info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

The Un-great Teacher Roy

Roy Wirapati 2 November 2010
Selasa, 26 Oktober 2010 Hari kedua pun tiba. Hari ini aku lebih percaya diri dari kemarin. Keberhasilanku yang kemarin telah membesarkan hatiku. Sayangnya, terlalu besar, aku melewatkan gambar besar dari keberhasilanku kemarin. Aku pun telah siap untuk berangkat lebih awal dari kemarin. Malam sebelumnya aku tidak begadang, sehingga hari ini aku cukup segar. Hal ini semakin mempertebal rasa percaya diriku. Kami tiba di sekolah lebih cepat dari kemarin, kali ini tepat waktu saat bel berbunyi. Hari ini kumulai dengan mengobservasi ketiga sahabat sekelompokku: Rangga, Tika dan Nanda. Mereka mengajar dengan luar biasa. Rangga dengan analogi-analogi-nya yang exceptional dan sangat menancap di hati, Tika dengan wibawanya yang mampu menarik siswa untuk aktif menjawab pertanyaannya, dan Nanda dengan penguasaan ruang kelas yang luar biasa. Aku sangat kagum dengan mereka semua. Aku mencoba untuk mengambil satu per satu kelebihan mereka semua. Kucoba sedikit meramu kembali isi kepalaku dengan sentuhan-sentuhan mereka untuk semakin memperkuat RPP-ku. Akhirnya giliranku tiba. Aku memulai hari ini dengan cara yang sama dengan kemarin, tetapi dengan sedikit modifikasi. Semuanya berjalan lancar hingga saat ini. Kemudian pelajaran inti kumulai dengan bernyanyi lagu tentang “Pecahan” karena itulah topik Matematika Kelas 4 SD yang kubawakan hari ini. Semua masih berjalan lancar. Siswa-siswa masih aktif mengikuti pelajaranku. Hingga akhirnya aku membagi mereka dalam kelompok dan melakukan aktivitas kelompok. Semua awalnya masih berjalan lancar, sangat lancar. Hingga akhirnya terjadi sesuatu yang memutarbalikkan seluruh keadaan secara signifikan. Salah seorang siswa laki-laki mencubit teman perempuannya hingga menangis. Aku pun dengan usaha keras berusaha mendiamkan siswa perempuan tersebut dan membuat siswa laki-laki tersebut meminta maaf. Ternyata membuat siswa laki-laki tersebut, Acep namanya, sangatlah sulit. Saat kunasehati, dia hanya tersenyum-senyum malu-malu saja. Sedikit pun dia tidak mau menjabat tangan dan meminta maaf pada siswa perempuan tersebut, Erna namanya. Hal ini berlanjut beberapa waktu di mana aku secara sisa-sisa membuat Acep meminta maaf pada Erna. Aku hanya berhasil membuatnya menjabat tangan Erna tetapi tidak meminta maaf. Akhirnya Tika mengambil alih peranku untuk mendamaikan mereka sementara itu aku berusaha mengkondisikan kelas. Sedikit banyak, aku merasa gagal menjadi seorang guru saat itu. Aku gagal mendamaikan siswa yang sedang berselisih. Guru macam apa aku? Dengan sedikit kalut, aku melanjutkan pelajaran dan menyadari bahwa aku telah menghabiskan sangat banyak waktu di untuk mendamaikan mereka. Akhirnya hancurlah sudah RPP-ku. Aku terpaksa mengubah pola belajarku menjadi klasikal yang cenderung membosankan dan sentralistik pada guru. Dengan berantakan aku mengajar. Murid-murid mulai tidak konsen dan sulit menangkap pelajaran. Mereka mulai gaduh dan berlarian ke sana kemari. Kelas mulai kacau. Aku tetap berusaha tenang. Tetapi, memang aku sudah gagal untuk hari ini... The Great Teacher Roy is not great today. In fact, I messed up... Akhirnya kusadari dua buah kesalahanku. Pertama, aku tidak mempersiapkan RPP dengan baik. Aku tidak melakukan trial and error terhadap RPP-ku melalui visualisasi seperti malam sebelumnya. Sehingga, aku tidak memperhitungkan Danger and Disaster yang terdapat dalam proses pembelajaranku. Kedua, aku sama sekali tidak orisinil. Aku berusaha membekali diriku dengan gaya-gaya milik rekanku. Padahal, seharusnya aku memiliki gayaku sendiri, seperti GTO yang memiliki gayanya sendiri. Akibatnya, aku kurang menguasai gaya tersebut. Tidak ada ahli bela diri yang lebih buruk daripada ahli bela diri yang menggunakan jurus pamungkas yang tidak dikuasainya. Jurus tersebut akan berbalik pada dirinya sendiri. Aku pun pulang dengan tubuh cukup lemas akan kegagalanku ini. Kucoba renungi kegagalan ini selama di ojek menuju ke asrama. Hujan yang menerpa wajahku cukup untuk mendinginkan kepalaku. Pada saat itulah aku bisa menerima kegagalanku sepenuhnya. Aku sadar bahwa di kelas aku sempat berkata kepada para muridku bahwa Thomas Alfa Edison tidak pernah gagal membuat lampu, dia hanya berhasil menemukan 9,999 cara yang salah untuk membuat lampu. Aku tersentak. Mengapa aku tidak ingat pada perkataanku sendiri? Apakah kata-kataku ke murid-muridku itu hanya sekedar lips service? Aku tidak gagal hari ini! Aku hanya berhasil menemukan sebuah cara yang salah untuk mengajar. Aku berhasil. Akhirnya kucoba untuk melakukan kontemplasi. Kususun hal-hal apa saja yang harus kulakukan untuk memperbaiki kesalahanku tadi. Akhirnya kuperoleh sebuah ide besar mengenai cara mengajarku besok. Besok aku akan mengajar dengan gayaku sendiri, The GTR Style.. Akan kutaklukkan rasa sombong dan besar kepalaku. Aku akan menjadi Great Teacher Roy dalam arti sesungguhnya. RPP hari ini kupersiapkan sepenuhnya! Dream On! Wirapati

Cerita Lainnya

Lihat Semua