info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Pijakan Pertama : Syukur!

Nindya Intan Putri 5 September 2013

 

  Sabtu, 16 juni 2013 tepat pukul 01.30 pesawat jakarta-ambon take off dari bandara termegah di bumi pertiwi kita, bandara yang diberi nama sesuai dengan dua founding fathers negara ini yaitu Soekarno Hatta. Semoga kepergian kami tidak membawa kegelapan seperti gelapnya langit Jakarta malam itu tapi membawa pencerahan sebening niat dan ketulusan nama bandara yang menjadi saksi bisu keberangkatan kami berempat belas. Ya, kami berempat belas..empat belas mentari yang siap menerangi langit bagian timur nusantara ini. Tanah rempah dan cendrawasih..maluku dan papua. 3,5 jam diatas langit membuat saya bersyukur. Bersyukur karena itulah pertama kalinya aku berani menjejakkan kaki ke tanah lain, berani menyingkirkan semua kekhawatiran dan keraguan, berani mengambil keputusan untuk 1 tahun berbaur dengan masyarakat yang entah seperti apa budayanya..tapi aku yakin jika kesungguhan ini akan berbuah manis 1 tahun kedepan. Sampai di Bandara Pattimura Ambon pukul 07.30 WIT, kami berempat belas berpisah menuju 2 tujuan berbeda..Fakfak dan Saumlaki. Oke, its time to crying again..kataku saat itu. Setelah air mataku terkuras dua bulan sebelumnya berpisah dengan keluarga,teman dan orang yang kusayangi,lalu saat berpisah dengan 73 anggota keluarga baruku di Indonesia Mengajar selama 2 bulan dipagi harinya, sekarang aku menangis (lagi) karena berpisah dengan 7 orang lainnya. Jujur,aku tidak suka dengan perpisahan apapun itu bentuknya. Pernah dulu salah seorang sahabat kuliahku menyebutku sebagai “pembenci kenyataan” karena sifatku yang sering takut menghadapi kenyataan terutama yang berbau perpisahan. Tapi Tuhan itu mencintai hamba Nya dengan cara Nya, disinilah mungkin tangga pertamaku menuju pembelajaran pertamaku. Bersyukur! Tinggal kami bertujuh dibandara Pattimura Ambon, kami menunggu flight ke Saumlaki, ibu kota kabupaten yang selama setahun nanti menjadi tanah pijakan kami untuk memoles mutiara-mutiara kecil kami. Akhirnya setelah 10 menit menunggu, kami bertujuh langsung terbang ke Saumlaki dengan pesawat yang secara ukuran lebih kecil dari pesawat pertama kami. Hal itu semakin membuatku dag dig dug karena ketakutan perjalanan udara. Tapibalik lagi, apapun yang terjadi nanti pasrahkan semuanya pada Tuhan. 2 jam diudara sampailah kami semua di bandar udara Saumlaki disambut dengan derasnya hujan dan lambaian tangan kakak Pengajar Muda sebelum kami. Tak ternilai bagaimana bahagianya perasaan saat itu, pijakan tanah pertama ditanah berbeda,meskipun masih satu belahan dunia. Yak itulah sambutan manis kami diawal perjalanan yang kami semua yakini pasti semanis orang-orangnya..Selamat Datang di Bumi Duan lolat ibu guru!

Cerita Lainnya

Lihat Semua