info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Olimpiade Sains Nasional

Roy Wirapati 22 Mei 2011

Pangkalan Nyirih, 20 Januari 2011

Seorang kawan pernah berkata kepadaku bahwa aku adalah orang yang sangat optimis, bahkan overoptimist. Optimisme seperti makananku sehari-hari. Ya, mungkin ia benar! Aku ingin menanamkan optimisme kepada semua orang yang berada di sekitarku. Menunjukkan bahwa semuanya itu mungkin saat kita percaya itu mungkin. Dan di pelosok seperti ini, bagi mereka, mereka tak mungkin bersaing dengan kemampuan orang-orang dari kota besar. Aku ingin mencoba mematahkan itu sebab faktanya di masa lalu, bukan orang dari kota besarlah yang mampu menguasai posisi puncak dalam prestasi mereka di dunia.

Semenjak aku bergabung dengan IM, telah kulihat betapa Olimpiade Sains Nasional (OSN) adalah salah satu ajang paling bergengsi di Indonesia. Siswa dari seluruh Indonesia akan bersaing untuk memperebutkan posisi puncak di Indonesia. Aku ingin coba untuk membawa murid-muridku ke sana, berjuang untuk menaklukkan pesimisme mereka. Tentu saja ada dua hal yang harus aku lakukan sebagai permulaan. Pertama, membentuk sebuah tim dan kedua, mengumpulkan informasi mengenai perlombaan ini di tingkat kabupaten. Hal pertama bisa menyusul dengan mudah, tetapi hal kedua harus segera kuperoleh karena jika ternyata seleksi kabupaten sudah lewat maka semuanya akan sia-sia. Maka dari itu kuhubungi semua pihak terkait seperti Kepala UPTD dan Koordinator Pengawas. Tapi informasi tak kunjung ada. Hingga akhirnya, suatu hari, sahabatku Intan, PM yang ditugaskan di Bantan, meneleponku dan memberitahu bahwa pengawas yang membina sekolahku adalah kakak dari Bu Murni, kepala sekolah Intan, dan ialah yang selama ini mengurus olimpiade di tingkat kecamatan. Dengan bantuan dari kepala sekolah Intan, aku berhasil mengkontak pengawas sekolah itu, nama beliau adalah Pak Bambang. Pak Bambang mengajak aku dan Rangga bertemu dan pada saat itulah beliau mulai berbicara banyak hal tentang ekspektasi beliau mengenai keberadaan kami di pulau ini. Benar-benar sesuatu yang mengejutkan mengingat kami sedang berada dalam situasi tanpa ekspektasi di pulau ini di mana para penduduk dan perangkat desa tidak terlalu mengharapkan apa-apa dari kami saat ini selain sebagai guru yang mengajar di sekolah kami masing-masing. Kemudian aku mulai bertanya mengenai OSN. Beliau menjelaskan kepada kami bahwa selama ini Rupat hanya menunjuk saja sekolah yang menjadi perwakilan untuk OSN dan biasanya dari Batupanjang. Kemudian, beliau berkata bahwa mungkin sebaiknya tahun ini coba untuk mengarahkan olimpiade di bawah bimbingan aku dan Rangga, berarti dari sekolah kami berdua, aku di Nyirih dan Rangga di Cingam. Tentu saja ini adalah berita bagus bagi kami. Tetapi sekali lagi aku tanyakan apakah tak sebaiknya ada seleksi untuk melihat sebesar apa kompetensi siswa yang dimajukan ke OSN tingkat kabupaten. Entah bagaimana, Pak Bambang malah menelepon Kepala UPTD kami, Pak Jamal, dan mengatakan pada beliau bahwa tahun ini Rupat akan diwakilkan oleh Nyirih dan Cingam untuk olimpiade. Begitulah ceritanya hingga akhirnya aku menetapkan diri untuk membentuk tim olimpiade ini. Sekembalinya aku ke sekolah aku langsung berbicara dengan Pak Gopar dan beliau mengijinkanku untuk membentuk tim OSN. Kemudian aku kumpulkan informasi dari para guru tentang murid-murid yang belum aku kenal benar. Bagiku yang penting bukanlah anak yang pintar, tetapi anak yang mau belajar. Akhirnya terkumpullah 6 orang yang berdasarkan informasi dari guru-guru dan observasiku adalah murid-murid yang pantas untuk menjadi Tim OSN. Tiga orang kelas lima yaitu Kurniawan, Ria Lestari dan Mira Ernilawati. Tiga orang kelas empat yaitu Suhaslina, Berti Sahbanika, dan Mayasari. Karena ini masih percobaan aku akan lebih mengejar OSN di bidang IPA ketimbang matematika karena akan lebih mudah menginisiasi hal ini dengan IPA dibandingkan matematika yang agaknya mereka alergi. Latihan yang kami lalui cukup menyenangkan karena ternyata pada saat aku umumkan akan mengadakan tim OSN, banyak siswa yang ingin ikut, Tetapi tentunya tempatnya akan terbatas sehingga harus ada seleksi. Sehingga aku tetap mengijinkan mereka untuk mengikuti latihan OSN walaupun mereka bukan bagian dari 6 orang Tim Inti. Latihan OSN selalu ramai oleh anak-anak yang bukan Tim Inti. Di antara mereka sering kutemukan kelas 6 yang sudah tidak dapat mengikuti OSN seperti Nurul Mawati, Sabariah, dan Lili Patra. Serta beberapa kelas 4 seperti Karisma, Norani, Kiradi, Kiranto. Sehingga klub olimpiade ini pun menjadi seperti kelas normal dengan banyak anak. Sangat menyenangkan. Kami pun mempersiapkan diri dengan baik untuk menghadapi tantangan OSN ini. Sedari awal aku sudah sepakati bersama anak-anak ini bahwa visi kami adalah 2M: Makassar dan MENANG! Makassar adalah lokasi final untuk OSN tahun ini, dan kami tidak ingin punya impian sederhana seperti yang penting bisa lolo seleksi kabupaten atau yang penting melakukan yang terbaik. Kami bermimpi besar yaitu 2M tersebut. Jika kita tidak bermimpi besar tentunya tidak ada gunanya bermimpi, bukankah begitu? Perjuangan ini baru saja dimulai. Perjuangan yang akan dipenuhi tawa dan air mata kami ini baru saja dimulai.

Cerita Lainnya

Lihat Semua