Kamu Masih Utang Cita-cita

Nurhikmah 16 Juli 2016
Ketika pertama kali bertatap muka, saya menanyakan cita-cita semua anak di kelas. Hampir semua anak laki-laki mau jadi tentara dan anak-anak perempuan mau jadi guru. Namun, fredi belum tahu kalau besar mau jadi apa. Tidak masalah kalau kamu belum tahu nak, masih ada besok. Perkenalan kami terus berlanjut pada pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Sebagai guru saya sering mendatangi mejanya untuk memeriksa pekerjaan Fredi. Dia juga sering mengacungkan tangan ketika ada pertanyaan, walaupun gagal maju ke depan kelas karena malu-malu. Setiap hari siswa kelas dua ini datang ke rumah untuk belajar, kadang-kadang tiga sampai empat kali sehari. Anak laki-laki yang suka menggambar ini adalah murid yang sangat pengertian dan rajin tersenyum. Kami sering belajar dimana saja, seperti di dermaga, di pinggir sungai dan di rumah guru. Syaratnya hanya satu, tidak banyak orang. Karena dia juga masih malu-malu kalau belajar sambil diperhatikan. Pada suatu kesempatan saya kembali mengulang pertanyaan tentang cita-cita. Dan jawabannya tetap sama. Dia masih belum tahu dan butuh berbicara dengan bapaknya terlebih dahulu. Setelah bercerita banyak, ternyata bercita-cita belum tentu membuat kita berhasil menurutnya. Mungkin saja setelah sekolah SMA dia akan bekerja untuk membantu orang tua. Kadang-kadang Fredi berperan sebagai guruku. Dia banyak mengajarkan tentang budaya masyarakat Dayak dan bahasa sehari-hari. Layaknya seorang guru yang sebenarnya, dia juga memberikan soal dan menertawai saya ketika jawabannya kurang tepat. Ketika baru pulang ke desa atau hendak bepergian dia sering menawarkan diri untuk membantu angkat barang. Anak yang suka berenang di sungai ini juga akan menemani saya mencari perahu sampai mendapatkan tumpangan. Setelah saya naik ke perahu, dia tidak langsung pulang. Dia akan berdiri di pinggir sungai sambil melambaikan tangannya dan berpesan agar saya berhati-hati. Dia masih berdiri di sana hingga perahu tak lagi terlihat. Sambil duduk di dermaga menunggu perahu lewat, kami juga bercerita tentang sekolah. Pernah sekali waktu dia menanyakan cita-cita saya. Setelah ku jawab ingin menjadi Pengendali Ekosistem Hutan (PEH), dia masih penasaran dan menanyakan tentang apa itu, kenapa saya memilih itu dan cara meraih cita-cita tersebut. Kesempatan tersebut ku manfaatkan untuk bertanya kembali soal cita-cita Fredi. Ternyata dia belum jua menentukan pilihan. Namun kali ini gayanya tampak lain dan disertai dengan permohonan maaf atas kelalaiannya. Sepertinya dia telah memiliki cita-cita, namun masih ragu-ragu. Tampaknya dia terlalu banyak berpikir tentang cara meraih cita-cita tersebut. Akhirnya dia memutuskan untuk memilih kata tidak tahu lagi. Bukan masalah kalau sampai sekarang belum ada. Pada kesempatan itu dia menjanjikan untuk menyampaikan cita-citanya sebelum tugas saya selesai. Baiklah fredi, kamu masih memiliki enam bulan lamanya untuk berpikir. Dan saya mulai kurang sabar untuk menunggu cita-cita yang ditunggu setahun itu.

Cerita Lainnya

Lihat Semua