Kata Sambutan
Say Shio 19 Maret 2014Di sini pukul 18.15, dan masih terang. Matahari masih memancar dan belum terlihat ingin beranjak. Sekarang sudah terdengar adzan maghrib, tapi senja masih cantik dengan awan biru-putih. Dan semburat sinar matahari yang mau pamit sebentar lagi. Seolah-seolah suasana summer tergambar setiap hari di desa Sungai Tuak. Jarang-jarang bisa menikmati senja yang diam seperti ini. Biasanya, anak-anak baru beranjak dari rumah ketika tanda-tanda malam mau hadir. Hari ini, jam Ilmuwan Muda (kelompok belajar dan eksperimen sains) berakhir lebih cepat dari biasanya karena tadi ada tanda-tanda ‘melok ni bosi’ – mau hujan. Akhir-akhir ini hujan suka turun tanpa ampun, begitu derasnya dan meniupkan ranting-ranting nipah di sana sini. Karena itu, tadi jam 5 anak-anak sudah waspada dan undur diri.
Setiap senja, ketika memandang pemandangan kehijauan dan kelemahlembutan gerak daun-daun kelapa dari jauh, selalu menerbitkan rasa syukur. Rasa syukur atas tempat berpijak dan berlindung. Sudah lebih dari dua bulan ‘menjelajah negeri impian’, sebutanku untuk Paser. ‘Negeri’ yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. ‘Negeri’ yang menjanjikan akan bertemu dengan saudaraku sebangsa dan setanah air. Yang kuyakini, sebagai rumah baru untuk belajar dan bermain.
Tanggal 25 Desember 2013, sekitar pukul 12.22, menyeberangi sungai Cadburry dengan perahu klotok, menuju desa Sungai Tuak. Nama aslinya sebenarnya adalah Sungai Kandilo, karena warnanya yang coklat mengkilap membuat tergoda untuk disamakan dengan nama coklat. Langkah pertamaku ditemani Tika, Pengajar Muda V yang sudah bertugas selama satu setengah tahun di desa tersebut. Bersama dengan barang yang bergunung (waktu itu aku belum terlatih dengan istilah ‘efisiensi barang’, sampai sekarang juga sih) kami menuju rumah yang dicat dengan warna kesukaanku. Hijau turqoise dengan pinggiran berwarna pink. Mungil. Manis.
Berkenalan dengan Ibu Disa, yang tinggal di rumah itu. Sebaiknya nanti ada cerita lengkap tentang beliau dan anggota keluargaku yang lain :) Dari rumahku, setelah menaruh barang-barang, aku dan Tika melangkah ke rumahnya. Kali ini, warnanya juga warna kesukaanku: jingga peach.
Dua warna itu, bisa jadi pertanda baik, bisa juga sambutan yang manis.
Sejauh ini, ‘Negeri Impian’ memenuhi janjinya. Bertemu dengan adik-adik yang selama ini aku ‘rasa’ kami berbagi satu tanah Indonesia. Sekarang, kami berbagi waktu, canda, es kelapa, ampalam, kemah, hujan, dan banyak hal yang lain. Bukan hanya sekedar rasa, tapi hari-hari yang nyata.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda