My Hidden Pearls: Ramadhan Merdeka!!

Petra Aprillia Monica 21 Agustus 2012

 

(21 Agustus 2012)

Ternyata saya benar. Setelah perkenalan awal kami, saya dan Daus pun bertemu kembali untuk membahas lebih serius mengenai keadaan masyarakat Parado. Sore itu kami berbincang-bincang selama 2 jam untuk mengetahui apa yang dia harapkan dan apa yang bisa saya bantu. Daus mengatakan bahwa saat ini dia sedang disibukkan dengan kegiatan Paskibra SMA Kecamatan untuk menyambut HUT RI ke-67. Saya mengatakan bahwa saya tertarik untuk melihat latihannya karena kebetulan saya pernah menjadi ketua Paskibar pada saat saya SMP.

Esoknya, saya datang ke kuburan, dimana latihan berbaris diadakan pagi itu. Udara pagi hari di Parado tidaklah mudah, saya kurang tahu berapa derajat Celcius, yang pasti itu sangat dingin. Beberapa anak tampak sudah datang dan berkumpul dengan grupnya masing-masing, dan semua mata melihat ke arah saya. Mungkin pikirnya, untuk apa guru SD ini kesini? Atau mungkin mereka tidak menyangka saya guru karena badan mereka lebih besar dari saya. Entahlah. Saya ditemani oleh dua asisten kecil saya, Fathiya dan Sofia yang duduk di kelas 1 SMP, mereka tetangga saya.

Daus dan 2 orang Babinsar bernama Pak Usman dan Pak Nasution kemudian datang. Mereka menyiapkan barisan kemudian tanpa disangka mereka memperkenalkan saya di depan barisan 70 anak SMA dan mengatakan bahwa saya juga akan melatih mereka. Whoa! I didn’t see that coming. Tidak mungkin saya memotong lalu mengatakan tidak. Hmm, what should I do? Setelah selesai berbicara, Pak Nasution menanyakan barisan ini akan diperintahkan bagaimana. Sekilas memang saya melihat PBB (Peraturan Baris-Berbaris) mereka masih kacau, belum tegas dan tidak serius. Akhirnya saya memberikan saran untuk membagi mereka menjadi 3 kelompok yang dipimpin masing-masing satu pelatih, karena akan sulit jika mereka langsung berlatih dalam kelompok besar. Hari itu juga secara tidak langsung saya resmi menjadi pelatih mereka.

2 minggu kami berlatih pagi dan sore di bulan Ramadhan. Di lapangan, kedisiplinan saya awalnya membuat mereka kesal dan takut. Di luar lapangan saya suka nimbrung saat mereka duduk berkelompok dan bersenda gurau, tidak peduli mereka mengatakan apa.

Minggu pertama, hampir setengah dari mereka terlambat datang. Dari 5-30 menit. Yang datang tepat waktu pun tidak lebih baik. Semuanya tidak serius, kalau kata orang Jawa, slengean. Saya mantapkan PBB mereka sebelum masuk ke formasi baeisan. Lagi-lagi mereka tidak serius, Paskibra sebelumnya dikenal langsung melakukan latihan formasi. Tapi saya penuhi mereka dengan PBB mulai dari yang paling dasar.

Mereka memiliki potensi yang sangat besar. Badan, hampir mereka semua tegap dan tinggi, mereka terbiasa bekerja di kebun atau sawah. Saya tidak meragukan fisik mereka. Sayangnya, kedisiplinan dan toleransi mereka kurang. Hari kedua, setiap saya bicara apa, mereka balas dengan celetukan lalu disambut cekikikan tawa teman-temannya. Mungkin pikirnya saya perempuan, kecil lagi. Gampang dikerjain. Saya berikan percakapan one-on-one mereka mati kutu. Bercanda sekelompok, saya hukum. Masih belum ada perubahan, hukum lagi. Begitu hingga hari kelima, terlihat ada perubahan.

Tidak mudah menghadapi mereka mempersiapkan upacara HUT RI yang sudah dekat. Jumlah mereka banyak (dipilih oleh ketua Polsek), pelatih Babinsar sering ada tugas jaga, waktu terlalu singkat, kedisiplinan mereka sangat kurang, pelatih belum menyiapkan formasi barisan, pelatih penanggung jawab (Ketua Polsek) tidak pernah hadir saat latihan. Pernah suatu hari hanya saya pelatih yang bisa datang. Alhasil, me vs 75 kids. Not an easy one, but I can handle. Saya rasa saat itu they started to take me seriously.

Saya tetap gigih dengan dasar. Kedisiplinan, mulai saat itu mereka selalu datang 30 menit sebelum latihan dimulai tanpa harus diingatkan. Kebersamaan, mereka berasal dari sekolah yang berbeda (dari SMA, MA dan pesantren se-kecamatan Parado) dan mulai dapat membaur. Menghormati orang lain, menghormati pelatih atau teman yang berbicara atau tampil di depan. Dasar PBB, mantap dan tegas. Konsentrasi, mendengarkan instruksi komandan dan tidak bercanda di dalam barisan.

Di satu sisi saya memantapkan pasukan, satu sisi para pelatih ini membuat saya bingung karena mereka malah menagih formasi barisan kepada saya. Ketidakjelasan sususan penanggung jawab kegiatan Paskibra ini menyebabkan pembagian tugas yang tidak jelas pula. Akhirnya saya menghubungi lagi pelatih Paskibar saya saat SMP, Kak Pungky, untuk mendiskusikan susunan formasi barisan bendera. Saya meyakinkan kepada para Babinsar, apakah benar-benar belum ada formasi yang tersusun, karena saya tidak mau dianggap melangkahi. Mereka mengatakan bahwa pasukan tahun ini seharusnya menjadi tanggung jawab Ketua Polsek tetapi karena beliau tidak pernah hadir, kita setuju menggunakan formasi barisan saya.

What a drama!Di hari saya mengajarkan formasi saya kepada pasukan, Ketua Polsek datang dan merombak formasi saya bahkan sampai ke detail anggota pasukan 17, 8 dan 45. Para Babinsar pun bingung, satu sisi mereka tidak punya hak untuk membantah perintah Ketua Polsek, di satu sisi mereka sudah mantap dengan formasi barisan dari saya. Akhirnya saya pun mengusulkan untuk mengikuti formasi Kapolsek dahulu. 2 hari terlewati, beberapa anak protes kurang suka dengan pelatihan dari Kapolsek (terlihat dari semangat mereka juga). Saya dan para Babinsar melihat kejanggalan dari susunan formasi. Setelah mereka berdiskusi dengan atasannya mengenai aturan upacara bendera dan saya berdiskusi dengan pelatih saya, kami mempunyai hasil yang sama, formasi yang digunakan tidak sesuai dengan aturan pengibaran bendera. Kebetulan juga, pada hari ketiga dan seterusnya Kapolsek tidak pernah datang lagi ke lapangan. Akhirnya kami lanjutkan dengan formasi usulan saya.

Dengan waktu tinggal satu minggu tersisa, kami berlatih tanpa henti pagi dan sore. Saya dan para Babinsar memantapkan formasi dan barisan, Daus menyiapkan segala perlengkapan upacara. Dari hari pertama saya bersama dengan mereka saya sempat menanyakan mengenai Malam Pengukuhan kepada panitia, mereka mengaku belum pernah melakukannya. Setelah saya menjelaskan pentingnya Pengukuhan bagi pasukan tersebut, akhirnya disetujui oleh bapak Camat. Malam Pengukuhan diadakan setelah Gladi Bersih tanggal 16 Agustus 2012 setelah acara buka bersama dengan Pak Camat di aula serba guna kecamatan.

Saya dibantu Daus mengurus susunan acara dan setting Malam Pengukuhan. Ternyata banyak tokoh yang terlibat malam itu, mungkin karena ini adalah acara baru. Pak Camat, Kepsek SD, SMP dan SMA hadir juga dalam ruangan tersebut. Dengan setting ruangan yang gelap tanpa lampu, saya dan Daus membacakan renungan. Emosi anak-anak ternyata jauh dari yang saya duga. Inti dari renungan ini adalah untuk menyadari arti kemerdekaan, kebanggaan dan rasa nasionalisme. Awalnya saya takut mereka tidak mendapat makna dari itu semua. Mereka semua hanyut dalam renungan masing-masing. Lalu upacara Pengukuhan pun dilakukan dan dipimpin oleh Pak Camat. Dengan amanat dari tokoh tertinggi di Kecamatan tersebut, saya rasa dapat menanamkan semangat kepada pasukan untuk menjalankan tugasnya besok pagi. Semangat membara teralir dari genggaman erat mereka saat menjabat & mencium tangan saya.

Esok paginya adalah the big day. Mereka sudah siap satu jam sebelumnya. Beberapa terlihat tegang. Tetapi saya percaya mereka akan bersinar pagi itu. Mereka memasuki lapangan dengan mantap, semua mata mengarah kepada pasukan gagah itu. Formasi barisan dibuka dengan mantap, pengibaran bendera terselesaikan dengan sempurna, mereka keluar lapangan dengan mempesona. Selesai upacara mereka semua bersorak gembira, saya juga sampaikan rasa bangga saya. Tapi itu baru setengah jalan, mereka belum sepenuhnya lega. Sorenya, upacara penurunan bendera berlangsung khidmat dan lancar, tidak ada kesalahan.

Semua sempurna, semua gembira. Saya tahu mereka bisa, saya bangga. Merdeka!!


Cerita Lainnya

Lihat Semua