Budak-budak Perapal Pantun
Roy Wirapati 4 April 2011
Pangkalan Nyirih, 7 Januari 2011
Sejak kecil aku tahu bahwa orang betawi senang sekali berpantun. Ada yang bilang mereka melamar orang dengan berpantun, atau menikah dengan berpantun. Seperti film India yang saat susah maupun senang, orang betawi akan berpantun di saat apapun. Bahkan seorang sahabat saya sesama PM yang ada sejurus keturunan betawi membuka self-presentation dalam direct assessment IM dulu dengan berpantun.
Tetapi, kalau orang Melayu senang berpantun? Mungkin pengetahuanku yang kurang luas tetapi inilah hasil perjalananku. Dulu waktu di Muara Basung bersama dengan Suku Sakai, murid-muridku jarang melantunkan sepatah pantun pun. Tetapi di sini, di SDN 28 Pangkalan Nyirih, murid-muridku yang keturunan Jawa tetapi telah berakar di suasana melayu ini adalah para perapal pantun yang handal.
Pada hari kedua aku mengajar, sekolahku mengadakan kerja bakti meratakan tanah dan rumput bersama murid-murid sehingga tidak ada pelajaran dan pada hari itulah mereka mengajakku untuk langsung berpantun. Saat itulah aku menyadari betapa budak-budak (bahasa lokal untuk "anak" atau "bocah") senang berpantun.
Beribu-ribu pohon terong Tetapi hanya satu pohon cempaka Beribu-ribu orang Selat Morong Tetapi hanya satu yang kusukaItu adalah salah satu pantun yang sering kudengar dari mereka. Banyak pantun-pantun yang sering kudengar di luar sana dan banyak pula pantun-pantun yang baru kudengar. Entah mereka buat sendiri, atau hanya mencontoh.Tetapi, satu hal yang harus diperhatikan. Mungkin mereka memiliki kecepatan penangkapan akan pantun yang cukup tinggi, terlepas dari banyak di antara mereka yang masih kesulitan baca walaupun sudah kelas tinggi. Dalam sebuah kelas Bahasa Indonesia, aku pernah mengajak mereka berbalas pantun satu sama lain dan wow mereka semua terus-terusan merapal pantun mereka satu sama lain. Dalam kesempatan lain sambil menunggu jam pramuka, aku ajak salah satu anak adu pantun dan dia berhasil mengimbangiku yang mungkin lebih banyak membaca buku-buku tentang pantun ketimbang mereka. Mungkin itulah yang kita sebut sebagai Multiple Intelligence. Anak-anak ini memiliki kecerdasan yang tinggi untuk menangkap pantun dibangkinkan penyampaian lainnya. Mungkin aku harus banyak memasukkan pantun sebagai metode mengajar kreatif agar anak-anak ini cepat mengerti. Tapi, tidak tahulah. Aku sendiri kalah berpantun dengan mereka.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda