info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Abi, Umi dan Abdul

Roy Wirapati 10 Desember 2010
Muara Basung, 13 November 2010 Keluarga baru. Inilah pertama kalinya aku merasakan  memiliki keluarga baru selain keluarga kandungku. Selama satu tahun ke edepan aku akan hidup bersama mereka. Mereka adalah seorang suami, istri dan anak laki-laki. Pak Mulyadi sebagai kepala keluarga biasa disebut sebagai Abi, sedangkan istrinya dipanggil Umi. Abi bekerja sebagai penjaga masjid dan juga tukang panggilan yang bisa mengerjakan hampir segala hal yang berhubungan dengan bangunan. Umi adalah ibu rumah tangga yang bekerja sambilan sebagai penjual pulsa elektrik untuk menambah penghasilan. Abdul si anak bungsu dari keluarga ini adalah murid SMK Pinggir yang lokal sekolahnya belum jadi sehingga menumpang di SD tempatku mengajar. Sekarang dia sedang magang di bengkel dekat rumah. Sebenarnya Abdul memiliki dua orang kakak. Keduanya sekarang tinggal di Jawa karena sudah bekerja dan sudah menikah. Keluarga ini tinggal di belakang Masjid At-Taqwa, masjid terbesar di Kecamatan Pinggir karena Abi adalah Karim di sana. Aku yang biasanya suka telat shalat jadi sangatlah tepat waktu karena selalu dapat mendengar suara adzan Abi yang begitu merdu setiap harinya. Bahkan di pagi hari sekalipun aku selalu terbangun mendengar suara ngaji Abi yang biasa bangun jam 3 pagi untuk melakukan berbagai macam shalat sunnah dan mengaji di masjid. Aku yang biasa hanya menjadi jamaah saja di masjid saat Shalat Jumat dan Shalat Ied jadi selalu shalat di masjid 6 kali sehari, termasuk shalat dhuha. Setiap Jumat setelah subuh aku melakukan pembersihan terhadap masjid yang memakan waktu  jam lebih sedikit. Memang melelahkan, tetapi entah mengapa setelah melakukannya hatiku merasa tentram. Inikah rasanya mengabdi kepada masjid? Mungkin inilah penyebab mengapa mereka yang seumur hidupnya hidup bersama masjid memiliki hati yang tentram seperti Abi. Keluarga ini adalah keluarga sederhana yang kehidupannya mungkin belum dapat disebut berkecukupan. Mereka adalah penduduk yang hidup dalam garis marjinal yang harus berjuang keras untuk memenuhi kehidupannya. Selama aku tinggal di tempat mereka, aku hanya makan daging sekali, yaitu saat Idul Adha. Selain itu, aku  hanya memakan sayur-sayuran saja. Aku merasa lebih sehat karena dijauhkan dari lemak dan kolesterol itu. Benar-benar sebuah kehidupan sederhana yang menyenangkan. Mereka bukan orang kaya tetapi rela membiarkan orang bertubuh besar yang mungkin makannya banyak seperti diriku ini tinggal bersama mereka. Bahkan Abi sampai memberikan aku sarung dan peci pada hari pertama aku tiba di tempat ini. Betapa tersentuh hatiku akan ketulusan hati mereka. Seandainya semua manusia di dunia ini seperti mereka mungkin ini akan menjadi dunia yang indah. Sungguh aku merasa akan betah di tempat ini bersama mereka. Smile eternally!!

Cerita Lainnya

Lihat Semua