"Superman" su ada di Tanimbar

ShandyLeo Kristanto Marpaung 1 Juli 2015

 

Sedikit hentakan dan pengereman yang cukup keras, pesawat itupun mendarat di Bandara Mathilda Batlayeri. Setelah keluar saya baru menyadari betapa pendeknya runway dari bandara ini. Hanya 1200 meter, tanpa apron, sehingga pesawat tak bisa parkir terlalu lama. Bandara kecil yang dinamai dari seorang perempuan yang dalam keadaan mengandung dan sambil menggendong anaknya,  menembaki pemberontak di kalimantan dan gugur bersama 3 orang anaknya. Tak banyak orang yang tau tentang cerita dari perempuan ini, sama banyaknya dengan ketidaktahuan orang tentang tempat kelahirannya, tanah tanimbar. Akupun mungkin tidak akan tahu banyak jika saja kemujuran dan jalan hidup tidak membawaku kesini.

Tanah Tanimbar. Bumi duan lolat. Sepanjang jalan menuju kota, pemandangan hanyalah pepohonan rapat. Hutan di tempat ini masih sangat rapat. Aku merasa seperti berada dalam film pirates of the carribean, atau gorilla, bahkan saat baru melihat daratan tanimbar dari atas pesawat. Hutan yang rapat serta laut yang luas.

Kami disambut oleh sebuah jalan besar yang tertata rapi dengan kualitas baik, deretan gedung pemerintahan di kiri dan kanannya dan, saya pun berada di ibukota. Kota ini memiliki dua jalan poros utama. Satu jalan atas, tempt kantor pemerintahan, dan satu jalan bawah, tempat pusat perdagangan yang sebagian besar malah tidak dikuasai oleh orang asli tanimbar sendiri. Baik di kota, maupun di kecamatan yang pernah kudatangi sulit menemukan orang tanimbar menguasai perdagangan.

Saumlaki. Siapa pula lagi orang di bagian barat sana yang kalau tidak punya hubungan intim, pernah mendengar nama kota ini. Kita lupa mungkin bahwa indonesia bukan hanya jawa dan sumatera. Atau lupa bahwa indonesia adalah negara kepulauan. Sehingga banyak pulau – pulau di negara ini yang kita tidak pernah tau atau sadari keberadaannya. Padahal ada ribuan, ratusan ribu atau bahkan jutaan tumpah darah indonesia mendiami pulau – pulau itu. Kita akan tersadar dan berteriak ketika pulau – pulau itu diganggu oleh negara asing. Nasionalisme basa – basi.

Ada beberapa hal yang mengejutkan dengan orang – orang di tanah tanimbar ini. Orang – orang disini sangat super ramah, beda dengan bayangan tentang orang timur yang selalu digambarkan di indonesia barat sana. Kedua, orang – orang disini sangat menghargai perbedaan agama. Aku hampir lupa kalau selama 6 tahun mereka pernah bermandikan darah karena hal yang sama. Aku akan menceritakan dua hal diatas di kemudian hari. Ketiga, orang – orang disini seperti kehilangan kepercayaan terhadap kekuatan diri mereka sendiri sehingga mereka membutuhkan seseorang dengan kekuatan super untuk membawa mereka ke taraf hidup yang lebih baik.

“Daerah terpinggir”, begitu satu kalimat tertera di TOR suatu acara yang akan diselenggarakan di sini. “Daerah tertinggal” begitu tulisan tertera di satu mobil yang sering mengantar jemput kami. Banyak juga orang disini menyebut daerahnya terpencil tidak seperti di jawa. Pelabelan seperti ini senantiasa terlihat di beberapa kesempatan dan terdengar di beberapa diskusi atau obrolan dengan orang setempat. Apakah label itu sudah mereka terima dan menyebabkan mereka seperti hanya menerima keadaan mereka seperti ini, aku tidak tau.  Tapi di beberapa kali kesempatan aku merasakannya.

Kota – kota besar seperti jakarta atau kota – kota lainnya di jawa menjadi kiblat mimpi mereka. Tidak hanya orang biasa, tapi pejabat pemerintahan beberapa kali melontarkan impiannya ingin kotanya seperti di jakarta atau jawa. Hal yang menakutkan memang apabila kegandrungan terhadap jawa tidak dipikirkan secara kritis. Karena sebenarnya kota – kota itu memiliki masalah lebih kompleks daripada yang mereka hadapi akibat dari ketimpangan pembangunan dan pendidikan.

Tidak hanya sekali, tetapi beberapa kali aku mendengar dan merasakan ekspektasi mereka yang terlalu besar terhadap PM. PM seolah – olah satrio piningit, gatot kaca, superman, atau batman, yang datang, menyelesaikan masalah dan merubah hidup mereka. Kelihatan  dari perlakuan mereka yang mengagungkan dan melebih – lebihkan seorang pengajar muda, tidak hanya di desa tapi juga di kabupaten. Tentu tidak mudah memanajemen ekspektasi yang begitu besar.

Di satu kesempatan, di salah satu radio lokal, aku menjelaskan, bahwa kehadiran PM bukan untuk menyelesaikan seluruh masalah mereka. Karena memang, kami bukan seperti perusahaan punya pemerintah yang memiliki semboyan “mengatasi masalah tanpa masalah”. Orang tanimbar lah yang paling mengetahui tentang masalah mereka, dan paling berkompeten untuk menyelesaikan masalah itu. Pendekatan jawa atau sumatera tidak akan sama dengan pendekatan orang tanimbar. Menyelesaikan masalah dengan menggunakan sudut pandang dan pendekatan yang berbeda tentu akan lebih susah dan sulit untuk diterima. Tetapi mengkolaborasikan pendekatan dan sudut pandang itu akan membuat kita memiliki cara yang lebih beragam untuk menyelesaikan masalah itu.

Tapi memang, indonesia tidak pernah kehabisan orang hebat. Aku Masih menemukan orang – orang asli tanimbar yang bekerja untuk kemajuan daerah mereka sendiri. Bekerja dengan penuh semangat, tanpa pamrih untuk kemajuan tanah mereka melalui pendidikan. Mulai dari orang biasa, guru, hingga birokrat pemerintahan. Aku yakin semangat itu akan terus menyala dan selalu ada, seperti matahari yang terbit dari timur dan selalu ada. Dan sebenarnya mereka lah yang akan menjadi superman dan ksatria untuk daerah mereka seandiri. Dan bagi kita, keturunan indonesia barat, semoga kita sadar bahwa mereka juga indonesia, tumpah darah indonesia yang berada 0 km dari indonesia. Sehingga tidak ada alasan memencilkan, menjauhkan, meninggalkan dan meminggirkan mereka. Dan aku, aku bukan superman. Aku hanya seorang sarjana teknik yang sedang galau.


Cerita Lainnya

Lihat Semua