Badai Pasti Berlalu

Putri Rizki Dian Lestari 1 Januari 2012

“Bu, tak ada kapal ke Bawean sudah seminggu ini, belum tahu sampai kapan” kabar singkat ini ku terima dari Pak Mujo Kepala Sekolah Tidar yang tinggal di dusunku. Aku segera mengecek pada teman-teman di Gresik dan syahbandar di pelabuhan. Ya, ombak terlalu tinggi angin terlalu kencang. Kapal Bahari express bukanlah kapal besar seperti seperti Feri penyebrangan Merak – Bakahueni, atau Aceh - Pulau Weh. Melawan ombak lebih dari 2 meter tentulah ia menyerah.

Tak lama kemudian, seorang sahabat  mengirimkan pesan singkat “Assalamualaikum Pengajar Muda, cuaca di Bawean tak menentu, hujan dan angin kencang ada setiap hari, Bawean gelap gulita karena listrik padam, bensin mulai langka harga beras menjadi 10 Kg per liter. Semoga cuaca lekas bersahabat saat pengajajar muda kembali ke Bawean”

Aku mulai mengahawatirkan keluargaku di Bawean, minggu ini harusnya saat musim tanam di sawah. Ah kasihan sekali kalau sampai bensin mahal, karena letak sawah mereka jauh dari rumah. Aku mencoba menelpon tetanggaku yang memiliki antena telepon genggam. Sayang tak satu pun mengangkat. Akhrinya ku panjatkan doa untuk mereka, agar hilang cemas ku.

Beberapa hari berselang seorang teman di Bawean mengirimkan pesan singkat lagi “Apa kabar pengajar muda? Bawean semakin tak karuan, masih belum ada kapal yang sampai ke Bawean, sembako semakin langka, kalaupun ada sangat mahal harganya. Bensin harganya 15-20 ribu rupiah. Mohon kepada Pengajar Muda sampaikan hal ini kepada Pak Anies Bawedan yang mungkin punya akses langsung dengan KSAL untuk minta kapal bantuan ke Bawean” Sms ini mengejutkan dan akhirmya permintaan kapal bantuan ini kami sampaikan pada pemerintah daerah.

Pulau Bawean, hanya 80 mill dari Gresik, kota dengan penghasilan tertinggi di Jawa Timur. Tapi harga bahan bakar bisa mencapai angka 15.000 rupiah, sembako bisa menjadi langka. Heran betul hal ini bisa terjadi. Dan menurut teman-teman di sini, kejadian ini selalu berlangsung setiap tahun. Setiap musim penghujan tiba, masyarakat mulai waspada. Krisis selelu memukul pertama masyarakat miskin. Para petani tercekik dengan harga pupuk, musim tanam pun berlangsung lama karena saat bahan bakar tak ada tak ada transportasi untuk ke sawah.

Aku jadi teringat pada kata-kata teman di Bawean “Mbak, yang diminta orang Bawean ini dari dulu sama pemerintah cuma dua yaitu Kapal dan perbaikan jalan lingkar Bawean” dulu aku pikir yang dimaksud kapal adalah kapal tambahan agar orang bisa mondar-mandir setiap hari ke Bawean. Tapi mungkin juga adalah kapal besar yang tahan diterjang ombak lebih dari 2 meter. Sehingga masyarakat bisa bebas krisis tahunan yang terjadi berulang.

Otak sederhana ku berpikir kenapa pemerintah tak beli kapal besar ya? Memang berapa sih harga kapal? Kenapa pemerintah menyerahkan hidup masyarakat Bawean pada satu-satunya kapal kecil milik swasta yang beroperasi? Ah, pasti pikiran ini terlalu sederhana, orang-orang yang lebih pintar di atas sana pastilah punya jawaban yang baik dan sedang memikirkan pula jalan terbaik untuk Bawean yang lebih baik. Badai Pasti Berlalu.


Cerita Lainnya

Lihat Semua