TITIPAN SEMANGAT DARI SENYUM MANIS PULAU PUTRI

Nursida 10 Juli 2015

“Normalkah perasaan ini? Mengingat saya dan 74 PM lainnya telah melalui tiga tahap seleksi, kemudian mengikuti Pelatihan Intensif terkait berbagai teori dan praktik selama dua bulan, sebagai bekal penguatan mental selama di penempatan.”

 

Disaat teman-teman di kabupaten lain telah menyelesaikan masa transisi kabupatennya. Tim

Bawean baru akan memulainya, diawali dengan indahnya sambutan hangat dari bulan Ramadhan.

Bulan yang sangat dinantikan oleh seluruh umat muslim di dunia, bulan yang sangat dirindukan, dan bulan yang dipercaya membawa banyak manfaat.

Mungkin terlalu naif jika saya sebagai “PM” mengatakan bahwa kami juga membawa manfaat pendidikan. Karena bukan kami yang merasakan tetapi masyarakat yang ada di desa penempatan kami yang merasakan.

Kemudian timbullah kekhawatiran-kekhawatiran yang muncul dalam diri saya yang sedang melakukan transisi, sebagai PM pelari terakhir yang hendak melanjutkan estafet gotong royong untuk desa penempatannya.

Akankah saya menjadi PM yang dapat bermanfaat untuk anak-anak?

Akankah saya menjadi PM yang dapat bermanfaat untuk teman-teman guru?, dan

Akankah saya dapat menjadi PM yang bermanfaat untuk masyarakat?

Akankah saya menebar banyak manfaat untuk desa ini?, agar dirindukan oleh masyarakat di desa layaknya bulan suci Ramadhan.

“Pertanyaan monolog yang selalu saya lontarkan dalam hati ketika sedang melakukan masa transisi kabupaten”.

Ketika tanggal 01 Juli 2015, hari dimana saya merayakan hari kelahiran. Pada tanggal tersebut saya melakukan perjalanan dari kabupaten ke desa penempatan. Perjalanan yang masih diliputi rasa kekhawatiran karena akan hidup dengan keluarga dan lingkungan yang baru.

Kekhawatiran itu dijemput oleh seorang ayah dengan baju rapih di pelabuhan Bawean dengan sepeda motor pinjaman milik adik iparnya. Sang ayah bercerita dengan semangatnya karena bahagia seorang yang memiliki kekhawatiran ini telah kembali ke desa.

Perjalanan pun dilanjutkan dengan klotok (sebutan perahu kayu di Bawean). Ternyata di klotok telah dinanti oleh adik laki-lakinya yang pertama dengan senyum manis yang tipis karena ikatan simpul kami yang belum terlalu kuat.

Sesampai di pulau Gili yang katanya pulau para putri, air yang surut memaksa perahu harus di parkir ditengah laut sekitar 20 meter dari tepi pantai,  ada seorang gadis kecil dengan rambut keriting berwarna kecokelatan berlari kearah laut, membuat seluruh bajunya basah kuyup, sambil berteriak dengan penuh semangat, IBU! IBU! IBU! IBU SUDAH PULAAAANG!

Katanya anak kecil adalah mahluk yang tidak pernah berbohong tentang apa yang dirasakan. Ketika merasakan semangat mereka akan bersemangat. Ketika merasakan kebahagian maka mereka akan berbahagia. Ketika merasakan kekhawatiran mereka pun begitu.

Lantas tegakah saya menurunkan semangat mereka dengan kekhawatiran saya karena ego pribadi, atas pencapaian-pencapaian yang ingin saya capai.???

Ternyata saya melupakan satu hal, belajarlah dari siapa saja. Belajarlah menghargai setiap semangat sesederhana anak kecil dengan rambut keriting yang rela basah kuyup dan Belajarlah menghargai setiap kebahagian sesederhana seorang ayah menjemput anaknya di Pelabuhan. Dengan begitu kita akan belajar banyak hal.

 

Bawean, 10 Juli 2015


Cerita Lainnya

Lihat Semua