ADA “MOTOCROOS” DI KEBUN KARET

Sianghati 9 September 2015

Pemandangan yang menakjubkan, angin bertiup pelan membuat dedaunan berguguran saling bersenggolan satu sama lain petanda alam sedang menyapa.

Urat tangan ini mulai terlihat, aku mulai menurunkan gas melewati jalan sempit beralaskan akar pepohonan disekitar kebun karet yang sedang menggugurkan daunnya. Kami tim motocroos cilik dusun 1 R, tujuan kami adalah mencari keberadaan rumah Joko. Sekilas tentang Joko, ia merupakan salah satu alumni dari SDN 30 Lubai kelas jauh yang pintar, tinggal bersama kedua orang tuanya bersama satu orang adik ditengah kebun kelapa sawit di dusun 3 R, yang ingin aku hadiah sebuah foto wisuda dirinya. Perjalanan dimulai dari dusun 1R menuju dusun 2 R berlanjut ke dusun 3R, perjalanan yang melelahkan yang mampu membuat puasa jadi batal ketika imam anak-anak ini goyah . Perjalanan panjang melewati jalan berdebu, menembus lorong-lorong sempit diantara kebun sawit beralaskan akar yang menjulan menembus tanah, akar yang mampu membuat ban motor kami melenceng dari sudut pandang target perjalanan kami.

Tim ini terdiri dari lima betino (perempuan dalam bahasa palembang) dan satu lanang sebagai ketua (Laki-laki), Lanang yang menemani kami  akrab di panggil Pak Aliq. Anak-anak perempuan yang ikut dalam tim motocroos ini , yaitu anak-anak yang  baru selesai menempuh pendidikan di sekolah dasar dan beberapa duduk dibangku kelas lima, akan tetapi mereka cukup tangguh mengenderai sepeda motor di jalan yang sempit beralaskan akar dengan kecepatan yang cukup tinggi.

Jika selama perjalanan saya hanya terdiam dan fokus pada jalan yang akan kulalui, maka anak-anak ini lebih banyak tertawa penuh semangat seakan–akan meraka sedang bermain di “gamezone”.  Perjalanan terus berlanjut, kami memasuki kawasan kelapa sawit yang ditandai dari pelepah yang mulai menyambar kepala kami ketika kami melewati jalur tersebut. Anak-anak ini melaju begitu semangat hingga tak sadar jika kami telah melewati jalur rumah Joko, ala hasil kami nyasar ditempat yang sepi yang hanya ada berdiri sebuah rumah ditengah kebun yang tidak berpenghuni. Pak aliq mengambil keputusan untuk mencari seseorang yang mungkin sedang bekerja di kebun, akan tetapi lama mencari tak seorang pun dijumpai. Langkah terakhir yang dilakukan adalah memutar balik perjalanan dan akhirnya suara teriakan terdengar “Ibu itu teman-teman Joko”, senyuman lebar pun mengembang dari bibir tim kami petanda perjalanan ini tidak sia-sia. Kami menuju anak-anak itu, betul saja dibalik kebun sawit ini berdiri sebuah rumah panggung milik orang tua Joko.

Sebenarnya tujuan saya berangkat kesana dan mengajak anak-anak yang lain yaitu untuk memastikan informasi kalau Joko ingin atau tidak ingin lagi melanjutkan sekolah. Dan ini kenyataannya, Joko tidak ingin lagi bersekolah dan lebih memilih untuk berjualan es di sore hari atau membantu ayahya berkebun kelapa sawit “kata adiknya”. Alasan yang cukup masuk akal ketika seorang anak lebih memilih untuk membantu orang tuanya, terlebih jika Joko memiliki rasa kasihan terhadap orang tuanya yang harus megurusi kebunnya sendiri, selain itu Joko juga harus mengantarkan adiknya ke sekelah karena jarak tempuh ke sekolah yang sangat jauh. Yang saya tahu Joko sedang di usahakan memperoleh beasiswa, orang tuanya mengizinkan dia bersekolah, guru-guru dan temannya tetap mendorong Joko untuk sekolah akan tetapi hanya satu jawaban yang sama yang selalu kuperoleh ketika saya bertemu denganya yaitu  “Saya Malas Bu.”


Cerita Lainnya

Lihat Semua