Persahabatan Jek dan Yan

MuhammadFirdaus Ismail 5 November 2015

Kali ini aku akan bercerita tentang dua muridku, yang bernama Yanto Nalle atau biasa dipanggil Yan, dan Jekson Thine yang biasa dipanggil Jek. Mereka adalah siswa kelas lima SD Inpres Batulai, Kecamatan Lobalain Kab. Rote Ndao.

Yan boleh dibilang salah satu murid paling rajin di kelas ku, kemampuan berhitung dan menghafalnya tergolong di atas rata-rata teman sekelasnya. Dia juga sangat rajin masuk sekolah dan aktif bertanya apabila kurang paham dengan materi yang aku ajarkan.

Sementara Jek adalah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di sekolah kami. Dia tidak bisa berbicara kecuali beberapa penggal kata. Misalnya saat pertama kali aku masuk di sekolah ini, Jek hanya bisa mengucapkan “selamat pagi pak”, namun sekarang sudah mengalami peningkatan, Jek sudah bisa mengucapkan, “selamat siang pak”, “terima kasih pak”. Ya,, sementara ini hanya tiga kalimat sapaan itu yang bisa Jek ucapkan padaku. Karena keterbatasannya itu, Jek belum bisa membaca hingga sekarang. Dia hanya bisa menyalin tulisan yang dilihatnya. Kelebihan Jek adalah kemampuan menggambarnya. Dia sangat hobi menggambar dan hasilnya sangat bagus (bahkan jauh lebih bagus dari gambarku), hehehe. Sehingga, sering aku meminta bantuannya untuk menggambar di papan tulis berkaitan dengan materi ajar.

Rumah Yan dan Jek cukup berdekatan, jarak rumah mereka ke sekolah yang sekitar 2 km, membuat mereka berdua hampir setiap hari berangkat dan pulang sekolah bersama-sama dengan berjalan kaki. Setiap sorenya mereka sering bermain bersama, Yan sering ikut Jek menggembala kambing, dan malam harinya Yan selalu menyempatkan diri ke rumah Jek untuk mengajarinya menulis,dan membantu mengerjakan PR bersama.

Suatu hari, Jek berangkat sendirian. Seperti biasanya, Jek menyapaku “Selamat pagi pak...!”, dengan suranya yang khas karena berpita suara kecil. “Selamat pagi Jek,” jawabku. “Lohh, kok kamu sendirian, mana Yan?” tanyaku. Kemudian Jek memberiku sebuah surat, yang ternyata surat itu adalah surat izin dari Yan. Surat izin tidak masuk sekolah karena Yan harus pergi ke Kupang selama tiga hari bersama orang tuanya. Karena di dalam surat tersebut juga berisi pesan-pesan dari Yan yang ingin disampaikan kepada teman-teman sekelasnya, Aku pun membacakan surat tersebut di depan kelas lima. Isi surat tersebut adalah sebagai berikut :

“Selamat pagi Pak Edo, maaf saya tidak bisa masuk sekolah karena harus pi (pergi) ke Kupang bersama papa. Pak Edo, jagain Jek ya, kasih ajar Jek menulis dan mengerjakan PR. Kasih ajar Jek harus pelan-pelan dan sabar.

Teman-teman ju(juga) harus kasih ajar Jek, bantu Jek pung PR, dan jangan ganggu dan ejek Jek. Teman-teman ju harus patuh dengan Pak Edo.

Terima kasih Pak Edo, Yan minta maaf kalau Yan pung salah.

“ Ahhh.... Suratmu membuatku sedikit meneteskan air mata di depan kelas nak. Hmmmm,,,, begitu mulianya dirimu. Ya,, memang Yan lah yang setiap hari dengan sabar mengajari Jek menulis. Setiap ada tugas, Yan lah yang selalu membantu Jek. Lapang sekali hatimu nak.

Pun demikian dengan Jek yang selalu membantu Yan saat pelajaran menggambar. Saat itu, pelajaran SBK (Seni Budaya dan Ketrampilan) aku meminta muridku untuk menggambar organ pernapasan manusia secara lengkap, karena ada materi Organ Pernapasan Manusia pada pelajaran IPA kelas V. Karena mungkin merasa hasil gambar Yan kurang bagus, Yan pun menyobek hasil gambarnya dan membuangnya. Melihat hal itu, Jek pun dengan seketika langsung mendekati Yan. Dengan sabar kemudian Jek membantu Yan menggambar. Dan dengan bahasa isyarat, tampak Jek menyemangati dan meyakinkan Yan bahwa gambar yang dibuat Yan sudah bagus. Mereka pun tampak semangat menyelesaikan tugas menggambar dari ku.

Saat itu, aku menjadwalkan ada jam tambahan sepulang sekolah. Di hari sebelumnya aku sudah meminta anak-anak untuk membawa bekal makanan. Namun, hari itu Yan lupa membawa bekal makanan. Melihat Yan yang tidak membawa bekal, Jek langsung menawari Yan untuk menikmati berdua bekal yang ia bawa. Setelah mereka selesai menyantap bekal yang dibawa Jek, kemudian Jek menghampiriku. Dengan bahasa isyarat, Jek memintaku mengambilkan parang (sabit). “Untuk apa kamu mau pinjam parang Jek?” tanyaku. Tanpa menjawab, Jek langsung menarikku dan memaksaku untuk segera mengambil parang di kantor. Aku pun mengambilkannya dan tetap mengawasinya. Kemudian Jek memanjat pohon kelapa yang ada di halaman sekolah kami. Lumayan tinggi pohonnya, aku saja tidak berani memanjatnya. Jek sangat lihai dan sepertinya sudah terlatih memanjat pohon. Dia pun mengambilkan beberapa kelapa muda. Setalah itu, dia mengupaskan dua kelapa muda, satu diberikan untuk ku, dan satu lagi untuk Yan. Masih ada beberapa buah yang langsung dibagikan ke anak-anak yang lain tanpa mengupaskannya. 

Ahh,,, luar biasa perhatian yang diberikan Jek ke Yan. Selain memberikan bekal makanan untuk dimakan berdua, Jek juga rela memanjat pohon dan mengambilkan kelapa muda untuk Yan.

Kalian berdua memang romantis sekali nak. Simbiosis mutualisme yang kalian lakukan telah mengajarkanku tentang arti ketulusan. Terima kasih banyak nak, Aku merasa sangat tersanjung bisa belajar banyak dari kalian. Ahh,,, semakin jatuh cinta aku dengan kalian.


Cerita Lainnya

Lihat Semua