Sebuah Dosa dan Kebangkitan

Roy Wirapati 21 Oktober 2011
Pangkalan Nyirih, 2 April 2011

Kucoba untuk menatap kembali jauh ke belakang. Saat pertama kali aku tiba di Pangkalan Nyirih 5 bulan lalu. Saat aku kunpulkan 6 orang anak yang kuanggap mampu secara intelektual. Dan saat kuteriakkan kata-kata penuh impian dan harapan kepada mereka.

Olimpiade Sains Nasional...

Jika dipikir-pikir, ini mungkin kali pertamanya anak-anak ini mendengar kata-kata ini. Mungkin inilah pertama kalinya mereka memiliki harapan untuk melihat kota. Mungkin inilah pertama kalinya kulihat mereka begitu bersemangat belajar karena impian yang tertanam dalam diri mereka.

Tapi ternyata pada akhirnya aku malah berbuat dosa kepada mereka semua.

Pada siang hari, seminggu sebelum hari menyakitkan ini aku mencoba menghubungi lagi pengawas yang pernah memintaku untuk mengirimkan anak-anak untuk Olimpiade Sains Nasional (OSN) untuk memastikan jadwal lomba di Bengkalis, karena aku baru saja dengar kabar bahwa tim OSN kecamatan Rupat Utara sudah dibentuk dengan menunjuk SDN 06 Kadur.

Betapa terkejutnya aku saat kudengar bahwa Kecamatan Rupat akan melakukan seleksi untuk anak-anak yang akan ikut OSN dan berkas harus diberikan besoknya juga. Mengapa aku baru tahu tentang hal ini?

Tapi, setelah melalui pendalaman materi selama 4 bulan setiap hari, aku dapat melihat bahwa anak-anak ini mengalami kemajuan yang sangat pesat dan optimis bahwa mereka bahkan bisa menaklukkan kompetisi kabupaten.

Tetapi, ternyata seleksinya adalah seleksi rapor. Langsung saja kukumpulkan rapor anak-anakku dan betapa bersyukurnya aku bahwa ternyata nilai mereka cukup untuk bisa ikut OSN. Untuk memperkuat uji kompetensi anak-anak ini aku berikan mereka soal semacam ujian dengan tingkat kesulitan setingkat OSN Kabupaten. Dan ternyata hasilnya bagus-bagus.

Dengan tenang dan percaya diri aku serahkan berkas-berkas yang diperlukab serta hasil uji kompetensiku pada UPTD Pendidikan Rupat. Hampir seminggu berselang dan OSN hanya tinggal 4 hari lagi, aku belum dapat kabar juga. Akhirnya kutelepon lagi pihak panitianya. Saat itulah aku mendapat kabar buruk bahwa tak ada satupun anakku yang lolos seleksi.

Darahku serasa membeku. Saat kutanya alasannya, beliau berkata bahwa nilai rapor anakku kalah dari nilai rapor siswa-aiswa di Batupanjang, ibukota kecamatan Rupat. Lalu kujelaskan bahwa anak-anak ini sudah berlatih keras setiap hari selama 4 bulan penuh, tetapi tetap tidak bisa karena ini sudah jadi keputusan bersama. Aku tidak bis berbuat apa-apa lagi.

Hari ini, aku berdiri di depan anak-anakku yang merupakan tim OSN. Anak-anak yang sudah dengan segala daya upaya mereka berjuang setiap hari demi bisa melihat dunia luar pulau mereka.

Betapa mencelosnya hatiku menatap mereka semua yang berbinar matanya menunggu pengumuman dariku siapa yang akhirnya bisa pergi ke Bengkalis. Aku mencoba tersenyum saat memberikan salam kepada mereka walaupun hatiku pedih.

Usaha anak-anak ini sia-sia hanya karena nilai rapor mereka yang tidak membuktikan apapun tentang kemampuan mereka yang sesungguhnya

Kelas yang hanya dihuni 7 orang ini langsung hening seketika saat mendengar jawabanku. Semua anak menatapku dalam-dalam berharap aku sedang bercanda dan akan segera tertawa sambil mengungkap kebohonganku karena aku sedang mengisengi mereka. Tapi, aku tidak bercanda. Inilah kenyataan pahit yang harus kami terima.

Anak-anak perempuan dalam timku langsung menangis di tempat. Satu-satunya anak laki-laki dalam tim ini, Kurniawan, menggebrak meja dengan marah. Aku mencoba menjelaskan kepada mereka.

"Anak-anak! Tidak aneh jika kita tak diberikan kepercayaan layaknya teman-teman di Batupanjang. Kita hanyalah sekolah yang baru saja berdiri. Apakah kita dikhianati setelah kita dijanjikan akan mewakili Rupat? Tidak! Kita hanya tidak dipercayai karena tentu kecamatan ingin menang juga. Wajar jika kemampuan kita diragukan. Karena itu, buktikan bahwa kita bisa! Buktikan bahwa SDN 28 Pangkalan Nyirih adalah sekolah terbaik di pulau ini, di negeri ini. Ayo kita buktikan dengan membantu teman-teman OSK kalian lolos hingga ke final. Sehingga tak ada lagi yang bisa meremehkan sekolah ini."

Tanpa menjawab apapun, Kurniawan langsung lari keluar kelas dan masuk ke hutan di belakang sekolahku. Anak-anak perempuan yang menangis pun satu per satu meninggalkan kelas tanpa berkata apa-apa.

Tanggal 2 April adalah tanggal yang takkan pernah kulupa. Pada hari inilah aku telah membuat salah satu dosa terbesar dalam hidupku. Pada hari inilah ake membuat anak-anakku kecewa. Aku telah gagal memperjuangkan mereka. Akulah yang telah menenggelamkan mereka dalan kekecewaan, bukan salah UPTD, bukan sapah OSN. Ini adalah salahku sepenuhnya. Takkan pernah kulupakan hari ini, hariku berbuat dosa pada mereka.

Saat pulang, betapa terkejutnya aku melihat Kurniawan menungguku di perjalanan pulang. Ia menatapku dalam-dalam. Aku sudah siap dibencinya. Tetapi, betapa terkejutnya aku mendengar kata-kata yang diucapkannya berikutnya.

"Pak, saya akan membantu tim OSK untuk menang ke final. Akan saya buktikan bahwa SDN 28 Pangkalan Nyirih juga bisa.Izinkan saya mengikuti latihan OSK agar saya bisa membantu teman-teman."

Mataku serasa panas mendengar tawarannya. Kujabat tangannya erat dan kukatakan padanya betapa bangganya diriku.

Hari ini kenyataan pahit telah menyakiti kami semua. Tapi siapa sangka kenyataan pahit ini telah melahirkan seorang anak yang berjiwa besar. Kurniawan yang dulu penuh harga diri, hari ini menunjukkan kualitasnya sebagai manusia, berbesar hati dan menawarkan kemampuannya demia teman-temannya, bukan untuk diriny sendiri.

Betapa Kurniawan telah meringankan bebanku. Tetapi dosaku pada mereka takkan hilang. Hari ini aku bersumpah di bawah safir raksasa Bengkalis, bahwa aku akan membawa tim OSK-ku ke final untuk tidak menyia-nyiakan usaha Kurniawan dan aku berjanji takkan membuat mereka menangis lagi. Inilah resolusiku. Saatnya menunjukkan pada semua, bahwa SDN 28 Pangkalan Nyirih itu ada.

Jangan berhenti melangkah...


Cerita Lainnya

Lihat Semua