info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Catatan tentang Saumlaki

R. Dhimas Utomo 13 Juli 2012

Saumlaki merupakan ibukota Kabupaten Maluku Tenggara Barat sejak dimekarkan dari Kabupaten Maluku Tenggara pada tahun 1999. Terletak di ujung selatan Pulau Yamdena, Saumlaki menjadi pintu gerbang untuk menjelajahi keindahan panorama gugusan Kepulauan Tanimbar yang terdiri dari 174 pulau. Selain itu, potensi lautnya sangat melimpah. Sektor perdagangan menjadi roda perekonomian utama meskipun kota ini belum mempunyai industri apapun. Semua barang harus didatangkan dari Surabaya. 

Dalam bidang pariwisata, Saumlaki memiliki catatan yang cukup mengesankan. Berjarak 200 mil dari Darwin, sejak tahun 2002 Saumlaki menjadi tujuan para pengguna kapal layar ringan (yachters) dari Darwin, dan sejak tahun 2008, dalam kegiatan Sail Indonesia, Saumlaki ditetapkan sebagai salah satu Point of Entry oleh International Yachters.*

Selain keindahan lautnya yang memukau, keramahan dan keterbukaan penduduk terhadap pendatang juga menjadi ciri khas Saumlaki. Penduduk Saumlaki merupakan campuran suku Aborigin dan suku asli, yang kini dikenal dengan suku Tanimbar. Sekarang, dengan mudah kita dapat menemukan suku-suku lain seperti Jawa, Cina, Bugis, dan lain-lain di Saumlaki.  

Saumlaki juga punya catatan tentang kisah heroik perjuangan kemerdekaan republik ini. Memang tidak setenar Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya, namun Saumlaki tetap memiliki catatan tersendiri. Berikut kutipannya; "Akhir tahun 1942, setelah Darwin, Australia, dibom oleh Jepang pada saat Perang Dunia II, dua buah kapal perontok dan 1 kapal biasa Jepang memasuki perairan Maluku. Sebelumnya, 13 pasukan KNIL yang telah disiapkan oleh Belanda, di bawah komando Sersan Julius Tahija, mendarat di Saumlaki. Pada tanggal 30 Juli, 04.00 pagi, sekelompok kapal perang Jepang ini mulai masuk ke Teluk Saumlaki. Sebelum puluhan tentara Jepang ini mendarat, mereka diberondong oleh dua senapan mesin MG. Jepang kocar-kacir dan mengalami banyak korban, sedangkan hanya 8 pasukan Julius yang gugur. Julius dan sisa pasukannya pun berlayar ke Pulau Bathurst, Australia, untuk kemudian bergabung dengan pasukan khusus Australia "Z forces". Julius Tahija kemudian dielu-elukan sebagai pahlawan perang di Australia dan mendapat medali tertinggi dari Kerajaan Belanda, Ridders der Militaire Willems-Orde. Setelah itu, Julius kemudian membantu para pejuang Indonesia, khususnya sebagai menteri kabinet Negara Indonesia Timur, yang aktif untuk memperjuangkan pengakuan Republik Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949. Sayang, kegigihan 13 pasukan Indonesia, walaupun di bawah bendera KNIL, untuk mengusir puluhan pasukan Jepang tidak pernah dihargai oleh rakyat Indonesia. Tidak ada tugu peringatan apa pun yang menandakan aksi heroik ini di Saumlaki." **

Catatan ini mengingatkanku tentang pahlawan perjuangan kemerdekaan Indonesia, yang tak terhitung jumlahnya, yang telah gugur di medan laga, yang namanya tidak sempat dipahat pada prasasti kebanggaan. Catatan ini juga mengingatkanku tentang kisah guru Oemar Bakri, yang mengajariku membaca dan menulis, mengajariku tentang nilai-nilai kehidupan, semuanya itu dilakukannya tanpa tanda jasa. 

Semua kisah ini seolah ingin menyampaikan satu pesan yang sama: it is not about me. Mereka tidak butuh pengakuan, juga penghormatan. Bagi mereka, mengabdi itu adalah sebuah kehormatan yang tidak ternilai harganya, yang memberikan kepuasan sejati. Sejatinya, mereka itu sudah selesai dengan dirinya sendiri.

Saumlaki seolah menyapaku dengan suara lantang: it is not about you! It is about them.

Itulah catatan tentang kota kecil di pesisir Yamdena.

 

Saumlaki, 12/7/12

-USD-

 

*Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Maluku Tenggara Barat, 2009.

**http://id.wikipedia.org/wiki/Saumlaki,_Tanimbar_Selatan,_Maluku_Tenggara_Barat


Cerita Lainnya

Lihat Semua