17 Agustus

Sandra Prasetyo 10 September 2011

Acara peringatan 17 agustus tahun ini sangat berbeda dengan tahun – tahun sebelumnya, 4 tahun terakhir aku memang tidak pernah upacara bendera, dan kali ini aku untuk pertama kalinya melaksanakan upacara bendera di suatu pulau kecil Indonesia, yang di peta Indonesiapun tidak ada pulau itu. Pulau itu adalah Wunlah, bagian dari Kabupaten MTB, tempat aku mengemban tugas selama 1 tahun ini sebagai pengajar muda.  Kali ini aku diundang oleh bapak camat Wuarlabobar untuk mengikuti upacara bendera, dan duduk di tribun undangan (seumur-umur belum pernah duduk di tribun undangan kalau upacara bendera 17 agustus, hehe). Setelah sebelumnya melaksanakan gladi resik, upacara bendera 17 agustus pun dimulai tepat pukul 10.00 WIT. Peserta upacara bendera disini dari semua elemen masyarakat, mulai dari pegawai, guru, siswa, perangakat desa dan masyarakat desa. Upacara berlangsung dengan khidmat, pengibadaran bendera berjalan dengan lancar, namun, entah kenapa ketika menyanyikan lagu Indonesia Raya, ada sesuatu yang berbeda dalam hati saya, hati ini rasanya gemetar dan sekaligus bangga melihat semua ini, melihat masyarakat yang jauh dari perkembangan ibu kota dan terpencil, namun mereka tetap dengan bangga dan suara lantang menyanyikan lagu Indonesia Raya, dengan segala keterbatasan mereka. Hal ini tidak pernah aku lihat ketika aku di jawa, ketika menyanyikan lagu kebangsaan pada saat upacara hanya berlalu begitu saja. Nasionalisme mereka patut diapresiasi.

Sore harinya adalah upacara penurunan bendera, dan aku masih melihat masyarakat dengan antusias datang kembali ke lapangan untuk upacara. Hal berbeda sering kita lihat di kota, ketika upacara penurunan bendera hanya sedikit yang datang. Malam harinya adalah acara TOS Kenegaraan, semacam acara minum minuman yang berwarna merah dan putih, kemudian melakukan Cheers stu sama lain. Acara berlangsung sangat larut sekali, pukul 21.00 WIT baru dimulai. Dalam dinginnya malam, yang ketika itu di termometer udaraku menunjukkan 17 derajat C, masyarakat masih juga antusias untuk datang menyaksikan acara ini, meskipun dengan berjaket tebal, mulai dari anak-anak sampai orang dewasa berkumpul di balai desaWunlah. Acara makan malam pun dimulai, dan semua undangan dan masyarakat tumplek blek di balai desa untuk makan bersama. Namun jangan khawatir, masyarakat disini sudah memisahkan makanan untuk yang beragama kristen dan islam, jadi dijamin kehalalannya.


Cerita Lainnya

Lihat Semua