Takbiran Keliling ala Tanah Rata

Putri Rizki Dian Lestari 18 November 2011

Gema takbir hari raya Iedul Adha bertalu-talu di mesjid, aku berjanji akan takbiran keliling kampung. Aku pikir ini adalah tradisi, ternyata bukan, ini hanya rencana dadakan anak-anakku yang ingin takbiran keliling bersamaku, alhasil obor tergantikan dengan head lamp, bedug tergantikan dengan ember, dan bambu tergantikan dengan botol air mineral.

Semua anak berkumpul di depan rumahku, kita siap berangkat. Akibat cuaca beberapa hari ini, kondisi tanah mulai tak bersahabat, becek dimana-mana. Dimulai dengan menuju utara, takbir mulai di gemakan, anak-anak memainkan irama yang mereka bawa. Tugas ku? Menerangi mereka dengan head lamp di kepala ku.

Semakin lama rombongan semakin banyak, yang tadinya hanya 7 orang, ditengah perjalanan sudah menjadi 20 orang, dan semuanya anak-anak, yang paling besar berusia 13 tahun dan yang paling kecil berusia 5 tahun. Bertindak sebagai kepala rombongan adalah Ari Irawan kelas 1 SMP. Dia bertugas sebagai penunjuk jalan, walau setiap belokkan selalu minta persetujuanku. Tugas tambahannya dia yang selalu memberi kode kepada peserta takbiran keliling untuk mengecilkan suara setiap kami melewati rumah yang ada bayi di dalamnya dan melewati kandang sapi, konon sapi bisa stress kalau mendengar keributan.

Jalan utama Tanah Rata sudah kami lewati, sekarang kita mulai masuk pelosok-pelosok dusun, persis seperti halang rintang jurit malam anak Pramuka atau Caraka Malam ala Rindam Jaya. Jalan yang naik turun, gelap gulita hanya bercahayakan head lamp yang tak seberapa. Ranjau-ranjau kotoran sapi yang tak terlihat namun hanya baunya yang menempel disendal atau celana. Tapi namanya anak-anak, tidak ada satu pun yang mengeluh. Semangat mereka akhirnya menempel padaku.

Anak-anakku tak takut pada apa pun, gelap, ranjau, jalan berliku tapi satu hal yang pantang mereka lewati malam-malam. Kuburan. Semua peserta mundur manakala Ari, salah memutuskan jalan yang di tempuh. Akhirnya rombongan berbelok, menuju bagian timur, dan sekali lagi Ari salah memutuskan. Kami menuju lapangan, semua anak ikut karena tidak ada kuburan di sana, tapi kita semua lupa betapa terjalnya jalan kesana dan semakin sulit jika di lewati dalam kondisi gelap. Singkat cerita banyak korban berjatuhan. Mayoritas, korban terpeleset karena jalan licin.

Dan itulah yang mengakhiri cerita Takbiran Keliling, kalau harus mengikuti stamina anak-anak itu, wah, mungkin sampai tengah malam. Dan terus terang aku agak kehabisan tenaga karena seharian membereskan rumah dan ikut gotong royong di dusun. Tapi aku pantang minta pulang duluan. Gengsi dong.

Terus terang, itulah takbiran keliling pertama dalam hidupku. Selamat Hari Raya Idul Adha dari Tanah Rata.

 


Cerita Lainnya

Lihat Semua