info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Lebaran, Rendang, dan Memori Jangka Panjang Otak #3

Ryanda Adiguna 27 Juli 2014

Insya Allah Hari Raya Idul Fitri tahun 1435 H ini akan jatuh di hari yang sama, menurut rukyat pemerintah dan hisab Muhammadiyah. Keduanya sering berbeda pendapat dalam penentuan awal dan akhir ramadhan, karena yang 1 menggunakan metode hisab (menghitung) dan satunya lagi menggunakan metode rukyat (melihat). Jika awal ramadhan (puasa) jatuh di hari yang berbeda, maka akhir ramadhan (lebaran) akan jatuh di hari yang sama. Begitu juga sebaliknya, jika awalnya sama maka kemungkinan besar akhir ramadhan jatuh di hari yang berbeda.

Awal Ramadhan Beda, Lebaran Kompak

Kita lupakan penentuan puasa-lebaran dan biarkan itu jadi tugas Menteri Agama dan mereka yang berkompetensi. Saya akan bercerita tentang idul fitri pertama saya yang tidak bersama orangtua.

***

Di minggu ke 3 Pelatihan Intensif Pengajar Muda 8, kami mendapat materi dengan tema Brain-Based Teaching (BBT) oleh Pak Bobby Hartanto. BBT merupakan sebuah pendekatan dalam mengajar yang didasarkan pada penelitian terhadap cara kerja otak. Kami diberikan materi mengenai cara mengajar yang tepat sesuai dengan yang disukai oleh otak. Jika otak sudah menyukai suatu cara belajar, maka pelajaran akan lebih mudah diingat. Jadi, kalau selama ini kita belajar tapi tidak ada yang nyangkut di ingatan, mungkin cara mengajar dan belajarnya yang kurang tepat.

Otak Lebih Menyukai Bentuk dan Warna (Gambar) Daripada Tulisan

Pelatihan dibuka dengan instruksi untuk pejamkan mata. Saat memejamkan mata, kami disuruh membayangkan jeruk. Setelah cukup membayangkan, kemudian Pak Bobby menginstruksikan membuka mata dan menanyakan seperti apa jeruk yang kami bayangkan tadi. Hasilnya hampir semua membayangkan jeruk itu bentuknya bulat, warnanya oren atau kuning dan rasanya manis. Ada juga yang membayangkan warnanya hijau dan rasanya sedikit asam atau kecut. Ada juga yang membayangkan jeruk itu aromanya segar.

Kemudian Pak Bobby menanyakan, “Adakah yang membayangkan jeruk itu seperti kumpulan huruf J, E, R, U, dan K?” Tidak ada yang menjawab.

“Jadi kesimpulannya, otak manusia (kita) menyukai bentuk, rasa, aroma, dan warna. Otak kita tidak terlalu menyukai huruf, jadi jangan isi catatanmu hanya dengan huruf apalagi dari satu warna pulpen. Mulai sekarang, gunakan bermacam-macam warna dan bentuk untuk membuat tulisan, catatan, menghias kelas, ruang belajar, dll. Sehingga suasana belajar akan lebih menyenangkan.”

Semakin Diulang Semakin Diingat (Memori Jangka Panjang)

Kemudian Pak Bobby melanjutkan pertanyaan, “di sini siapa yang masih ingat tentang pengalaman saat dahulu kala? Mungkin pengalaman paling menarik, kisah cinta, guru favorit, teman terbaik, mantan terindah (eh), kejadian memalukan, dll yang sampai sekarang masih diingat?” Sebagian besar mengangguk dan senyum-senyum tanda ingat.

Pertanyaan selanjutnya, “Siapa yang masih ingat pada tanggal (beliau sebutkan tanggal secara acak), saat itu makan siang dengan lauk apa?” Hampir semuanya menggelengkan kepala sambil senyum-senyum sendiri tanda tidak ingat.

“Kalau kemarin siang masing ingat makan pakai lauk apa?” Semua menjawab “Ingaaaaat”.

“Caranya agar sebuah informasi (pelajaran) bisa diingat dalam waktu lama, masukkan dia ke dalam memori jangka panjang dengan rumus 10-24-7. 10 adalah menit, 24 adalah jam, 7 adalah hari (minggu). Lakukan pengulangan atas pelajaran yang diberikan setelah 10 menit, kemudian setelah 24 jam, dan selanjutnya setelah 1 minggu. Lebih sering diulang maka akan semakin besar peluangnya untuk masuk ke memori jangka panjang.”

Semoga penjelasan singkat di atas dapat dipahami :D, karena saya pun lupa-lupa ingat tentang detail materi BBT tersebut karena jarang diulang ;). Jika masih kurang, bisa dibaca di sini dan tentunya bisa mencari di google, yahoo, bing, dan mesin pencari lainnya.

Sesuatu yang dilakukan berulang-ulang akan berpeluang masuk ke memori jangka panjang. Untuk mengaksesnya kembali dibutuhkan waktu. Karena bentuk penyimpanan memori jangka panjang berbentuk frame/kerangka. Menurut tulisan di link tersebut, untuk mengakses kembali memori jangka panjang dibutuhkan pemanggilan informasi dengan bantuan petunjuk.

Misalnya kita akan mengingat jalan ke sebuah tempat yang sudah lama tidak didatangi. Otak akan memproses secara perlahan. Kita mengingat dulu jalan masuknya dari mana, ada gedung apa saja di dekat tempat itu, ada berapa lampu merah yang dilewati, jumlah persimpangan jalan, pos polisi, dst. Begitu juga saat mengingat orang, otak merekonstruksi seperti apa ciri-ciri fisiknya, kebiasaannya, teman dekatnya, keluargnya, asal sekolahnya, dst. Juga saat mengingat orang yang disayang seperti keluarga dan kekasih hati (ehem). Kesimpulannya (menurut link di atas), kapasitas memori jangka panjang manusia sangat besar dan tidak terbatas. Hanya untuk memasukkan informasi ke dalam sana harus melalui proses pengulangan yang tidak cukup sekali.

Lebaran dan Menggali Memori Jangka Panjang

Kami PM 8 yang merayakan lebaran idul fitri tahun ini terpaksa tidak bisa pulang untuk berkumpul dengan keluarga dan teman-teman, karena memang itu peraturannya. Jika tidak terima, ya siapa suruh dulu mendaftar jadi Pengajar Muda ;). Tetapi bukan disitu masalahnya, saya teringat dengan cara kerja otak memori jangka panjang di momen lebaran seperti ini di sini.

Di momen puasa dan lebaran tahun ini saya merasa lebih sering merenung dan mengingat kembali lebaran-lebaran saya sebelumnya. Maklum, ini akan menjadi lebaran pertama saya tidak bersama orang tua dan tidak di rumah. Saya merasa saat-saat ini otak lebih sering mengakses ingatan di memori jangka panjang.

Saya teringat tentang rendang yang jadi menu wajib harus ada saat lebaran karena orangtua saya terlahir Minang. Menu tambahan seperti lontong, ketupat, sate, soto, nastar, putri salju dan semua makanan/kue yang biasanya ada di rumah-rumah mereka yang merayakan lebaran. Ingatan itu muncul karena lebaran di Desa Laju -desa penempatan Indonesia Mengajar Saya­- ini tidak ada tradisi membuat rendang. Mungkin karena mereka bukan orang minang :D. Karena memang, dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung.

Mungkin perasaan seperti ini yang dirasakan para perantau yang tinggal jauh dari kampung halamannya. Yang tidak bisa pulang (mudik) saat lebaran dikarenakan bermacam alasan. Mungkin perasaan ini yang menjadi motivasi kenapa setiap tahun selalu ada kegiatan yang bernama mudik menjelang lebaran. Tidak peduli harus keluar uang banyak, tenaga, waktu, capek, letih, dll. Yang penting bertemu keluarga dan menghidupkan kembali memori lama. Tetapi apapun itu, semua yang ada disini akan menjadi sejarah hidup saya dan saya yakin akan dengan mudah masuk ke memori jangka panjang saya dalam bertahun-tahun mendatang.

Merantaulah (Imam Syafii)

“Merantaulah, kau akan temukan pengganti keluarga, kerabat, dan teman yang engkau tinggalkan. Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang. (Imam Syafii)”.

Yang tidak bisa pulang untuk bertemu keluarga, maka percayalah akan kau temukan pengganti keluarga, teman, dan kerabat. Selamat lebaran salam hangat dari Dana Mbojo (Tanah Bima). Tahun ini saya akan lebaran di sini bersama keluarga, kerabat, teman baru yang sudah saya temukan.

Selamat Hari Raya Idul Fitri, dari kami yang tidak mudik

Minal 'Aidin wal-Faizin, mohon maaf lahir dan batin.


Cerita Lainnya

Lihat Semua