info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Idul Adha: Menaklukkan Sapi Perkasa!!

Roy Wirapati 10 Desember 2010
Muara Basung, 17 November 2010 Idul Adha pertamaku di perantauan dihiasi sebuah pengalaman yang begitu berharga. Selain Shalat Ied yang dipenuhi dengan orang-orang berpakaian adat melayu yang berwarna-warni, inilah hari di mana aku terlibat secara langsung dalam pemotongan hewan qurban. Aku bertugas sebagai pasukan cadangan untuk melumpuhkan para hewan qurban yang meronta-ronta sebelum disembelih. Sebenarnya istilah pasukan cadangan ini punya nama lain, yaitu “penonton prosesi qurban” di mana aku hanya berdiam di sekitar penjagalan sambil melihati saja 4 atau 5 orang berusaha merubuhkan sapi yang akan disembelih. Semua berjalan begitu lancar sehingga kekuatanku tidak diperlukan sama sekali. Dalam sebuah kekecewaan karena tidak bisa turun langsung membantu prosesi penyembelihan, tiba-tiba aku mendengar suara lenguhan sapi yang sangat menggelegar. Saat kutoleh ke sumber suara, tersibaklah seekor sapi dengan berat 15-20 kali manusia normal yang sangat besar. Konon katanya harga sapi itu belasan juta ke atas. Ada juga yang bilang sampai 20 juta. Sapi itu begitu besar dan kokoh, berwarna coklat terang dan bertanduk sehingga memancarkan kekuatan dan keagungan yang tak bisa kugambarkan dengan jelas. Kembalilah pasukan inti maju ke depan untuk merubuhkan sang Raja Sapi ini. Pasukan inti yang beranggotakan 7 orang ini, ditambah karena ukuran sapi lebih besar, berusaha merubuhkan sapi ini dengan seutas tali yang ditarik mengikat kaki si sapi hingga makhluk ini terjerembab ke tanah dengan kaki terikat. Sayangnya, baru saja di tarik sedikit, sapi tersebut sudah meronta-ronta sekuat tenaga dan menghempaskan para pasukan inti yang memegang tali ke tanah sekaligus dengan kayu-kayu di sekitar tempat penjagalan. Para pasukan inti tidak kehabisan ide. Mereka menggiring sapi itu ke sebuah pohon, dan menggunakannya sebagai tiang pancang untuk memperkokoh tenaga para pasukan inti untuk menarik sapi tersebut. Jumlah pasukan inti ditambah jadi sepuluh orang. Mereka mulai menarik sapi tersebut dan tampak sapi itu mulai kewalahan dan jatuh terjerembab. Para pasukan inti bersorak gembira dan mulai mendekati sapi tersebut untuk mengikatnya dan menyembelihnya. Malangnya, tiba-tiba sapi tersebut berguling dan bangkit kembali walau dengan tubuh setengah terikat dan mengamuk sejadi-jadinya untuk melepaskan ikatannya. Para pasukan inti terpaksa mundur lima langkah untuk menghindari amukan yang bisa membawanya ke kehidupan berikutnya. Inilah saatnya pasukan cadangan beraksi. Aku dan para pemuda lainnya yang tadi hanya menjadi cadangan atau boleh dibilang penonton turun tangan. Sekitar 25 orang pria beragam usia berusaha menarik empat buah tali yang digunakan untuk menjatuhkan sapi tersebut. Aku adalah yang termuda di antaranya. Bahkan dengan kekuatan 25 orang pun sapi ini masih sulit dijatuhkan. Kami membentuk formasi bintang empat untuk menariknya dari segala arah dan akhirnya dia terjatuh. Pada saat itu, serentak kali semua berlari mendekatinya dan menindih sapi tersebut dengan papan kayu dan tubuh kami masing-masing. Aku kebagian di bagian bokong sapi yang terus menerus meronta dengan kaki belakangnya. Sebuah posisi yang cukup berbahaya tetapi aku percaya dengan rekan-rekanku yang berusaha menahan kaki sapi tersebut dengan papan. Ini memang pertarung kekuatan dan kepercayaan. Jika kita tidak percaya dengan rekan-rekan kita, maka keseimbangan dalam menahan beban tersebut akan goyah dan sang sapi akan melihat celah untuk memberontak. Doa dibacakan dan golok tajam pun mengiris urat leher sapi tersebut. Akhirnya sapi raksasa tersebut berhasil kami sembelih bersama. Kabar buruknya adalah setelah disembelih, sapi itu layaknya mengeluarkan tenaga tersembunyinya yang terakhir untuk memberontak. Para pasukan inti dan cadangan yang mengendurkan ototnya sedikit karena prosesi penyembelihan sudah dilakukan menjadi terpental ke mana-mana. Beberapa termasuk aku sempat melompat sebelum sapi tersebut meronta-ronta. Lainnya ada yang terjatuh atau terpental. Untung tidak ada yang luka, walau luka kecil sekalipun karena berhasil mengurangi kerusakan dengan gerak refleks, ditambah tanah yang relatif lunak karena hujan semalam. Sapi tersebut pun berhenti meronta. Habis tenaga, dan terputuslah nyawanya. Kami pun bersorak lega karena keberhasilan ini. Pada saat inilah kulihat sifat kebersamaan yang sangat tinggi pada warga Muara Basung. Sebuah kebersamaan yang menyatukan mereka untuk menjatuhkan sapi raksasa tersebut dan menunjukkan bahwa kerja sama melampaui segala kekuatan manusia. Belepotan lumpur, bau darah dan lecet di beberapa tempat adalah hadiah yang kuperoleh hari ini. Tetapi, tidak masalah. Karena aku telah memperoleh sebuah pengalaman berharga yang tidak dapat dibeli dengan uang. Inilah rasa kebersamaan yang kuperoleh dari para penduduk Muara Basung. Rasa kebersamaan yang harus dijaga dan ditingkatkan selamanya. Smile Eternally!

Cerita Lainnya

Lihat Semua