info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

My Hidden Pearls: Ramadhan Juara

Petra Aprillia Monica 18 Agustus 2012

 

(18 August 2012)

Memasuki bulan Ramadhan yang berarti libur sekolah 3 minggu (menurut kalender SD kabupaten Bima), saya merasa khawatir. The holiday comes too soon!!  Baru 1 bulan disini, saya belum begitu mengenal medan, saya belum punya ‘teman main’ orang yang bisa saya ajak kemana saja atau mengobrol apa saja.  Saya pun belum mengenal dekat anak-anak karena jadwal pelajaran yang masih bolong-bolong karena libur sekolah. Saya khawatir. Yang saya pikirkan adalah, apa yang akan saya lakukan untuk mengisi waktu? Ngobrol seharian dengan ibu-ibu? Oh that’s not me. Bermain dengan anak-anak? With who? Saya belum kenal akrab dengan mereka. Mereka juga belum berani untuk mendatangi saya ke rumah. Yang selalu saya bayangkan adalah, bangun tidur mungkin saya bisa membantu ibu dan bersih-bersih rumah, tapi setelah itu? Sekitar jam 10 an? What should I do?? Saya terbiasa mempunyai jadwal yang cukup padat, nah ketika dihadapi dengan liburan yang panjang AND I can’t go anywhere (ho..ho..ho.. it would be different if I can pack my bag and off somewhere around the island) saya pusing. Seriously. Mungkin terbaca lebay. Tapi ketika berada di situasi yang berbeda (I am alone, I am remote and yet, I am prohibited to leave this place), saya percaya siapa pun juga bisa jadi lebay.

Tapi ke-lebay-an itu tidak berlangsung lama. Walaupun libur, anak-anak tetap masuk sekolah selama 2 minggu awal puasa. Kegiatan kami mengaji bersama, dan untuk beberapa anak yang dipilih mengikuti Lomba Imtaq Kecamatan akan berlatih bersama beberapa guru, sedangkan sisanya bermain-main tanpa lelah di sekitar sekolah. Ternyata walaupun sekolah diliburkan full sampai setelah Lebaran, kegiatan keagamaan tetap berjalan. Desa Parado ini cukup religius jadi memang mengutamakan kegiatan-kegiatan keagamaan. Lomba Imtaq digelar dimana-mana. Antar desa, dan yang heboh adalah Lomba Imtaq Kecamatan.

Ada beberapa kategori yang dilombakan, seperti Bacaan Shalat, Dai Cilik, Kaligrafi, Baca Al-Qur’an, Bacaan Shalat Mayit, Adzan, Puitisasi Al-Qur’an dan Cerdas Cermat. Saya tidak ditugaskan untuk mendampingi kategori apapun, tetapi saya dengan penuh percaya diri bergabung di latihan apapun yang sedang berlangsung. Well, I need to blend in anyway. Jadi saya harus SKSDSB (Sok Kenal Sok Dekat dan Sok Bisa) dengan guru-guru dan anak-anak J. Saya sumbangkan komentar-komentar saya di pelatihan Adzan, Bacaan Shalat dan Shalat Mayit, Puitisasi Al-Qur’an. Saya banyak bertukar pikiran dengan para Dai Cilik. Saya ikut-ikutan belajar Kaligrafi. Saya juga ikut berkumpul dengan anak-anak yang setiap hari menghafal materi-materi untuk Cerdas Cermat. Wow, I don’t know that I’m that talented! :D What I realise is, no matter how smart you are, it means nothing when you don’t want to share it to others. Meanwhile, even only with your minimum knowledge, if you share it to others you will feel better (at least for yourself) and the bonus is, it might be useful for others too. Who knows.

Dengan semangat anak-anak dan cerita yang saya dengar dari sana-sini, sepertinya Lomba Imtaq Kecamatan ini cukup besar. Yeap! That’s right. Lomba yang diadakan di salah satu pesantren ternama di desa kami itu memang untuk derajat SD, SMP dan SMA jadi pada satu hari tersebut, tumpah seluruh isi desa di pesantren itu. Murid-murid peserta lomba, guru-guru sebagai juri atau pendamping, dan tidak kalah para orang tua yang ingin melihat anak-anaknya beraksi. Ah, beautiful.

Acara dibuka oleh Dinas Pendidikan Kecamatan dalam sebuah apel, lalu setelah apel selesai, lomba pun dimulai dalam waktu yang bersamaan. Saya? Bingung! Saya tidak mendampingi eksklusif saah satu kategori perlombaan, anak-anak pun berebut minta saya dampingi. Kata-kata seperti “Ibu nanti di ruangan kita kan?” “Bu, nanti lihat kami ya Bu!” “Bu, jangan lupa nanti foto saya ni waktu saya tampil.” “Bu, kita semangat ni kalau Ibu lihat kami.” “Nanti kalau saya takut saya lihat Ibu ja ni.” Err.. Okay.. Mereka tarik saya kesana-kesini. Well, the good thing is yes they accept me fine, the confusing thing is they won’t let me go without them. Akhirnya saya antar mereka satu-per satu ke ruangan masing-masing. Mereka? Sama! Mereka mengikuti saya dulu sampai akhirnya berhasil mengantar mereka ke 7 ruangan yang berbeda setelah berlarian di koridor-koridor yang penuh dengan orang serta naik turun tangga.

Saya sempat berfikir, apakah supaya adil saya tidak melihat satu pun proses mereka di dalam ruangan (these kids can criticize me brutally me about fairness) sehingga tidak ada yang merajuk karena ada yang mendapat perhatian lebih atau tidak. Tapi saya coba berkeliling urut dari satu ruangan ke ruangan lainnya (sampai sempat mendadak diminta menjadi juri! Oh no!) dan tidak dapat saya hindari, crowd di ruangan Dai Cilik menarik perhatian saya. Dan karena memang saya sering berdiskusi dengan 2 Dai Cilik andalan SDN Paradowane, begitu melihat saya mereka pun dengan ribut meminta saya duduk di dekat mereka. Uci, Dai Putri, mempunyai rasa percaya diri yang tinggi bahkan terkesan bawel dan centil tetapi memang suka mencari perhatian. “Bu, saya sudah rapi belum?” “Bu, nanti saya harus selalu senyum ya?” “Nanti saya lihat ke Ibu terus saja ni biar ndak lupa senyum seperti ini hiiii...” itulah yang keluar dari mulutnya sebelum Uci tampil. Sedangkan Hamdan, Dai Putra, leboh cool and calm bahkan sedikit terganggu dengan ke-hyper active-an Uci. Tetapi pendukung Hamdan lebih ramai karena memang dia adalah juara Dai tahun lalu. Tetapi dalam diamnya, sebenarnya dia tegang. “Bu, saya takut.” “Haduh, grogi ni.” “Bu saya pulang saja ya.” dan selama menunggu, dia sering memegang tangan saya mencari ketenangan.

Begitu saatnya tiba, they’ve killed it! Big time! Uci dengan penuh percaya dirinya, Hamdan dengan ke-smooth­-annya. They had their moments! Oh I wish they could be on TV! Bukan untuk merendahkan, tapi walaupun sudah dilihat melalui penilaian objektif, mereka menang telak dari lawan-lawannya. Mereka tahu mereka bagus, penonton tahu mereka bagus, saya tahu mereka incredible tapi saya tetap minta mereka menjadi penonton yang sportif dan memberikan tepuk tangan untuk siapapun yang tampil. Mereka pun tetap duduk manis sampai peserta terakhir, hal kecil itu lebih lebih lebih membuat saya bangga.

Selesai mereka tampil saya langsung berlari ke ruangan-ruangan lain untuk mengejar penampilan lain. Ada beberapa yang terlewatkan, ada beberapa yang masih berlangsung. Akhirnya setelah semua sesi berakhir, saatnya kategori terakhir, Cerdas Cermat. Karena diadakan lebih siang, maka kami semua dapat berkumpul bersama untuk mendukung tim SD kami. Babak putaran pertama tidak berjalan mulus bagi SD kami, kami berada di urutan kedua. Yang saya amati disini, psikologis anak terganggu oleh situasi guru dan kepala sekolah sebagai penonton yang amat sangat tidak bisa tenang. Mereka SELALU lempar komentar sana-sini, memberi nasehat kepada murid-muridnya dengan cara yang (menurut saya) sangat mengintimidasi sehingga peserta tertekan. “Ayo tangannya siap!” “Ayu Khusnul, bukan seperti itu posisi tangannya!” “Ayo Ratu lebih cepat lagi!” Whoa! Whoa! Whoa! Saya sebagai penonton saja merasa terganggu, apalagi peserta DAN disebutkan namanya pula. Maklum, kepala sekolahku orangnya sangat outspoken dan terkenal galak. Setelah babak pertama berakhir, kepsek pun menyerahkan tim Cerdas Cermat (Khusnul, Marfuah, Ratu) kepada saya untuk dilatih supaya babak final menjadi juara. Beliau sangat obsesif sekali agar sekolah kami memenangkan segala kategori sehingga menjadi juara umum.

Tidak heran setelah putaran pertama berakhir anak-anak tertekan. Mereka mengeluh pusing lah, sakit lah, dan segala excuses lainnya. Saya langsung meminta mereka untuk melupakan babak tadi dan mengajak mereka bermain sambil istirahat shalat. Selesai tertawa dan bercanda, saya kumpulkan mereka lalu mengadakan sesi curhat. Setelah segala perasaan keluar saya pun berkata, “Ibu hanya punya satu pesan, konsentrasi. Ibu tahu kalian pintar, kalian sudah mengingat semua soal. Tapi kalian kurang berkonsentrasi, kita semua tahu kenapa. Abaikan semua kata-kata penonton atau guru atau kepsek. Satu-satunya orang yang perlu kalian perhatikan hanya pembaca soal. Kalau kalian sibuk memperhatikan guru/kepsek, kalian tidak siap saat soal dibacakan. Abaikan.”

Final round? They were SHINING! They were the quickest, they were the fastest, they were the brightest!SD kami menjadi juara 1.

Hasil akhir, kami menjuarai lomba Bacaan Shalat, Puitisasi Al-Qur’an, Dai Cilik, Cerdas Cermat dan kami menjadi juara umum kecamatan Parado. What a great kid I have.


Cerita Lainnya

Lihat Semua