Seorang 'Pohon'

Say Shio 4 April 2014

Bukan, ini bukan sebuah tulisan tentang alam, atau lingkungan hidup. Tetapi tentang seseorang yang menjadi sebuah pohon :) Tentulah hal ini hanya terjadi di sebuath drama, tepatnya drama “Timun Mas”.

“Ibu, ayo kita latihan drama!” kata seorang anak perempuan, dengan suaranya yang khas. High-pitch.

Panggilanku berubah di sini, dari seorang Miss Shio di sekolah tempatku mengajar sebelumnya, menjadi Ibu Shio. Aku menikmati panggilan itu. Yang aku bingungkan, latihan drama? Maksudnya?

Waktu itu, aku baru dua hari tiba di desa, apa yang membuat anak ini yakin bahwa aku bisa membantunya dan teman-temannya.

Anak perempuan itu masih menunggu jawabanku. Tampaknya pernyataannya bukan sebuah pertanyaan, bukan ajakan. Tapi perintah. Dia memegang tanganku.

Aku beranikan untuk berkata ‘ya’ dan mengajak mereka latihan di luar. Di halaman rumah Ibu Badriah yang juga berfungsi untuk menanam bibit sawah. Kami pun latihan di atas batang kayu dan sebagian tanah yang agak keras. Latihan drama pun dimulai. Narator cilik sudah siap. Para aktris bersedia (Ternyata semua pemainnya anak perempuan). Mereka juga membagi kertas skenario padaku, supaya aku bisa mengikuti jalan cerita. Aku juga tak sabar melihat akting anak perempuan yang paling semangat untuk latihan itu.

Drama dimulai dengan adegan Bapak dan Ibu petani yang sedang merindukan anak. Percakapan berlangsung lancar. Wah, hebat mereka sudah hafal dialog dengan baik. Dan kemudian, adegan dilanjutkan dengan menanam bibit timun mas. Anak perempuan itu mulai bergerak. Sepertinya gilirannya tiba. Dan dia pun berdiri tegak di sebelah buah timun.

“Suatu ketika, betapa terkejutnya mereka karena melihat seorang bayi mungil di dalam timun tersebut.”

Setelah itu, dia keluar dari arena drama. Dan tidak muncul lagi hingga adegan terakhir. Aku melihat lagi kertas skenario drama di tanganku. Ramlah: pohon.

Dan aku sadar, perannya adalah menjadi pohon, yang berdiri dekat timun mas tumbuh. Hanya menjadi pohon? Mungkin saja itu sekalimat pikiran yang timbul di benak kita.

Menjadi pohon atau Timun Mas, menjadi peran utama atau sekedar ‘numpang lewat’, buat muridku, Ramlah, itu bukan alasan utama untuk semangat berlatih drama. Kesederhanaan dalam kesenangan, melakukan apa yang disenangi. Peran apapun bukanlah penentu utama kualitas semangat. Baik yang bertugas sebagai guru, sebagai penjual tempe, atau orang kantoran, yang membedakan adalah melakukan dengan semangat dan sepenuh hati. Bahkan, menggerakkan orang lain untuk bersemangat. Hari itu aku belajar banyak. Dari seorang anak berambut pendek bersuara lantang. Melakukan dengan semangat, tanpa melihat seberapa penting peran itu buat orang lain. Seperti kata Ramlah, yang penting: “Ayo, Bu, kita latihan!” :)

 

13 Maret 2013


Cerita Lainnya

Lihat Semua