Bimasakti di Mata Mereka
Roy Wirapati 10 Desember 2010
Muara Basung, 13 November 2010
Hari ini aku memutuskan untuk berjalan-jalan keliling desa untuk melihat kondisi dari desa ini. Sebab aku akan hidup setahun di sini, maka dari itu penting sekali untuk aku mengetahui keadaan di sini. Pertama kali aku mendatangi daerah ini aku langsung mengunjungi sekolahku. Aku hanya melihat dari jauh anak-anak yang bersenang-senang sambil berolah raga karena ini memang hari Sabtu sehingga jadwalnya bagi mereka untuk berolah raga dan pengembangan diri. Selepas pulang dari sekolah aku menghampiri beberapa murid yang berjalan kaki pulang sekolah. Mereka adalah anak periang yang tidak malu walaupun bersama dengan orang baru. Mereka senang berbicara dan bercanda.
Kami berkeliling Muara Basung dan mereka menjadi tour guide-ku. Aku hanya berkeliling di bagian luarnya saja. Tempat ini cukup maju karena dilintasi jalur lintas Sumatra. Sehingga, boleh dibilang, desa ini adalah pusat kehidupan di Kecamatan Pinggir. Benar-benar mengagumkan sekali desa ini.
Sambil berjalan, aku berbicara dengan anak-anak itu. Mulai dari hobi sampai cita-cita mereka. Sebagian besar hobi anak-anak daerah ini adalah bermain sepak bola. Saat aku tanya tentang cita-cita mereka, entah mengapa mereka jadi tenang dan tidak secerewet sebelumnya. Mereka hanya tersenyum tipisĀ dan menatap tanah. Kucoba lihat mata mereka walau dari samping. Ada sebuah keheningan, sebuah rona kesepian yang tidak bisa kuperkirakan maksudnya apa. Aku tidak melanjutkan pembicaraan ini. Aku ingat sebuah kiasan yang pernah kubuat untuk temanku. Bimasakti, kaya dan berbinar tetapi sepi. Mungkin itulah yang kulihat di mata mereka. Ada sebuah binar penuh impian, tetapi penuh dengan kesepian dalam asa. Mungkin karena mereka merasa tak bisa mendekati impian-impian besar mereka, tidak tahu karena alasan apa. Tentunya ada beribu alasan.
Aku sengaja tidak menanyakan lanjutannya karena aku tahu pembicaraan ini hanya akan menjadi sebuah makanan bagi rasa pesimisme mereka jika kisah yang mereka kemukakan sangat signifikan bagi hidup mereka. Kusimpan saja pertanyaan tersebut, termasuk apa cita-cita mereka untuk nanti saja. Saat itulah kutemukan sebuah keinginan terpendam dalam diriku. Mereka adalah para pemimpi, anak-anak yang menggantungkan cita-cita mereka tetapi tidak menemukan celah untuk bahkan melihat pendar cahaya impian tersebut. Mereka kaya akan mimpi-mimpi besar tetapi mungkin tidak diberikan banyak kesempatan dalam hidup.
Inilah motivasiku!
Aku ingin bisa membimbing mereka selangkah lebih dekat dengan impian mereka. Sehingga, mereka tidak lagi menatap tanah seperti itu. Aku akan membuat mereka semua menatap langit dengan tegar dan bangga, karena mereka punya mimpi dan berusaha meraihnya. Akhirnya kutemukan tujuan hidupku di sini. Semoga dapat kuwujudkan.
Smile Eternally!
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda