Puisi tentang Aku
Roy Wirapati 23 Mei 2011
Pangkalan Nyirih, 11 Februari 2011
Pada sebuah Sesi Sastra, aku membacakan sebuah puisi milik Chairil Anwar yang berjudul Aku kepada kelas 6. Pada saat itulah kuceritakan bagaimana puisi ini memiliki emosi yang sangat kuat yang mampu menggambarkan ego miliki Chairil Anwar. Setelah kubacakan puisi tersebut dan kuceritakan maknanya, anak-anak ini pun kusebutkan tema untuk Sesi Sastra hari Jumat, 11 Februari 2011: Puisi tentang Aku.
Aku membebaskan mereka untuk bercerita tentang apapun mengenai diri mereka. Kelebihan mereka, kekurangan mereka, sifat-sifat mereka, ciri-ciri mereka, apapun tentang mereka yang dituangkan dalam sebuah puisi. Aku membebaskan mereka tentang panjangnya puisi selama masih saling berkaitan satu sama lain, tidak dipaksakan.
Datanglah hari yang dimaksud. Beberapa anak membacakan puisi yang sangat standar yang mungkin mereka sadur dari buku yang pernah mereka baca milik abang atau kakak mereka karena banyak puisi yang cukup serupa, sementara beberapa memiliki puisi yang sangat indah mengenai diri mereka.
Tetapi, dari puisi-puisi yang luar biasa tersebut, ada satu puisi yang sangat mengagumkan, penuh dengan kejujuran, dan kaya akan emosi. Puisi ini seperti ungkapan hati dari anak tersebut, sebuah curahan hati yang paling tulus dan dalam. Judulnya adalah "Dalam Kemiskinan" karya Nursila, kelas 6 SDN 28 Pangkalan Nyirih.
Aku adalah anak dalam kemiskinan Aku tidak bergelimang harta Tidak pula berpakaian indah Aku hanyal seorang anak dalam kemiskinan Tetapi aku tidak malu Menjadi anak dalam kemiskinan Hidupku bahagia Hidupku tak merana Aku senang menjadi anak dalam kemiskinan Dijauhkan dari segala kesombongan Tidak seangkuh orang-orang yang kaya itu Aku bisa menjadi anak yang baik saja Tuhan... Jika aku dapat berharap Musnahkanlah segala kemiskinan ini Agar aku dapat membantu anak dalam kemiskinan lainItulah sepenggal puisi yang ia ungkapkan di depan kelas. Walau dengan wajah dan nada yang sangat datar, aku dapat menangkap makna dari puisi tersebut. Ternyata aku sama dengannya dan memiliki keinginan yang sama pula. Di dunia ini masih banyak orang yang memiliki harapan sederhana dan mulia. Mungkin kita harus mulai mengurangi pesimisme kita dengan mengatakan sudah tidak ada orang yang baik lagi di dunia ini. Banyak kok sebetulnya yang punya harapan baik.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda