info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

The Lost Heaven

Roy Wirapati 27 Januari 2011
Teluk Rhu, 12 Desember 2010 Rupat, pulau yang terlupakan, adalah istilah yang pernah kuucapkan sebelumnya. Betapa sayangnya Indonesia melupakan sebuah pulau yang sangat indah, bak surga dunia yang merupakan salah satu pulau terdepan di Indonesia, berbatasan langsung dengan Negeri Jiran Malaysia. Sebelum perjalananku ke Teluk Rhu, desa tempat Nene bertugas, aku sudah pernah mengunjungi pantai di Rupat Selatan, tepatnya di Desa Sungai Cingam yang bernama Pantai Lohong. Aku benar-benar terkesima. Pantai ini merupakan pantai yang sangat panjang dengan hamparan pasir putih berkilau diterpa sinar matahari Bengkalis yang memukau, dan dipayungi safir raksasa yang terbentang hingga ke cakrawala. Pantai ini berbatasan langsung dengan hutan bakau, perkebunan penduduk dan pepohonan yang membuat pantai ini menjadi kombinasi antara biru, hijau dan kuning yang menyejukkan mata para pengunjungnya. Pantai ini begitu panjang mulai dari Desa Makeruh hingga ke Desa Sungai Cingam. Pantai ini masih begitu asri dan masih virgin karena belum pernah dikunjungi wisatawan sepanjang pengetahuanku. Tidak ada rumah penduduk satupun di sekitar pantai yang panjang ini. Hanya ada beberapa rumah di ujung-ujung pantai ini. Pantai ini sangat sepi sehingga kita bisa mendengarkan desiran ombak dengan seksama sambil duduk-duduk atau tidur-tiduran menikmati sepoi-sepoinya angin pantai yang melengkapi cerahnya matahari. Aku benar-benar menikmati pantai ini karena begitu asri dan membuat kita merasa bebas dan terinspirasi. Aku merasa seperti ingin merangkai kata menjasi sebuah puisi saat melalui pantai yang indah ini. Hari ini, aku sedang berkunjung ke Teluk Rhu bersama dengan Rangga dan Pipit, menginap di rumah yang menjadi tempat tinggal Nene. Rumah ini hanya berjarak 100 meter dari pantai dan ada rumah yang bahkan berhadap-hadapan dengan pantai. Berbeda dengan pantai Lohong yang sepi. Pantai di Teluk Rhu ini cukup ramai dengan nelayan dan rumah penduduk. Tetapi pinggiran pantai ini masih sangat asri dengan rerumputan halus yang enak digunakan untuk bermain golf dan pokok-pokok (istilah lokal untuk pohon) kelapa yang mencuat tinggi dan melengkung ke arah perginya angin. Pantai ini sangatlah panjang dan terhitung sebagai pantai terpanjang di Kepulauan Rupat. Pantai ini memanjang dari Tanjung Medang, ibu kota kecamatan Rupat Utara, terus melewati Teluk Rhu hingga mencapai Tanjung Punak melalui Tanjung Lapin. Panjangnya mungkin lebih dari belasan kilometer. Aku belum mendapatkan panjang pastinya dari pantai megah ini. Pantai ini cukup serupa dengan pantai Lohong hanya saja pantai ini lebih panjang dan lebih luas, maksudnya jarak antara pasir yang berbatasan dengan daratan cukup jauh dengan titik surut terendah dari pantai ini. Jika malam tiba, sebagai pantai yang berbatasan langsung dengan Malaysia (konon katanya di pantai inilah akan didirikan jembatan Indonesia-Malaysia), suasana cakrawala lautan akan diwarnai dengan kerlap-kerlip dan rona-rona warna jingga yang berasal dari lampu-lampu pulau seberang. Sehingga, malam di pantai ini begitu indah dengan desiran ombak ganas laut pasang yang memacu adrenalin, bintang-bintang yang bertaburan yang membawa inspirasi dan langit jingga di kejauhan yang menimbulkan hasrat berpetualang kita. Aku belum tahu apakah ada pantai-pantai lain di pulau ini karena memang belum semuanya kujelajahi. Tetapi, perjalananku hingga saat ini telah menggenapkan hasratku untuk menyebut Rupat sebagai The Lost Heaven (Surga yang Terlupakan). Tidak banyak pengunjung yang datang ke pulau ini. Dan masih banyak orang yang tidak tahu tentang keberadaan surga ini, bahkan masih menganggapnya sebagai Malaysia. Ayo kita jaga pulau-pulau terdepan kita. Karena biasanya pulau-pulau inilah yang terlewatkan dari pandangan kita, padahal mereka menyimpan potensi dan keindahan yang begitu besar yang dapat dibanggakan oleh kita sebagai salah satu pulau di Zamrud Khatulistiwa. Perjalanan ini membuka mataku bahwa aku masih sering melupakan pulau-pulau terluar seperti Rupat, sama seperti sebagian besar orang lainnya. Aku ingin membuka cakrawalaku, melihat Indonesia seutuhnya, menjadi Indonesia seutuhnya. Biarlah tubuh ini berkelana...

Cerita Lainnya

Lihat Semua