Surat Untuk Guru
Roy Wirapati 30 Januari 2011Dari Murid-Murid Kelas VI Pak Roy yang kami sayangi, Pak Roy yang kami sayangi, cintai dan hormati. Kami meminta maaf jika kami punya salah. Karena kami Bapak nyesal kan mengajari kami? Pak kami berterus terang kami sengaja menulis surat ini karena tidak sanggup jika harus kami katakan langsung. Kami tidak sanggup karena kami sedih. Kami selalu gembira jika kami ketemu pada Bapak. Pak kami hanya memohon kepada Allah SWT supaya bapak selalu gembira, tersenyum lagi. Pak, jangan lupa ya sama yang di sini. Kami merindukan Bapak, selalu dan selalu. Bapak, kami kangen sama bapak. Kami sedih. Senyum kami sudah hilang karena Bapak pergi meninggalkan kami semua, termasuk wali kelas kami, para guru-guru kami. Pak, kami pernah kehilangan seorang guru, namanya Pak Hery. Pak Hery pergi entah kemana. Kami selalu merindukan pelajaran yang Bapak berikan kepada kami. Demikian surat kami ini. Kami ucapkan terima kasih. Bay-Bay / Selamat JalanAku terdiam saat membaca surat ini. Kemudian aku berpindah ke surat yang berikutnya.
Pak, aku dan teman-teman akan mendoakan selalu agar Bapak akan selalu sehat dan luat biasa. Pak, Bapak selalu menyemangati kami dengan semangat '45. Pak, Bapak kan bilang bahwa Bapak di sana hanya 2 bulan. Aku dan teman-teman akan menunggu. Kami akan menghitung kalendar. Dalam 1 bulan ada 4 minggu, berarti dalam 2 bulan ada 8 minggu. Kami akan selalu menunggu Bapak sampai datang. Kami akan lebih giat belajar lagi demi Bapak. Kami rela kehilangan apapun demi kepintaran. Pak, terima kasih atas mengajari aku dan teman-teman. Terima kasih ya Pak. Pak, kami sayang bapak, Majelis guru pun sayang Bapak. I Love Pak. Bay-bay / Selamat JalanKemudian aku berpindah ke surat yang terakhir di tanganku ini.
Pak Roy, sebelumnya kami minta maaf jika ada kesalahan yang kami buat selama ini kepada Pak Roy. Kami tidak tahu apakah Pak Roy memaafkan atau tidak. Kami berseru jika Bapak tetap pergi kami akan ikhlaskan kepergian Bapak. Tapi kami tidak mau Bapak perginya yang lama. Bapak sudah kami anggap orang tua kami semua yang kelas VIB. Tetapi, kami tetap setia dengan Bapak. Pak Roy, sebenarnya kami sangat senang sewaktu Bapak datang ke sekolah SDN 07 Muara Basung. Pak Roy, kami bangga pada Bapak yang telah mengajari, mendidik kami dengan cara membuat puisi, cita-cita/impian, dan sampai yang lain-lainnya. Kami senang belajar dengan Bapak. Kami bangga Bapak menjadi guru kami. Kami ngerti betapa sulitnya menjadi guru. Pak Roy, jika kami lulus dari SDN 07 M. Basung, kami akan tidak lupa pada Pak Roy sampai kapan pun sampai selama-lamanya. Kami sayang Bapak. Kami suka pada Bapak. Kami suka pada pelajaran Bapak. Puisi Guruku Engkau adalah seorang guru Guru yang telah memberiku ilmu Yang telah memberiku pengertian Engkau adalah guru yang bijaksana Muridmu bangga kepadamu Yang telah engkau ajar Yang telah engkau didik Mulai dari kebodohan sampai kepintaran Engkau adalah guruku Guruku yang mulia Kudoakan engkau sehat selalu Amin Pak arti dari puisi itu adalah seorang guru yang selalu mengerti terhadap muridnya. Pak, jika sudah selesai mengajar di sana, kembali ke sini lagi ya Pak. Pak, kami membutuhkan Bapak. Bapak itu orangnya tidak egois, tidak mau marah, dan suka tersenyum, dan suka tertawa kepada orang lain. Karena Bapak itu guru yang bijaksana. Seperti di puisi itu adapun dikatakan "Engkau adalah guru yang bijaksana". Pak sebenarnya kami sedih karena Bapak sudah pergi. Kami seperti kehilangan orang tua yang kami banggakan. Terima kasih pak karena Bapak sudah ngajar di sini. I love you. Demikian surat saya. saya ucapkan terima kasih. "Tuhan memeluk mimpi dan cita-cita orang yang berusaha sekeras mungkin dengan usahanya sendiri! Seperti Bapak!!" "Tuhan tahu, tapi menunggu..." -Selamat mengajar Pak Roy-Selesainya ketiga surat ini kubaca. Aku mengalami penyesalan yang begitu dalam. Penyesalan yang tidak bisa kutahan. Mengapa dulu tidak kubaca di depan murid-muridku? Mengapa aku harus menunda membacanya hanya karena aku tidak ingin menunjukkan emosi dan kesedihanku kepada mereka? Salah satu surat tersebut mengatakan bahwa aku menyesal telah mengajari mereka. Itu salah, nak!!! Aku menyesal tidak bisa mengatakan kepada mereka langsung bahwa aku tidak pernah menyesal mengajari mereka. Bahwa aku bahagia telah menjadi guru mereka. Bahwa mereka suatu hari nanti akan menjadi generasi penerus yang membanggakanku sebagai guru mereka. Aku bahkan tidak sempat memeluk mereka satu per satu, menciumi dahi mereka, karena merekalah yang telah memberikanku kebahagiaan sampai saat ini, di sela-sela kecapaian dan kerumitan tugas sebagai seorang guru dan Pengajar Muda. Merekalah kebanggaanku. Mudah-mudahan mereka paham betapa aku sangat menyayangi mereka. Betapa mereka telah membuatku banyak belajar, menghancurkan banyak kegelapan dalam diriku dan membantuku untuk bisa semakin berpikir positif, positif dan semakin positif setiap harinya, dengan melihat semangat mereka, gairah mereka dan kepolosan mereka. Tulisan ini kupersembahkan untuk murid-muridku di SDN 07 Muara Basung. Mungkin bertahun-tahun setelah tulisan ini kubuat, kalian akan berkesempatan untuk membacanya. Dalam tulisan ini, aku hanya ingin mengatakan kepada kalian.
Aku sayang kalian semua, dan kalian adalah kebanggaan terbesar dalam hidupku sampai saat ini. Kalian adalah energiku, semangatku, dan kebahagiaan bagiku. Ingatlah untuk tetap melihat ke atas, kepada mimpi kalian, dalam keadaan sesulit apapun, agar kalian tidak pernah menyerah. Tetap tersenyum dalam keadaan apapun.
Aku pernah mencintai orang tuaku. Aku pernah mencintai saudara-saudara dan keluargaku. Aku pernah mencintai sahabat-sahabatku. Aku pernah mencintai seorang wanita idamanku. Tetapi, di sini, di dalam kehidupan sederhana ini sebagai seorang guru, aku merasakan bagaimana rasanya mencintai anak-anakku. Entah kalian menganggapku sebagai orang tua atau tidak, tetapi aku menganggap kalian sebagai anak-anakku.
I Love You, kids. May you all be blessed with an eternal smile. :)
Smile Eternally.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda