Selamat Jalan Bu Nur!
Muhammad Nur Rizki Oceano Puritanical 30 Maret 2017Sukamaju, 5 Desember 2016
Pagi itu cerah seperti biasa, kabut turun dan udara terasa cukup sejuk di Sukamaju. Namun kali ini bukanlah pagi yang biasa, Bu Nur akan pulang meninggalkan desa yang tentu telah menjadi rumah keduanya.
Sudah tak lagi terlihat nuansa haru seperti yang kurasakan kemarin malam, saat acara pisah sambut denganku sebagai PM baru. Ketika puluhan anak-anak berbaris menyalami dan memeluk gurunya (mungkin) untuk yang terakhir kali. Satu dua anak mulai pecah tangisnya ketika Bu Nur memeluknya erat dan berterimakasih atas bingkisan yang diberi. Tak terasa hampir seluruh anak-anak dan orang tua murid yang ikut turut meneteskan air mata.
Pemandangan yang sungguh membahagiakan bagiku, karena satu tahun yang dilalui Bu Nur ternyata membekas dengan sangat baik. Setidaknya itulah yang kulihat dari respon warga terhadap dia. Di mata warga Sukamaju, Bu Nur orangnya ramah, sangat sayang anak-anak, sabar, dan yang selalu diingat apintol dagu Dayak (pintar Bahasa Dayak).
Perjumpaanku dengan Bu Nur terjadi saat pertama kali kubaca pesannya lamat-lamat di malam pengumuman penempatan desa yang berbunyi “Tak ada kebersamaan yang berarti menunggu kedatangan inspirasi dan semangat Bapak Rizki di Tanah Borneo ini” dengan latar pemandangan sekolah saat upacara bendera. Saat itu air mataku tak kuasa menetes setelah melihat langsung penampakan sekolah dan desaku. Bagiku malam itu cukup emosional, dimana kami benar-benar ditempatkan sendiri di desa masing-masing.
Perjumpaan selanjutnya melalui media daring, ketika Bu Nur mengirimkan foto keluarga angkatku di Desa yang sudah menanti. Aku akan punya Bapak seorang pemburu burung, Ibu muda yang aktif di gereja, dan tiga adik kecil Kelvin (10), Rizka (7), dan Pandawa (4). Rasanya pada saat itu bahagia dan sedikit bangga, karena sebagian besar teman yang lain belum mendapat informasi tentang keluarga angkat mereka.
Menjelang pulang, Bu Nur juga meminta anak-anak untuk menulis surat kepadaku. Surat-surat ini sangatlah manis dan menyejukkan, dimana aku bisa melihat kalau mereka sangat haus akan datangnya Pak Guru baru ini. Ada yang menulis “Pak Rizki, kami senang Bapak datang sehingga bisa kami ajak bermain, berenang, dan pergi di hutan”, dan ada juga “Pak, kami ingin belajar Bahasa Inggris dari Bapak”. Betapa senangnya aku karena sudah merasa dekat dan diterima oleh anak-anak jauh hari sebelum terbang ke Nunukan
Sebagai penerusnya aku merasa punya kesamaan seperti sama-sama orang visual dan sayang anak-anak. Betapa bersyukurnya aku saat mendapat hibah satu set spidol warna untuk keperluan mengajar. Selain itu ada juga bedanya, Bu Nur sebagai Sarjana Kehutanan pastinya biasa keluar masuk hutan, gunung, sungai. Sedangkan aku? Lebih suka jalan melihat gedung, taman, dan jalanan di Kota besar. Aku merasa harus banyak belajar kalau ingin bertahan di Sukamaju, terutama mengasah cerdas alamku. Disini setiap orang sangat bergantung pada alam untuk hidup seperti mencari ubi di ladang, berburu babi di hutan, dan menjaring ikan di sungai.
Tapi, apakah PM penerus harus sama seperti sebelumnya? Menurut hematku pastinya tidak, karena setiap PM akan punya cara tersendiri dan pendekatan yang berbeda satu dari lainnya. Biarlah setiap orang dan tahun memiliki warnanya tersendiri, tinggal buat saja warna yang berbeda.
Terimakasih Bu Nur telah memberikan warna yang akan selalu diingat oleh warga dan anak-anak di Sukamaju. Selamat jalan ! Sukses, doa kami bersamamu.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda