info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Introducing "Albatross"

Roy Wirapati 23 Maret 2011
Pangkalan Nyirih, 24 Desember 2010 Aku belum mulai mengajar di SDN 28 Pangkalan Nyirih. Secara resmi aku baru akan mulai mengajar nanti pada awal semester 2. Tetapi mengingat jarak dari rumahku hingga ke sekolah adalah sekitar 2,5 km, tidak mungkin aku harus berjalan kaki bolak-balik ke sekolah setiap hari. Honda di rumah pun pas untuk membawa Bapak, Ibu, dan anak-anak ke sekolah. Sehingga aku hanya diberikan pilihan untuk berjalan kaki atau menumpang guru atau orang lewat depan rumah yang searah ke sekolah. Pada saat inilah akhirnya kuputuskan untuk membeli sepeda. Sepeda yang cukup murah dengan kocekku yang hampir tidak ada sisanya tetapi cukup kuat untuk membawa diriku setiap hari bolak-balik ke sekolah. Berhari-hari belakangan ini aku berkeliling desa untuk bertanya-tanya tentang harga sepeda dan tempat membelinya. Dari satu kedai ke kedai lainnya akhirnya muncullah berita bahwa sepeda yang murah dan bagus sebaiknya dicari di Pangkalan Baru, sebuah di dusun di Desa Hutan Panjang, sekitar 20 km dari desaku. Akhirnya bertolaklah aku dan Rangga ke desa itu. Perjalanan kami cukup berintrik karena kami sedikitpun tidak tahu di mana Pangkalan Baru itu. Kami hanya berjalan saja mengikuti jalan yang ditunjuk oleh ibu-ibu penjual miso di depan generator PLN yang berkata bahwa Pangkalan Baru dari desa ini sangat dekat sampai-sampai tidak habis sebatang rokok. Tapi, selama berjalan ini kami mulai berpikir, kok tampaknya kalau kami merokok sepanjang perjalanan, habislah sebungkus, mengapa tak muncul-muncul juga Pangkalan Baru. Perjalanan yang diwarnai dengan jembatan bambu yang sangat seru, hingga babi yang berkeliaran di tengah jalan dengan kecepatan tinggi ini pun membawa kami kepada sebuah palang yang menunjukkan nama sebuah dusun, "Desa Hutan Panjang, Dusun Sei Bantal". Langsung saja kami melihat peta dan kompas yang kami bawa. Tampaknya kami kelewatan. Dan benar saja, ternyata Pangkalan Baru sudah kelewatan sekitar beberapa belas kilo. Hanya tinggal 10 km lagi mungkin kami akan tiba di desa kawan PM kami di Titi Akar. Langsung kami tancap gas balik arah. Melewati intrik yang sama dengan saat berangkat tadi, akhirnya kami tiba juga di kedai yang dimaksud. Kedai ini tampaknya milik orang Cina-Akit, hasil perkawinan Suku Cina dan Suku Akit, karena wajah pemiliknya menyerupai keduanya, tetapi aku tidak mengkonfirmasi hal ini. Di tempat inilah aku bertemu dengan pasangan sehidup sematiku selama aku akan berada di tempat ini 11 bulan ke depan. Sebuah sepeda olah raga biru dengan 2 buah gear, gear depan dan gear belakang, yang berukuran sedang. Sang penjual memang agak ragu kalau sepeda ini bisa tahan kunaiki. Tetapi, entah kenapa aku sangat sreg dengan sepeda ini dan akhirnya kubelilah sepeda ini. Selama perjalanan pulang Rangga menenteng sepeda ini dari atas honda hingga sampai ke Pangkalan Nyirih. Kupandangi lagi sepeda ini dalam-dalam. Sepeda inilah yang akan menemani hari-hariku bersama dengan murid-muridku mulai semester 2 nanti. Entah petualangan apa yang akan kulalui bersama dengannya nanti. Setelah aku berpikir dalam-dalam, akhirnya kutetapkanlah nama untuk sepedaku ini. Albatross... Ya, Albatross adalah nama yang akan kuberikan kepadanya. Hewan kesukaanku, salah satu jenis elang laut yang tidak bisa terbang secara instan dari tanah dan harus berlari dulu sebelum terbang. Hewan inilah yang merepresentasikan kerja keras sebelum mencapai sesuatu bagi diriku. Inilah hewan favoritku. Akan ada banyak cerita bersama Albatross, termasuk dia akan beberapa kali keluar masuk bengkel karena beberapa penyesuaian, tetapi aku sungguh menyayanginya. Sebelas bulan ini akan menarik bersama dirinya. Perkenalkan! Inilah Albatross saat aku baru membelinya!! Fly, Albatross!!!

Cerita Lainnya

Lihat Semua