Rumah di Tana Rata

Putri Rizki Dian Lestari 1 Juli 2011
Siapa sangka tempat tinggal ku yang konon adalah daerah pesisir airnya sejernih Cipayung, Bogor.  Udaranya se-dingin Lembang, Jawa Barat. Dusun Tana Rata merupakan Dusun paling ujung Desa kepuh Teluk, menuju desa ini jalan menanjak, terjal dan berbatu harus kita lalui. Rumah Pak Suwardi, Hostfam ku terletak di Dusun Tanah Rata, tidak seperti nama Desanya kontur jalan dan rumah di sini justru tidak rata, berbukit dan berlembah, hutan dan ladang terhampar sepanjang mata memandang dari teras rumah. Sebelah kiri rumah adalah mesjid besar dan kananya adalah surau. Anak-anak biasanya solat Margrib di Surau dan langsung mengaji, sedangkan orang tua solat berjamaah di Mesjid.  Rumah baru ku itu, hanya berjarak 100 meter dari SDN Kepuh Teluk 3. Dalam rumah ini, kami tinggal beempat, Ayah dan Ibu angkatku serta anak mereka, Usul yang masih kuliah di Sangkapura jurusan Pendidikan Agama Islam. Saat pertama kali datang, Ibu angkatku mengantarkan aku ke rumah Kakaknya yang terletak persis dibelakang rumah untuk mandi, ku pikir rumah Ayah dan Ibu angkatku tidak punya kamar mandi, ketika ku tanya, ibu malu-malu menjawab “ada bu... tapi nggak tega...” aku mengerutkan dahi bingung, ternyata menurut Ibu, kamar mandi itu tidak layak untukku, dia tidak tega menyuruh ku mandi disitu. Kawan, kamar mandi itu bersih juga dengan air yang jernih, hanya saja, letak kamar mandi dan dapur bersebelahan tanpa sekat. Dinding kamar mandi pun terbuat dari anyaman bambu yang tentunya anyaman sering kali tidak rapat, itulah mengapa Ibu angkat ku merasa tidak enak. Rata-rata rumah di daerah ini tidak terlalu memperhatikan kamar mandi dan dapur, biasaya bagian yang dipercantik hanya ruang tamu dan kamar tidur, sedangkan kamar mandi dan dapur selalu beralas tanah dan terbuat dari dinding kayu atau anyaman bambu. Aku tinggal di sebuah kamar berukuran 3x3 meter. Cukup besar bagiku karena aku tinggal sendirian dalam kamar itu. Lantai kamarku terbuat dari ubin kuning khas tempo dulu. Malam pertama dan kedua, penerangan dalam kamarku hanyalah senter, barulah dihari ketiga bohlam kuning hadir. Kehadiran si bohlam kuning membuat ku sadar bahwa beberapa hari ini Osama Bin Laden menatap gerak gerikku. Sebuah poster besar terpajang tepat dibawah pintu kamar menghadap kasurku. Kamar tak berkipas angin itu membuatku menggigil di malam pertama. Alhasil aku terbangun jam 3 pagi untuk membongkar carrier 60 liter mencari selembar kain. Seketika aku menyesal mengembalikan kantong tidurku kembali kerumah. Oh ya teman, iringan musik dari kamarku yang kudengar setiap malam adalah suara jangkrik, katak dan sesekali adalah suara Tokek yang membahana. Boleh dibilang pengalaman survival 3 hari di Gunung Bunder bersama rindam jaya adalah miniatur alam Desa Tanah Rata. Bedanya, aku tidak perlu repot berbagi darah dengan nyamuk seperti di sana. Semoga di kamar itu, aku mampu membuat karya yang bagus bagi anak-anak didik ku dan cerita yang luar biasa untuk hidupku dan kalian. Amin 17-6-2011 Dsn. Tanah Rata, Tambak, Bawean.

Cerita Lainnya

Lihat Semua