info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Pertemuan Dengan Sang Pengabdi

Sabar Artiyono 27 September 2017

Pria tua itu keluar dari kamar kosannya bercat oranye. Dengan sedikit senyuman, dia mempersilakan tiga tamunya duduk di kursi ban. Dia langsung mengambil rokok di saku kirinya, kemudian membakarnya. Tamunya adalah orang baru, belum cukup satu bulan di Routa.

“Jadi ini acara untuk anak-anak SD saat 17an, Pak,” ucap tamunya setelah memperkenalkan satu per satu.

“Nanti saya sampaikan saat rapat guru se-kecamatan,” jawabnya singkat sambil batuk-batuk.

Di balik rautan wajah tuanya tersimpan ketegasan serta beribu kisah pengabdian. Senada dengan ucapannya yang dibalut dengan keserderhanaan.

“Saya mengalaminya dari bawah,” ucap kakek tua itu memulai ceritanya.

Semenjak tahun 1960an, dia sudah menapaki karirnya sebagai guru GTT. Secara bertahap dia akhirnya diangkat menjadi guru PNS, kepala sekolah, pengawas sekolah, UPTD Pendidikan Routa, hingga kini menjadi Camat Routa.

“Saya pernah diundang Pak Harto sebagai guru GTT terbaik di Jakarta,” ucapnya pelan tanpa ekspresi.

Kemudian dia menceritakan muridnya dahulu yang lebih besar daripada badannya. Pernah juga melerai pertarungan antar suku di kelas. Ya, dia pernah jadi ‘guru silat’ di sekolah.

Ketiga tamu tersebut langsung melebarkan senyuman dengan wajah terkagum-kagum.

“Sosok yang keren,” ucap salah satu tamunya dalam hati.

Setelah pertemuan itu, tamunya lalu menginap di rumah dinasnya di kecamatan. Rumah itu terpisah dari penduduk ataupun kantor-kantor. Sudah bertahun-tahun rumah itu kosong. Pejabatnya sering di kota kabupaten meski bekerja di Routa.

“Saya sedang mencari sejarah tentang Tolaki kemudian mengumpulkannya, sudah ada beberapa,” tuturnya di sela-sela menceritakan tentang penduduknya.

Begitulah pria tua itu, napasnya selalu menghembuskan perjuangan. Dia juga bertekad mengembalikan nama ‘Wiwirano’ (kini desa tersebut bernama Walandawe) ke kabupaten.

“Karena orang tua dulu sering pindah-pindah, nama desa asalnya dbawa ke daerah baru, saat pusat mendatapun salah karena pemekaran,” jelasnya.

Jiwa pendidikannya sudah melekat baginya. Terlihat dari cara berpikir dan memimpin acara HUT RI di kecamatan.

“Kalau tidak dibantu guru, panitia 17an bisa kacau, pejabatnnya tidak ada di sini,” komentarnya.

Kenyataannya memang seperti. Guru PNS se-kecamatan menjadi panitia inti sekaligus wasit. Mereka juga memimpin untuk membuat kesepakatan perlombaan antar desa. Wajar saja mereka ini pusing karena merangkap panitia untuk lomba anak SD.

Itulah sosok pengabdi di Routa. Suaranya tidak keras, tapi namanya selalu dikenang masyarakatnya. Oh ya! Namanya adalah H-A-L-I-M S.IP.

 

Semoga bapak tetap sehat-sehat naik turun perbukitan Routa!

Salam dari ‘guru magang’ SD Negeri Lalomerui

Sabar Artiyono 


Cerita Lainnya

Lihat Semua