info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Sebuah Pidato yang Menampar

Roy Wirapati 22 Mei 2011
Pangkalan Nyirih, 24 Januari 2011 Salah satu Kompetensi Dasar (KD) yang harus dipenuhi oleh kelas 6 adalah mampu membacakan pidato dengan intonasi dan lafal yang tepat. Oleh karena itulah aku menciptakan sebuah sesi tambahan untuk sesi sastra, yaitu adalah Sesi Pidato. Setiap pagi dari pelajaran Bahasa, satu dari siswa kelas 6 akan maju ke depan kelas yang membacakan sebuah pidato bertema bebas buatan mereka sendiri. Cukup satu orang saja setiap sesinya untuk menghindari rasa bosan di kelas dan agar mereka menanti-nanti kesempatan untuk berbicara dan untuk mendengar bagaimana pidato yang akan disampaikan kawannya. Memang aku sedikit memainkan curiosity mereka dalam hal ini. Tapi menurutku itulah yang terbaik. Kemudian, melalui sebuah undian, kami menentukan sebuah urutan pemberi pidato yang akan membacakan setiap pertemuan. Tidak ada yang menyangka bahwa penyaji pertama adalah penyaji yang mungkin akan membuat kita semua ternganga. Tidak ada yang menyangka bahwa penyaji pertama mungkin adalah yang paling spektakuler dari semuanya. Namanya adalah Lili Patra. Menurut pengamatanku, tampaknya anak ini adalah idola sekolah ini. Ya, untuk anak seumurannya dia sudah terlihat cukup remaja secara fisik dan mungkin salah satu gadis yang cantik di sekolah ini untuk anak-anak seumurannya. Itulah alasan mengapa beberapa anak laki-laki yang pubernya terlalu cepat di sekolah ini sering menggodanya. Anak ini memiliki semangat belajar yang cukup tinggi dan sangat senang jika aku menawarkan pelajaran tambahan setiap sore. Lili, secara sangat mengejutkan, membawakan pidato yang berjudul "Olimpiade Sains Nasional". Mendengar judulnya saja aku sudah ternganga. Memang ia selalu datang setiap hari ke latihan tim inti OSN, tetapi tak kusangka ia akan berbicara tentang OSN itu sendiri. Isinya akan membuat kalian lebih ternganga lagi karena merupakan sebuah kritik pedas bagi OSN yang dia rumuskan setelah mendengar beberapa penjelasan dariku mengenai sistem OSN. Aku agak lupa sebagian besar isinya, tetapi aku coba jelaskan yang aku ingat.
...Dari semua kompetisi untuk siswa yang ada, Olimpiade Sains Nasional merupakan kompetisi yang sangat bergengsi karena melibatkan semua siswa dari seluruh Indonesia. Akan tetapi, Olimpiade Sains Nasional atau yang sering disebut sebagai OSN, layaknya sebuah kompetisi yang hanya sekedar untuk mendapatkan juara atau mengharumkan nama baik sekolah. Hal ini terlihat dari betapa OSN hanya menekankan pada nilai rapor sebagai syarat untuk dapat mengikutinya ditambah batasan jumlah yang dapat mengikuti dari setiap daerah. Akibatnya, hanya mereka yang juara kelas saja yang bisa mengikutinya padahal tentunya banyak di antara siswa yang juga berminat untuk menguji kemampuannya di perlombaan ini. OSN seharusnya tidak hanya sekedar sebuah sarana untuk memperjuangkan nama baik sekolah atau daerah, atau ajang untuk juara-juara kelas saja. OSN seharusnya menjadi sebuah ajang untuk meningkatkan kecintaan siswa akan sains, yang tidak tertutup bagi siswa macam apapun, juara kelas atau bukan. Seharusnya OSN bisa menjadi alat untuk membiasakan siswa dengan sains dan dengan kompetisi. Itulah saran saya terhadap OSN..."
Aku ternganga mendengarnya. Tidak hanya tiba-tiba dia berbicara OSN. Tapi, bagaimana bisa seorang siswa, dari daerah yang bahkan belum tahu frase yang disebut "Olimpiade Sains Nasional" bisa merumuskan kritik sepedas itu hanya berdasarkan informasi yang kuberikan waktu latihan? Dibuatkan oleh orang tua atau kakaknya? Bukankah sudah kukatakan bahwa daerah ini masih belum terlalu mengenal istilah olimpiade, kecuali para kepala sekolah dan beberapa guru. Bahkan ada orang tua yang menganggap olimpiade adalah pramuka. Sehingga, aku simpulkan ini adalah karya autentiknya. Masterpiece miliknya yang sangat luar biasa. Tak kusangka muncul dari buah pikiran seorang anak kelas 6 SD dan dari daerah yang terhitung pelosok. Ini merupakan tamparan keras bagiku dan bagi OSN. Aku tidak memikirkannya hingga sejauh itu. Bahwa OSN adalah media untuk anak-anak mencintai sains. Yang terpikirkan bagiku hanyalah menumbuhkan optimisme melalui sains. Benar-benar guru yang payah aku ini hingga harus mendapatkan nasehat keras dari muridku. Tapi, aku bangga bisa belajar darinya. Tak ada yang lebih membahagiakan dibandingkan belajar dari murid sendiri karena itu adalah bukti bahwa kami lebih dari sekedar guru dan murid, kami adalah teman. Tentu saja ini harus menjadi pertimbangan tertentu bagi penyelenggara OSN. Apakah nilai rapor menjadi begitu penting sehingga ada standar minimum bagi calon peserta yang diajukan sekolah? Aku tidak mengajukan sebuah kritik. Tapi ini adalah aspirasi dari seorang siswa yang diungkapkan secara tulus. Tentu kita harus mendengarkannya. Selama ini OSN sudah menyelenggarakannya dengan sangat baik untuk menemukan benih-benih ilmuwan masa depan. Tapi mungkin, mengingat sudah baik, saatnya untuk dikembangkan lagi, mengikuti saran dari siswa yang bernama Lili ini. Kau tahu kawan? Tak ada ungkapan yang lebih tulus dibandingkan ucapan seorang anak-anak. Itulah mengapa kita harus mendengarkan mereka dan belajar banyak dari mereka, karena mereka jarang mengungkapkan kebohongan kecuali mengenai kesalahan yang mereka buat. Mari kita belajar bahkan dari anak kecil sekalipun karena kepolosan mereka adalah kejujuran tersendiri yang harus kita sikapi dengan positif. Keep on going!

Cerita Lainnya

Lihat Semua