Yayasan Filantropi Indonesia : Berbagi Kebahagiaan di Ujung Utara Kabupaten Lebak (part 1)

MuhammadTaisar 29 Juni 2016

Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat untuk oranglain

Mungkin kalimat ini yang pas untuk menggambarkan perjalanan kami di Desa Girijagabaya, Kecamatan Muncang, Kabupaten Lebak, Banten. Memulai menjadi volunteer memang sudah saya tekuni sejak satu tahun silam sampai dengan saat ini.

Sabtu, 4 Juni 2016, Yayasan Filantropi Indonesia (YFI) membuka kesempatan untuk siapa saja yang ingin ikut berkontribusi menebarkan kebaikan di pelosok desa. Kegiatan ini merupakan sebuah kegiatan kerelawanan dalam hal pendidikan mencakup Kelas Inspirasi dan Dongeng Inspiratif untuk anak. Selain itu diberikan juga bantuan peralatan sekolah untuk anak-anak di desa tersebut. Kegiatan yang diikuti oleh sekitar 23 orang relawan ini mengusung tema “Inspire Action Day” artinya selama satu hari penuh, kakak-kakak relawan ini menginspirasi adik-adik untuk semangat mengemban pendidikan. Menceritakan beberapa peran atau profesi yang kedepannya bisa menginspirasi adik-adik untuk berani bercita-cita yang tinggi.

Desa Girijagabaya terletak di Kabupaten Lebak yang berjarak tidak bergitu jauh dari ibu kota Jakarta. Namun, akses menuju desa ini sangat tidak mudah. Mulai dari transportasi yang tidak setiap waktu ada dan keadaan jalan yang tidak begitu baik membuat desa ini jauh dari hiruk pikuk dunia perkotaan. Demikian juga dengan pendidikan di sini. Jarak yang jauh dari kecamatan membuat mereka harus berjalan jauh menuju ke sekolah. Di desa ini tidak terdapat satu pun sekolah dasar negeri. Anak-anak usia sekolah dasar bersekolah di Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar. Sekolah ini baru dibangun beberapa tahun silam, jumlah siswanya pun tidak banyak, sekitar 80 anak. Berbeda dari sekolah dasar pada umumnya, MI Mathlaul Anwar memiliki dua ruang kelas dan satu saung terbuka. Artinya, ada satu ruangan yang digunakan oleh dua kelas secara bersamaan. Kelas satu dan dua belajar di saung terbuka, sementara kelas 3 dan 4 serta kelas 5 dan 6 berada di dalam ruangan. Kondisi ruangan pun sangat memprihatinkan, atap mulai ambruk, tembok yang tidak kokoh serta jendela dan pintu yang mulai lapuk dimakan usia, belum lagi tenaga pengajar yang kurang. Secara fisik memang jauh dari sekolah layak huni, tetapi seburuk apapun kondisi sekolah, anak-anak tetap semangat berangkat ke sekolah karena belajar tidak dibatasi oleh ketersediaan gedung sekolah.

Pagi itu, team Inspire Action Day memulai kegiatan dengan makan pagi bersama di rumah Kepala Sekolah. Kebiasaan yang dilakukan ketika sedang berkumpul dalam suatu kegiatan di Kabupaten Lebak yaitu ngeliwet. Dilanjutkan dengan mempersiapkan barang-barang kelompok menuju lokasi kegiatan lalu berangkat dengan mobil pick up. Canda dan tawa seakan menggambarkan kebahagiaan yang dirasakan panitia. Pick Up melaju dengan kecepatan yang cukup dibilang aman dan nyaman hingga kemudian melewati jalan yang terjal dan tidak merata. Ketika mobil menanjak, perasaan was-was diwarnai teriakan menambah seru perjalanan, sampai kami harus rela turun dari losbak (pick up) karena tidak kuat menanjak. Beberapa saat kemudian kami sampai di lokasi sekolah yang jauh dari permukiman warga.

Agenda pertama, yaitu perpisahan dan pelepasan siswa/i kelas 6 SD MI Mathlaul Anwar. Acara ini dirayakan dengan melatih anak agar berani tampil diatas panggung, membawakan pidato singkat dengan Bahasa Sunda ataupun Bahasa Indonesia lalu disawer dengan uang recehan atau lembaran yang dinamakan taswiran. Acara semacam ini sangat populer di kalangan masyarakat Lebak selain juga sebagai tanda menyambut datangnya bulan Ramadhan. Ada juga penampilan tari dari anak kelas 6 dan kelas lainnya. Kemudian acara dilanjutkan dengan makan bersama orang tua murid sementara anak-anak diajak untuk mendengarkan dongeng inspiratif. Mereka sangat terhibur, sesekali terdengar riuh suara tawa di halaman sekolah. Meski dengan cuaca terik, mereka tetap semangat.

Tibalah saatnya memasuki acara inti yaitu kelas inspirasi. Anak dibagi menjadi lima kelompok dengan fasilitatornya masing-masing. Di kelompok empat ada Kak Ihsan, Kak Shita, Kak Lala dan saya yang terdiri dari 19 anak kelas lima. Mereka antusias ketika ditanya soal cita-cita. Jawaban mereka juga beragam. Kak Ihsan membawakan profesi sebagai chef dengan kostumnya. Anak sudah mengenali profesi apa yang dibawakan Kak Ihsan kemungkinan sering melihat ditelevisi atau sekedar membaca buku. Ketika ditanya soal cita-cita mereka, semuanya sudah memiliki cita-citanya masing-masing. Mereka pun menuliskannya di kertas yang kemudian ditempelkan di pohon cita-cita. Saat mereka menempelkan kertas cita-cita, saya berdoa dalam hati “Nak. Ini adalah impianmu saat ini. Semoga sampai seterusnya pun selalu begini. Jangan lelah belajar, Jangan mudah menyerah. Karena untuk mendapatkan sesuatu butuh yang namanya berjuang. Kakak Amin-kan harapan kalian!”

Sesi terakhir dari kegiatan ini adalah sesi foto bersama. Semua anak terlihat bahagia ketika sudah memakai ransel dipunggung. Sebelum pulang, ada anak yang menyalamiku dan berkata “Kak, makasih ya udah ajarin aku tadi. Udah baik sama aku dan temen-temen. Aku senang” Mendengarnya saya sangat terharu, mengingatkan diri sendiri bahwa kedatangan ini adalah untuk kebahagian anak-anak. Bahwa perhatian ini menggugah semangat anak-anak untuk tetap belajar dan tetap termotivasi bersekolah. Jarak memang jauh, tapi semangat anak ini mengalahkan segala keterbatasan yang mereka hadapi. Sejauh apapun jarak, pendidikan tetaplah pendidikan. Hak bangsa yang wajib dirasakan oleh semua anak, tidak terkecuali anak-anak di pelosok. Akses yang sulit, tenaga pengajar yang kurang, fasilitas sekolah yang tidak memadai merupakan realita hidup mereka sehari-hari. Terbersit pertanyaan “masih kah kita bahagia dengan hidup kita, tanpa melihat keadaan mereka di desa?”.

Tidak lama setelah anak-anak pulang, panitia berkumpul untuk membahas evaluasi kegiatan hari ini sekaligus membahas keberangkatan ke tempat kedua karena masih ada satu agenda lagi di desa lain. Kami bersyukur semuanya berjalan baik. Semuanya cukup diawali dengan niat baik karena kebaikan akan menuntun kita pada jalan yang baik pula walaupun sering kali terjal. Setelah itu kami mulai berjalan kaki, berkilometer jaraknya, melewati beberapa tanjakan sebelum sampai di desa kedua.

Bersambung.........

oleh : Dini Maryani

Pegiat Pendidikan di Kabupaten Lebak

IG @dinnimaryani


Cerita Lainnya

Lihat Semua