondisi tempat tinggal yang cukup jauh dari lokasi sekolah. Selain itu keluarga ini tidak memiliki kartu keluarga dan akte kelahiran dengan alasan pengurusan yang cukup mahal. Saya akhirnya menginisiatif untuk mengajar Trimo di sekolah namun tidak terdaftar sebagai salah satu murid disekolah.

Hari pertama disekolah cukup membuatku berfikir keras, karena kemampuan komunikasi Trimo dengan temannya belum ada. Trimo adalah anak yang jarang bergaul di dusunnnya, dia lebih sering membantu ayahnya ke kebon atau membantu ibunya berjualan ubi kayu keliling di Dusun tetangga. Jangankan mengenal angka atau huruf, menyanyikan lagu anak-anak pun Dia belum tahu. Hal aneh, ketika anak seperti dia bahkan tidak tahu cara tepuk tangan ataupu cara untuk menunjukan angka satu dengan jari.

Inilah Trimo salah satu aset bangsa, yang akan mempengaruhi masa depan Indonesia, sedang mencoba bergaul dengan teman-temannya. Mengumbar senyum ketidaktahuan, berjalan jauh menggapai pegetahuan dengan pakaian yang lusuh dibadannya.


Cerita Lainnya

Lihat Semua