"Aku ceret kecil yang mungil"
Putri Rizki Dian Lestari 3 Juli 2011
Hari kedua, agenda utamaku saat bangun pagi adalah mencuci pakaian dan koperku yang terkena tumpahan satu botol madu. Tapi ternyata, Tidar dan kepala sekolahnya, Pak Mujo, sudah menungguku di depan pintu rumah. Hari pertama, Tidar tinggal bersama Pak Mujo yang berjarak kurang dari 200 meter dari rumahku. Mereka mengajakku ke SDN Kepuh Teluk 3, tempat aku akan mengajar selama setahun nanti. SDN itu sangat dekat dari rumah, anak-anak muridku ya tetangga sekitar, tidak ada yang jauh dari rumahku.
Setelah mencuci baju dan mandi, aku ikut Pak Mujo mengantarkan Tidar menemui orang Tua angkatnya, kami berjalan kaki melewati hutan bambu nan eksotis, dibalik rumpun-rumpun bambu, matahari membuka jalan pandang menuju hutan dan gunung-gunung gagah Pulau Bawean. Usai menerobos hutan bambu, cakrawala luas terbentang, menghamparlah terasering sawah nan hijau. Beberapa kali, kami berhenti karena Pak Mujo baru sembuh dari sakit Paru-paru basah yang menyerangnya.
Dusun Serambah semakin dekat terlihat, dari dusun ini Gunung-gunung semakin dekat, pak Mujo bilang, kalau mau naik gunung bisa mulai dari sini. Begitu datang kami disuguhkan air kelapa dan sepotong gula aren hangat yang baru selesai di masak. Nikmat tiada tara teman.
Teman, biarlah sahabatku Tidar Rachmadi yang bercerita rumah dan keluarga barunya juga sekolahnya. Singkat cerita, aku dan pak Mujo kembali ke Dusun Tanah Rata, selesai solat dan makan siang, aku pergi ke Sekolah, sekolahku setiap hari masuk siang, karena pagi hari, anak-anak sekolah di Madrasah Ibtidaiyah. Bisa dilihat teman, betapa siswa-siswa kami rajin dan gigih.
Ketika kami datang, murid-murid SD baru selesai ulangan umum, minggu depan mereka akan bagi raport. Kepala sekolah memintaku datang untuk berkenalan dengan dewan guru dan anak-anak. Tapi rupanya anak-anak masih bermain di lapangan dekat sekolah, aku usulkan pada kepala sekolah agar perkenalan dilakukan di lapangan saja. Akhirnya dewan guru dan aku mendaki bukit kecil menuju lapangan.
Di lapangan beberapa anak bermain kasti. Bola kasti mereka adalah Bola Tenis sedangkan pemukulnya adalah potongan kayu yang mereka bentuk sendiri. Beberapa berlarian dan beberapa lagi ada di atas pohon sambil makan buah-buahan hutan. Pak Suratmin, Kepala sekolah mengumpulkan anak-anak, mereka berbaris rapi, aku pun di perkenalkan. Seperti dugaanku mereka malu-malu, tak satu pun mau bertanya, akhirnya ku buat sebuah permainan dengan bola Tenis mereka, sebagian anak mulai cair, sebagian tetap bungkam. Ku ingat, permainanku berkahir saat seorang anak bungkam seribu bahasa saat padahal sudah di paksa semua guru dan murid yang ada di lapangan.
Strategi berikutnya, ku ajarkan mereka lagu Teko, “aku teko kecil yang mungil...” ku lagukan dengan gaya total, mereka diam, tak satu pun tersenyum, tiba-tiba, Pak Suratmin memotong, “Kalian tahu teko ndak?... Ceret... ceret” serempak mereka bilang “oooo..... cereeeet...” sejak saat itu lagu teko pun berubah jadi lagu ceret. Teman, berhati-hati dan lebih peka lah soal bahasa!
Usai perkenalanku, sebagian anak bermain kasti, sebagian duduk di pinggir lapangan. Ku manfaatkan mereka yang duduk di pinggir lapangan untuk saling mengenal lebih jauh, ku minta mereka mengajariku bahasa Bawean atau Bahasa Bhebian, it works, teman. Ketika mereka merasa lebih tahu dan pintar dengan mudah anak-anak itu mendekat. hari itu aku belajar menghitung 1-10.
Setong, Due, Tel
o, Empa', Lema, Enem, Peto, Balo', Sanga, Sapoloh"
Teman, boleh ku b
ilang setelah pulang dari lapangan, mereka resmi menjadi muridku juga sahabatku. Saat pulang dari lapangan, aku melihat pohon kedongdong, mereka tanya “ibu suka?” satu anggukan saja, salah satu dari mereka langsung memanjat dan mengambilkan beberapa kedongdong untukku. Bukan senang teman, yang pertama ku rasakan adalah ketakutan melihat mereka memanjat pohon kedongdong nan tinggi itu. Tapi dengan santai mereka bilang “anak laki bu... masa ndak bisa manjat”
Sore itu juga kami langsung bikin janji, malam nanti mereka akan datang dan belajar di rumah. Kawan, janji itu selalu mereka tepati. Kalau kita berjanji belajar setelah isya mereka datang setelah maghrib. Kalau ku minta datang jam 4 sore, jam 3 mereka sudah ada di depan rumahku.
Kawan, kebayang kan kalau semua murid SD di Tanah Air punya semangat kayak gini?
18-6-2011
Kamar, Bawean
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda