info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Pangkalan Nyirih

Roy Wirapati 11 Januari 2011
Pangkalan Nyirih, 8 Desember 2010 Tempat ini bukanlah ibukota kecamatan, bukan juga pusat administrasi, tetapi jelas bahwa inilah pusat kehidupan. Nyirih, begitulah kebanyakan orang menyingkatnya untuk mempermudah penyebutannya, merupakan sebuah desa dengan tingkat keramaian yang cukup luar biasa. Bukan karena jumlah penduduknya yang padat, melainkan karena aktivitas seperti tidak pernah berhenti di desa ini. Pagi, siang, sore, maupun malam, jalan-jalan dan rumah di desa ini selalu menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Kedai-kedai makanan hampir tidak pernah sepi. Banyak orang yang datang ke kedai hanya untuk sekedar minum kopi, makan indomie, main gaplek ataupun hanya duduk-duduk berkelakar dengan penduduk lain. Desa ini memiliki ukuran yang sangat luas sebagai desa biasa yang terbelah oleh sungai Selat Morong dan disambungkan oleh jembatan baru. Ada sebuah suasana keramaian yang kuperoleh dari desa ini, suasana yang juga kuperoleh saat berada di Muara Basung. Desa ini benar-benar serupa dengan Muara Basung. Muara Basung juga bukanlah sebuah ibukota kecamatan, tetapi lebih ramai dan hidup dibandingkan ibukota kecamatan itu sendiri. Aku belum melihat ibukota kecamatan Rupat sebagai perbandingan, tetapi dilihat dari aktivitas pelabuhan dan warga Nyirih, jelas sekali bahwa desa ini adalah pusat keramaian di Rupat. Kabarnya, tahun 2012 sedang diusahakan sebuah pemekaran kecamatan setelah Kecamatan Rupat Utara melepaskan diri beberapa tahun lalu. Rupat Tengah juga sedang berusaha untuk memekarkan diri untuk lepas dari Kecamatan Rupat. sehingga nantinya Rupat akan terbagi menjadi 3 kecamatan, yaitu Rupat Selatan, Tengah dan Utara. Saat ini pun, daerah sekitar Pangkalan Nyirih sudah sering disebut sebagai Rupat Tengah oleh para penduduk. Jika pemekaran tersebut terjadi, maka jelaslah desa mana yang akan menjadi ibukota kecamatan. Pangkalan Nyirih dicalonkan sebagai ibukota kecamatan Rupat Tengah nantinya. Tentu saja, dengan aktivitas ekonomi dan sosial sekelas Pangkalan Nyirih, tidak diragukan lagi bahwa desa ini sekelas dengan ibukota kecamatan mana pun di Bengkalis. Desa ini memiliki banyak warung yang menyediakan kebutuhan hidup yang sangat lengkap mulai dar sayur-mayur, perlengkapan mandi, lemari pakaian bingga sepeda. Bahkan ada sebuah tempat fotokopian yang menjual segala keperluanku untuk mengajar seperti karton, pensil warna, spidol dan lainnya. Desa ini memang terpencil, tetapi pelabuhannya yang aktif memungkinkan untuk melakukan perdagangan barang dengan Dumai yang merupakan kota perdagangan. Hanya satu tempat penting yang tidak ada di desa ini: Bank. Jangankan di desa ini, Pulau Rupat secara keseluruhan tidak memiliki satupun bank sebagai pusat sirkulasi uang. Sehingga jika para penduduk ingin menabung, mereka harus menyebrang menggunakan speed boat dengan tiket seharga Rp90.000,- sekali jalan untuk dapat menemukan bank dan ATM. Hal ini juga menyebabkan para guru harus mengambil gajinya ke Dumai sehingga cukup membebani mereka dengan biaya yang tidak sedikit. Aku rasa aku akan betah dengan desa ini. Karena desa ini tidaklah sepi seperti yang kubayangkan. Aku sangat menyukai pusat keramaian. Seberapa terpencilnya sebuah tempat, selama ada kehidupan dan keramaian di sana, tentu akan sangat menyenangkan. Di desa baru ini, akan kutunjukkan semangat baruku! Smile eternally.

Cerita Lainnya

Lihat Semua